Kenangan Akan Rokok

Ada seorang teman - tidak perlu disebutkan namanya - yang meminta saya menulis tentang rokok. Bukan tentang kandungannya, hukum halal dan haramnya, aspek kesehatannya ataupun aspek-aspek serius lainnya. Dia ingin saya menulis sesuatu yang menarik tentang rokok, sesuatu yang berbeda, tulisan yang melihat rokok dari aspek yang tidak biasa. Dan inilah hasilnya, serangkaian tulisan ringan tentang kemasan/bungkus rokok.

***

Alkisah (walah kayak cerita dongeng aja) saat masih SD saya mengoleksi kemasan rokok. Tapi bukan untuk dirokok, atau sebagai hobi, akan tetapi untuk main-main. Ceritanya jaman SD dulu sebagai anak kampung, kami punya permainan yang menjadikan bungkus rokok sebagai obyek permainannya.

Jadilah saya pengkoleksi berbagai kemasan rokok dari berbagai merek, mulai dari merek yang terkenal hingga saat ini seperti G*dang G*aram, D*arum, B*entoel. Merek-merek lokal medan seperti Commod*rre, G*alan. Hingga merek-merek yang langka dan entah masih ada atau tidak sekarang, seperti: Mansi*n, Uni*on dsb. Saat itu saya lebih tertantang untuk menemukan bungkus rokok bermerek anah dan nyentrik, coz nilai harga dalam permainannya jauh lebih tinggi dibandingkan merek terkenal.

Usaha saya gak main-main saat itu, mengais-ngais tempat sampah bukan hal yang tabu - he..he..he.. namanya juga anak-anak. Saya sering iri pada kawan-kawan yang ayahnya nge-rokok, coz mereka selalu punya stok baru dan banyak, bahkan saya sempat berfikir untuk meminta ayah merokok biar koleksi saya bertambah banyak dan berjanji pada diri sendiri nanti klo dah jadi ayah-ayah, saya akan merokok, biar anak saya punya koleksi bungkus rokok yang banyak.

Saat itu saya ambisius sekali untuk mengejar ketertinggalan koleksi dari temen-temen. Salah satu bentuk kerja keras saya adalah mengajak ayah untuk sering main ke rumah pa'de (abang iparnya mamak), coz pa'de saya itu perokok berat dan terkadang beliau membeli rokok merek yang unik dan berbeda dari biasanya. Kebiasaan pa'de itu yang membuat saya unggul dari teman-teman, yang paling saya ingat saat saya berhasil mendapatkan kemasan "Mansi*n" , yang membuat teman-teman sangat iri. Dan saya pun merasa MENANG.

Anak-anak, entah apa yang ada di pikiran saya saat itu. Mungkin hanya keceriaan dan kesenangan saja yang saya pikirkan. Kalau ditelaah saat ini, timbul keheranan, siapa coba yang menemukan permainan itu pertama kali ? apakah merupakan hasil dari buah kerja tim marketing perusahaan rokok ? coz efeknya sangat besar ke anak-anak saat itu. Saya dan teman-teman seolah dibuat terbiasa dan akrab dengan berbagai merek rokok, istilahnya brand awarrness kami terhadap merek rokok cukup tinggi. Dan tidak heran sekarang dapat saya pastikan semua yang pernah bermain bersama saya saat itu sekarang merokok.

Ah... memang hebat juga pemasar-pemasar rokok itu

*Arief Mai Rakhman (Ulat Boeloe)
READ MORE [...]

tentang Gie dari Djin

Ada dua hal yang membuat saya sulit untuk menulis tentang almarhum adik saya, Soe Hok Gie. Pertama, karena terlalu banyak yang mau saya katakan, sehingga saya pasti akan merasa kecewa kalau saya menulis tentang dia pada pengantar buku ini. Kedua, karena bagaimanapun juga, saya tidak akan dapat menceritakan tentang diri adik saya secara obyektif. 

Saya terlalu terlibat di dalam hidupnya. Karena itu, untuk pengantar buku ini, saya hanya ingin menceritakan suatu peristiwa yang berhubungan dengan diri almarhum, yang mempengaruhi pula hidup saya dan saya harap, hidup orang-orang lain juga yang membaca buku ini. Saya ingat, sebelum dia meninggal pada bulan Desember 1969, ada satu hal yang pernah dia bicarakan dengan saya.

Dia berkata, "Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian". Saya tahu, mengapa dia berkata begitu. Dia menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang-kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat-surat kaleng yang antara lain memaki-maki dia sebagai "Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja". Ibu saya sering gelisah dan berkata: " Gie, untuk apa semuanya ini. Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang". Terhadap ibu dia Cuma tersenyum dan berkata "Ah, mama tidak mengerti". 

Kemudian, dia juga jatuh cinta dengan seorang gadis. Tapi orangtuanya tidak setuju - mereka selalu dihalangi untuk bertemu. Orangtua gadis itu adalah seorang pedagang yang cukup kaya dan Hok Gie sudah beberapa kali bicara dengan dia. Kepada saya, Hok Gie berkata: "Kadang-kadang, saya merasa sedih. Kalau saya bicara dengan ayahnya si., saya merasa dia sangat menghargai saya. Bahkan dia mengagumi keberanian saya tanpa tulisan-tulisan saya. Tetapi kalau anaknya diminta, dia pasti akan menolak. Terlalu besar risikonya. Orang hanya membutuhkan keberanian saya tanpa mau terlibat dengan diri saya". 

Karena itu, ketika seorang temannya dari Amerika menulis kepadanya: "Gie seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, Selalu. Mula-mula, kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus-menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka: sendirian, kesepian, deritaan" Surat ini dia tunjukkan kepada saya. Dari wajahnya saya lihat dia seakan mau berkata: Ya, saya siap. 

Dalam suasana yang seperti inilah dia meninggalkan Jakarta untuk pergi ke puncak gunung Semeru. Pekerjaan terakhir yang dia kerjakan adalah mengirim bedak dan pupur untuk wakil-wakil mahasiswa yang duduk di parlemen, dengan ucapan supaya mereka bisa berdandan dan dengan begitu akan tambah cantik di muka penguasa. Suatu tindakan yang membuat dia tambah terpencil lagi, kali ini dengan beberapa teman-teman mahasiswa yang dulu sama-sama turun ke jalanan pada tahun 1966. Ketika dia tercekik oleh gas beracun kawah Mahameru, dia memang ada di suatu tempat yang terpencil dan dingin. Hanya seorang yang mendampinginya, salah seorang sahabatnya yang sangat karib. Herman lantang. 

Suasana ini juga yang ada, ketika saya berdiri menghadapi jenazahnya di tengah malam yang dingin, di rumah lurah sebuah desa di kaki Gunung Semeru. Jenazah tersebut dibungkus oleh plastik dan kedua ujungnya diikat dengan tali, digantungkan pada sebatang kayu yang panjang, Kulitnya tampak kuning pucat, matanya terpejam dan dia tampak tenang. Saya berpikir: "Tentunya sepi dan dingin terbungkus dalam plastik itu". Ketika jenazah dimandikan di rumah sakit Malang, pertanyaan yang muncul di dalam diri saya alah apakah hidupnya sia-sia saja? Jawabannya saya dapatkan sebelum saya tiba kembali di Jakarta. 

Saya sedang duduk ketika seorang teman yang memesan peti mati pulang. Dia tanya, apakah saya punya keluarga di Malang? Saya jawab "Tidak. Mengapa?" Dia cerita, tukang peti mati, ketika dia ke sana bertanya, untuk siapa peti mati ini? Teman saya menyebut nama Soe Hok Gie dan si tukang peti mati tampak agak terkejut. "Soe Hok Gie yang suka menulis di koran? Dia bertanya. Teman saya mengiyakan. Tiba-tiba, si tukang peti mati menangis. Sekarang giliran teman saya yang terkejut. Dia berusaha bertanya, mengapa si tukang peti mati menangis, tapi yang ditanya terus menangis dan hanya menjawab " Dia orang berani. 

Sayang dia meninggal". Jenazah dibawa pleh pesawat terbang AURI, dari Malang mampir Yogya dan kemudian ke Jakarta. Ketika di Yogya, kami turun dari pesawat dan duduk-duduk di lapangan rumput. Pilot yang mengemudikan pesawat tersebut duduk bersama kami. Kami bercakap-cakap. Kemudian bertanya, apakah benar jenazah yang dibawa adalah jenazah Soe Hok Gie. Saya membenarkan. Dia kemudian berkata: "Saya kenal namanya. Saya senang membaca karangan-karangannya. Sayang sekali dia meninggal. 

Dia mungkin bisa berbuat lebih banyak, kalau dia hidup terus". Saya memandang ke arah cakrawala yang membatasi lapangan terbang ini dan hayalan saya mencoba menembus ruang hampa yang ada di balik awan sana. Apakah suara yang perlahan dari penerbang AURI ini bergema juga di ruang hampa tersebut? Saya tahu, di mana Soe Hok Gie menulis karangan-karangannya. Di rumah di Jalan Kebon jeruk, di kamar belakang, ada sebuah meja panjang. Penerangan listrik suram, karena voltase yang selalu turun akalau malam hari. Di sana juga banyak nyamuk. Ketika orang-orang lain sudah tidur, seringkali masih terdengar suara mesin tik dari kamar belakang Soe Hok Gie, di kamar yang suram dan banyak nyamuk itu, sendirian, sedang mengetik membuat karangannya. 

Pernahkan dia membayangkan bahwa karangan tersebut akan dibaca oleh seorang penerbang AURI atau oleh seorang tukang peti mati di Malang? Tiba-tiba, saya melihat sebuah gambaran yang menimbulkan pelbagai macam perasaan di dalam diri saya. 

Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang. Mereka memang tidak berani membuka mulutnya, karena kekuasaan membungkamkannya. Tapi kekuasaan tidak bisa menghilangkan dukungan dukungan itu sendiri, karena betapa kuat pun kekuasaan, seseorang tetap masih memiliki kemerdekaan untuk berkata "Ya" atau "Tidak", meskipun Cuma di dalam hatinya. Saya terbangun dari lamunan saya ketika saya dipanggil naik pesawat terbang. Kami segera akan berangkat lagi. Saya berdiri kembali di samping peti matinya. Di dalam hati saya berbisik "Gie, kamu tidak sendirian". Saya tak tahu apakah Hok Gie mendengar atau tidak apa yang saya katakan itu. Suara pesawat terbang mengaum terlalu keras. Arief Budiman (Soe Hok Djin)  

-seperti dimuat dalam buku Catatan Seorang Demonstran edisi 1993
READ MORE [...]

inspirasi

“Whether we succeed in life is partly out of our hands, but by persisting we offer lightning more chances to strike.”
(“The Drunkard’s Walk: How Randomness Rules Our Lives” karangan Leonard Mlodinow)
--------------------------------------------------------------------------------------------

Winners vs losers

One day a student asked to his teacher
“Teacher, what should I do so I can become a winner
in this life not a loser?”
And the teacher said,
“You have to learn the distinguish between them.”

If the loser is always a part of the problem
Then the winner is always a part of the answer.
If the loser always has an excuse
Then the winner is always a program..
If the loser says: “That’s not my job!”
Then the winner says: “Let me do it for you!”
If the loser sees a problem in every answer.
Then the winner sees the answer for every problem.
If the loser sees two or three sand traps near every green
Then the winner sees a green near every sand trap.
If the loser says: “It may be possible, but it’s too difficult!”
Then the winner says: “It may be difficult, but it’s possible!”

If you are willing to do all the winner list,
You will be become winner.
(Majalah Percikan Iman)
--------------------------------------------------------------------------------------------

“Luck is what happen when preparations meet opportunity”
(unknown)
--------------------------------------------------------------------------------------------

“Why do we fall, sir? So that we might learn to pick ourselves up.“
(Alfred Pennyworth, dalam film Batman Begins)
--------------------------------------------------------------------------------------------

“never lean back on good fortune, honest and creative to achieve the highest possible dream”
(atrix, unknown)
--------------------------------------------------------------------------------------------

“kalau kamu gagal atau belum mencapai tujuan kamu, berarti cara yang kamu gunakan belum cukup, jadi teruslah cari cara-cara lain, dan jangan pernah berpikir harus bagaimana lagi?”.. well, in many ways failure can make people being more and more creative…
(saski, unknown)
--------------------------------------------------------------------------------------------
READ MORE [...]

Ekstra Parlementer, Gerakan Politik KAMMI


Pengkhianat KAMMI sejati adalah orang-orang yang telah memilih pengkhianat sebagai pemimpinnya. (ikhwankiri)

Menginjak tahun kesebelas sesungguhnya KAMMI sedang menghadapi ujian yang cukup berat berkaitan dengan perannya sebagai gerakan politik ekstra parlementer yang memilih sikap oposan dan kritis terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sikap penolakan KAMMI terhadap kebijakan pemerintah yang tidak populis dan merugikan rakyat harus diakui belum dibarengi dengan kajian dan strategi yang matang sehingga berakibat pada setiap aksi yang dilakukan oleh KAMMI belum memiliki posisi tawar (bergaining power) yang diperhitungkan dihadapan aparat birokrat. Lihat saja aksi-aksi KAMMI dan aliansi gerakan dalam tiga kali kenaikan harga BBM pemerintahan SBY-JK dianggap angin lalu dan distigmakan sebagai gerakan anarkis.

Belakangan KAMMI dan Elemen Gerakan Mahasiswa (EGM) politik ekstra parlementer lainnya tengah menghadapai persoalan kronis yang berhadapkan dengan kekuatan pragmatis oportunis. Kekuatan pragmatis oportunis ini boleh jadi menurunkan dan memecah soliditas kekuatan EGM ekstra parlementer sebagai elemen yang menjunjung nilai-nilai idealisme. Betapa persamaan idealita tetap saja tak mampu menyatukan gerakan mahasiswa. Semua terkungkung dalam "kesetiaan buta" pada bendera masing-masing (flag-based loyality).

Hiruk pikuk perhelatan akbar Pemilu 2009 dapat dijadikan barometer gerakan. Sikap kritis gerakan mahasiswa dihadapkan pada pilihan dukung-mendukung partai, calon legislatif dan presiden. KAMMI lebih sering sebagai organ yang diorganisir. Dalam jangka panjang dan dalam konteks pergerakan, hal ini merupakan permasalahan besar yang menempatkan KAMMI hanya sebagai aktor lapangan. Memanfaatkan dan dimanfaatkan atau antara menunggangi dan ditunggangi menjadi dikotomi yang cukup serius, hal ini mencerminkan independensi gerakan dan kejelian intelektual KAMMI.

Pemilu merupakan momentum besar namun disayangkan bila perilaku gerakan tak ubahnya dengan partai politik, mencari kekuasaan dan kekuasaan. Dengan kondisi seperti ini, idealnya gerakan bergerak dengan ide pencerdasan dan pendidikan politik bukan terjebak dukung si A atau partai B. Jatuhnya rezim Soeharto bukan hanya kerja-kerja KAMMI bahkan gerakan mahasiswa lain tapi kekuatan semua elemen ekstra parlementer selain pers, pilihan sikap militer dan lainnya. Minimal dengan KAMMI yang belum dapat menjadi barometer perekat kekuatan elemen ekstra parlementer. Padahal diakui banyak tokoh dan pers, bahwa KAMMI kini sebagai gerakan yang besar dan solid.

Pilihan Gerakan Politik
Gerakan ekstra parlementer dapat didefinisikan sebagai tindakan politik yang dilakukan secara sistematis, melalui cara-cara diluar proses politik pada lembaga politik formal misalnya parlemen. Tindakan yang terwujud dalam gerakan seperti aksi massa, pemogokan, pelbagai kajian, diskusi, seminar, baik di dalam maupun luar kampus yang bertujuan untuk melakukan perubahan kekuasaan atau menuntut perubahan kebijakan publik.

Jika dilihat dari karakternya, gerakan ekstra parlementer muncul pada saat situasi politik mengalami stagnasi, lembaga-lembaga politik formal tidak bisa menjalankan peran dan fungsi politiknya secara optimal. Hal yang sama kini terjadi hingga hari ini di Indonesia. Muncul sikap skeptis, apatis dan sinisme terhadap kekuasaan maupun infrastruktur politik seperti partai dan sebagainya. Namun kondisi ini belum mampu untuk dapat menjadikan gerakan ekstra parlementer sebagai pilihan terbaik. Karena prasarat lainnya masih banyak yang belum terpenuhi, misalnya ketiadaan kekuatan yang dapat disepakati sebagai musuh bersama walaupun ada semisal kegagalan pemerintahan SBY-JK, flag-based loyality antar gerakan masih ada sehingga yang terjadi lebih banyak bersifat sektoral serta militer yang masih solid.

Meskipun demikian, keberadaan gerakan ekstra parlementer tetap diperlukan dalam konteks kehidupan politik saat ini. Gerakan itu memiliki peran strategis sebagai kelompok penekan (pressure group). Target gerakan adalah mempengaruhi atau mengubah suatu kebijakan publik.

KAMMI dapat mengintegralkan empat basis gerakannya pada starategi ekstra parlementer. Pertama, basis sosial (ijtima’iyah), perlu dukungan dari masyarakat umum, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh sebagai bentuk simpati perjuangan KAMMI. Kedua, basis operasional (harakiyah), kader-kader KAMMI siap merealisasikan dan mengeksekusi wacana dan strategi gerakan. Ketiga, basis konsep (fikriyah), penekanan pada penokohan kader, kompetensi dan penerapan ideologi islam sebagai solusi permasalahan. Keempat, basis kebijakan (siyasiyah), menjadikan KAMMI sebagai leading sector atas pengkritisan kebijakan dan menjadi problem solver atas kebuntuan politik dan kebijakan sesuai situasi dan kondisi kontemporer.

Kiprah aktifis KAMMI secara organisatoris mengalami kebingungan dalam patronase gerakan dan kebingungan lain terkait pengelolaan organisasi dan pembinaan kader. Dengan kondisi seperti ini maka formulasi yang tepat adalah menempatkan diri sebagai kekuatan oposisi ekstra-parlementer yang bersinergi dengan oposisi intra-parlementer. Namun tetap mengendalikan kekuatan ini agar sesuai dengan ideologi gerakan.

Selain itu KAMMI perlu menguatkan basis pergerakan di masyarakat, terutama simpul-simpul pergerakannya. Sehingga KAMMI sebagai kelas menengah dalam masyarakat tidak beralih fungsi menjadi kelas elit namun justru mengakarkan basis pergerakannya pada masyarakat.Mahasiswa sebagai salah satu elemen sosial yang secara politis mempunyai kebebasan, karena relatif belum terbebani oleh jabatan politis. Secara sosiologis, mahasiswa mempunyai kesempatan yang besar untuk mengakses informasi dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Yang perlu dipikirkan KAMMI adalah mengartikulasikan idealisme mahasiswa dalam masyarakat. KAMMI kedepan harus mengedepankan argumentasi dalam membuat perubahan.

KAMMI menggariskan pada pilihan paradigma gerakan ekstra parlementer bukan tanpa sebab. Tentunya dengan paradigma elitis dan idealis, karena status kaum muda dan ideologi yang disandangnya bukan karena anggapan kegagahan gerakan, dan akan selalu menjadi oposisi permanen tetapi pilihan ini adalah sikap KAMMI hari ini, melakukan langkah-langkah politik, sebagai implementasi ‘gerakan politik nilai’. Langkah-langkah politik bersifat holistik dan strategik, bukan taktis dan subordinat.

KAMMI melakukan komunikasi politik dengan semua pihak, menjaga jarak yang sama dengan tokoh dan partai politik manapun dalam rangka membangun sinergi dan kesepahaman, melakukan negosiasi politik jangka panjang dengan calon pemimpin yang ada. Ini strategi ekstra parlementer KAMMI.

Konsistensi Gerakan
Aksi protes sebagai pilihan gerak KAMMI dalam gerakan politik ekstra parlementernya sebenarnya tidak mengikuti hukum perubahan sosial. Sebab pilihan gerak ini bukan gerakan revolusioner untuk mengubah tatan sosial dalam sekejap. Namun, hanya gerakan yang menyuarakan nurani rakyat dan bersifat normatif. Kalau kita lihat isu-isu yang dilontarkan mahasiswa sejak dulu selalu bersifat normatif; korupsi, keadilan, hukum, pemerataan, kesewenag-wenangan dan sebagainya. Sehingga aksi-aksi gerakan mahasiswa tidak bisa diredam dengan undang-undang, tindakan persuasif maupun refresif. Selama masih ada ketidakadilan, korupsi, penindasan hak asasi, otoriterian, aksi protes dari mahasiswa maupun rakyat akan selalu bermuncul kendati dalam bentuk yang berbeda-beda.

Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi KAMMI untuk menjaga konsistensi gerakannya. Pertama, keyakinan atau ideologi yang dijadikan sebagai pijakan dasar gerakan kuat. Jika hal ini mengendur, maka gerakan itu akan mudah tergoda untuk melakukan tindakan yang justru kontraproduktif atau melemahkan gerakan itu sendiri. Situasi politik saat ini yang penuh dengan intrik-intrik seperti jual beli, suap menyuap dan sebagainya merupakan godaan potensial yang dapat menghancurkan KAMMI. Kedua, Gerakan disusun berdasarkan perhitungan dan analisa rasional. Menguasai peta politik secara utuh, memperimbangkan kekuatan logistik gerakan dsb. Jika tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Tan Malaka, gerakan ekstra parlementer akan berubah menjadi anarki yang akan menghancurkan dirinya sendiri. Ketiga, Gerakan harus mampu merajut beragam isu dari lintas sektoral, pimpinan tidak bersifat elitis namun memiliki jaringan ke dalam elite politik dan militer.

Secara konkret gerakan ekstra parlementer bisa melakukan peranannya seperti membentuk komite aksi politik untuk berbagai isu lokal maupun spesifik (isu anak, lingkungan, perempuan, dsb), memfasilitasi para politisi dan masyarakat untuk membahas dan menyelesaikan isu-isu diatas, memantau program pemerintah yang sedang berjalan, pelobi bagi kepentingan publik. Selain itu memarakkan pertanggungjawaban (accountability) proses-proses politik ketika bersentuhan dengan wilayah publik. Kehadiran oposisi intra dan ekstra-parlementer, tentu saja, akan memaksa pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kebijakan (policy) yang ia ambil, apa manfaat, urgensin, dan targetnya.

Oleh karena itu, gerakan ekstra parlementer seyogyanya tidak memiliki sikap partisan terhadap kepentingan kelompok atau golongan mana pun. Sikap partisan yang diperkenankan dari oposisi hanyalah keberpihakannya pada kebenaran. Di sinilah, letak keunggulan gerakan ekstra parlementer yang digalang mahasiswa di luar parlemen. Mahasiswa dalam melancarkan gerakan oposisinya relatif lebih bersih dari kepentingan terselubung (hidden agendas) dan vested interest ketimbang kelompok lain. Sebagai wacana-praksis bagi gerakan mahasiswa, ekstra parlementer tidak sekadar berhenti menjadi perbincangan di forum-forum diskusi, seminar dan lain sejenisnya, tapi mempunyai rancangan aksi yang kongkret dan terukur.

Penting ditegaskan bahwa kebijakan negara tidak sepenuhnya memenuhi seluruh aspirasi dari rakyat. Karenanya, perlu ada kekuatan oposisi intra dan ekstra parlementer yang mampu berperan sebagai mekanisme kontrol agar proses politik dan demokrasi berjalan bersih dan adil. Rasulullah saw pun bersabda, Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.

Maringan Wayudianto
Ketua KAMMI DIY Bid. Kebijakan Publik 2008-2010
READ MORE [...]

Asal muasal julukan anak-anak FORBA-

(ki-ka: ulat bulu, kambink, kuda, burunk, ingot)

kan kujelaskan asal muasal nama-nama aneh di anggota FORBA-

Nama FORBA- sendiri muncul saat kita pada kumpul, biasalah laki-laki, semua obrolannya ga jelas. lagi ketawa haha hihi... aku nyeletuk seharusnya kita buat nama kelompok kita.

Jelaslah, Zainul dengan muka tampak ga bersalah keluar nama FORBA-. ya cuma singkatan aja sih... FORUM BA....(ti...t, berhubungan dgn AB-lah. coba lu tulis AB pake tangan, jadinya apa?)

Tentang nama anggota.
  • Arief MR (Ulat Bulu, Babi Air). karena dia manusia bulu, badan isinya bulu semua. tentang Babi Air, tanya Firza deh... mungkin karena selera makan dan badannya yg gemuk. satu lagi, smu kan kau dipanggil 'jongos' coz kau emang pantas disuruh-suruh.
  • Eko RHK 'kecokot ulo ora popo ketimpa kelopo baru keroso'(Kambink, Kakek). dulu dia anak PALH SMUNSA, trus dikasi panggilan kambing biar keren kita jadiin 'kambink'. klo Kakek, tu mah kerjaan Firza juga, soalnya semua tau postur tubuhnya ya kayak kakek-kakek, batuk, kadang suka capek ga jelas.
  • Firza Muldani(Kuda). anak dari pak Mulyadi dapet julukan saat kita maen ke Brastagi, pengennya naek kuda aja, sepanjang jalan nanya kuda. ya udah Zainul panggil dia Kuda saat itu. Kuda... kacamatamu dikemanain. hehehe... cuma icha doang yg panggil dirimu dgn kakak fiza.wkwkwkwk....
  • M. Wahyudianto (Ingot). klo 'M' didepan bukan Muhammad lho tapi Maringan. Ingot tu apa ya? ehm... jadi setiap kita naek, camping pasti lewatin warung-arung penjual babi panggang, lomok-lomok, apalagi ya... sup kidu-kidu. trus Zainul ga jelas manggil aku ingot-ingot... so kita kenal deh 'ingot babi panggang', 'ingot babi panggang racingsport (pas lg suka balap-balapan). ???!!? tapi daripada dipanggil 'anto'=anak tolol mending ingot aja deh...
  • Zainul Fachry (Kain Lap, Inoel). ga aga julukan yg tepat untukmu, tp karena awal top inul daranista akhirnya ada jg julukanmu, inoel or kadang jd minoel. cocok jg sich coz otak kau jg 'jorok' semua isinya. klo kain lap tu tanya Firza ya...
untuk additional players
  • M. Iqbal S. (tetelo). sori ya, abis kau tukang sakit ga jelas, apalagi masuk anginmu itu muka kayak pemakai lg, 'matamu merah gigimu kuning kau mabuk taik' (song by Suspect). jadi ayam lg penyakitan kau. ya jadinya ayam tetelo... hahaha...
  • Dian YW (ipan). kau kok baek sendiri ya. yang buat kau sendiri lg. ya udah giman kalo kita panggil burunk atau telor.... gimana sodara-sodara FORBA-, sepakat?
cukup deh... kalian tau, you are the best i ever had.

catt: Yanita (cewek kakek) kita panggil 'Tabi'?, Rita (penggemar inoel) dgn 'burit-a', ina (tembakanku) dgn 'tumor'. yang laen ntar kususulin dh...

READ MORE [...]

Apa dan Siapa FORBA-

Arief Mai Rakhman, Eko Radityo Haryo Kumboro, Firza Muldani, Maringan Wahyudianto, Zainul Fachry, di kelas 2-11 SMUN 1 Medan mendeklarasikan berdirinya Forba. Gila, Aneh dan tentu saja menyenangkan di masa-masa smu itu. Banyak kegilaan yang dilakukan bersama namun selalu menyenangkan dari yang maksiat sampai yang religus, namun tidak ada penyesalan.

  • Nonton Ada Apa Dengan Cinta sebelumnya ngantri berjam-jam
  • Beli Durian 1 Goni dan berpesta
  • Turing keliling medan naik mobil perang (Taft GT) atau motor Supra X, Soghun n Satria
  • Kebut-kebutan di pasar 2 padang bulan
  • Mengagumi keindahan ciptaan Allah bernama Wanita dan memberikan penilaian atas tampilan fisiknya
  • Curhat sampai tengah malem saat ditolak, berantem ama pacar dsb, di lantai atas kost ku di muara takus, di lantai atas kontrakan firza di kamar eko.
  • Rebutan baca Cepot (cewek knalpot) di Motor Plus (langganan eko)
  • Baca koran lampu merah "Pos Metro" , muter2 di pasar dadakan sebelum jum'atan di Masjid Agung Medan (pernah ketaun guru lagi)
  • Nonton film "miskin" spesial pas 17-annya zainul
  • Kemping berkali-kali di sibolangit, sambil naik di atas kap bus sinabung jaya
  • Mendaki Gunung Sinabung (gunung tertinggi di Sumatera Utara)
  • Makan Nasi Goreng di BPM (Babi Panggang Muslim) aslinya MTM
  • Manggil Firza dengan Kuda, Eko dengan Kambing, Maringan dengan Ingot dan kau sendiri rif dengan kain lap, ulat bulu
  • Gannguin waria di jalan iskandar muda
  • Belajar bareng
  • Bimbingan kerjaannya cuma maen, ganggu tentor seksi
  • Saling contek-contekan
  • Ngintipin ingot mandi di rumah kuda
  • Minum sampanye taon baru
  • Ada yang nembak cewek setelah kecelakaan ngelewatin trotoar naek di atas mobil perang Taft
  • Nyanyi, Gitar-gitaran lagu Dewa espesialy kangen dan pupus
  • Buat kesepakatan X-day (yang ini masih kita-kita aja yang tau kan sampe sekarang, semoga aktifitas ini bisa dihentikan, ada saat dan masanya merasakan yang sebenarnya. hehehe... walaupun kau, dasar ulet bulu... pancet gondrongmu dah kemana aja ya?)
  • apa lagi ya...

Gila............... namun menyenangkan, tapi itu masa lalu, dan sekarang adalah masa kini, walaupun sering ketemu ber-4, karena sama-sama kuliah di UGM. Namun forba adalah 5 minus 1 rasanya koq kurang nikmat, dan memang sekarang masing2 sudah memiliki kesibukan sendiri dan memiliki pandangan hidup yang sudah berbeda dari dulu. Maringan Wahyudianto sekarang seorang aktivis KAMMI daerah DIY dan Zainul Fachry sekarang perwira muda polisi di kepulauan Riau, Arif Mai pebisnis di jogja, Firza dan Eko RHK ... hehehe... freelancer. Yang satu pengen pertamina, PLN, total, pertambangan, yang satu pengen di Bank atau buruh sawit.

Petualangan menjelajahi Pulau Nias, Gunung Semeru dll akan menanti kehadiran forba.

catatan ini kuambil dan kuedit dari blog, Arif Mai Rakhman.
READ MORE [...]

Cintaku di Kampus Biru, 'Dibelokkan'

Inisiasi Ilmu Budaya

“Cintaku di Kampus Biru” , Dibelokkan

Inisiasi kampus merupakan sebuah perhelatan akbar yang diadakan setiap tahun untuk memperkenalkan kondisi kampus kepada mahasiswa baru. Keberadaan inisiasi kampus yang hanya dilaksanakan setahun sekali ini tentunya tidak disia-siakan begitu saja. Pun di fakultas Ilmu Budaya tidak mau melewatkan kegiatan yang merupakan pintu gerbang mahasiswa baru untuk paham keadaan kampus yang baru dimasukinya.
Inisiasi kampus yang seharusnya sarat dengan kultur pendidikan ternyata “dibelokkan” arahnya ke dalam kultur hedonisme yang cenderung “hura-hura”. Teknis acara semacam inipun sebenarnya jauh keluar dari konsep awal dimana tema realitas kehidupan mahasiswa menjadi dasar konsep SmBJ ( Sastra mBangunn Jiwa –red ) yaitu “Buku, Pesta, Cinta dan Jalan”. Seperti awal pemilihan tema, buku diibaratkan sebagai mahasiswa yang dituntut untuk berwawasan global, pesta adalah kalangan mahasiswa yang hanya mementingkan duniawi saja, cinta digambarkan sebagai hal yang lumrah terjadi dikalangan mahasiswa, sementara jalan diibaratkan sebagai aktifis yang sering menyoroti kebijakan-kebijakan pemerintah.
Sayangnya sebuah konsep inisiasi kampus yang telah disusun secara apik malah dikacaukan pada tataran teknis, sehingga yang ada dilapangan hanya diangakat tema cinta dengan garnd tema “Cintaku di kampus Biru”. Dilihat dari sisi pendidikan, jelas SmBJ di fakultas Ilmu Budaya bias dikatakan sangat tidak mendidik. Mulai dari nama kelompok, bentuk penugasan, bahkan yel-yel dan lagu-lagu yang dinyanyikan cenderung membawa mahasiswa kearah hedonisme.
Selain kebobrokan pada konsep acara, terdapat banyak pelanggaran yang dilakukan oleh piranti panitia SmBJ 2005. Sesuai dengan SK Rektor UGM telah diputuskan bahwa inisiasi di UGM dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 16.00, tetapi oleh kepanitiaan SmBJ maba (mahasiswa baru ) diwajibkan datang maksimal pukul 06.00, bahkan sebelum pukul 06.00 mahasiswa sudah dibentak-bentak oleh kamtib ( keamana dan ketertiban-red ). Sementara waktu kepulangan molor sampai pukul 17.00 dimana tidak ada waktu untuk sholat Ashar.
Pelanggaran lain seperti pressure masih terjadi, bahkan hal ini merupakan sebuah settingan dari panitia tanpa ada tujuan yang jelas. Presure dilakukan pada hari kedua dan hari terakhir di dalam auditorium Fakultas Ilmu Budaya dalam keadaan gelap karena jendela tertutup rapat dan lampu dimatikan. Bentakan yang terjadi beturut-turut dan merupakan sebuah rangkaian selama 15 menit ditambah minimnya sirkulasi udara yang masuk membuat banyak peserta yang ”ambruk” bahkan korban mencapai 10 orang. Sementara pada hari terakhir ada peserta yang kejang dan kambuh asmanya walaupun tidak sampai dilarikan ke rumah sakit. Sedangkan mahkamah yang dibentuk sebagai antisipasi adanya pelanggaran semacam ini seolah tidak berfungsi dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Pihak dekanat pun tidak tahu menahu apa yang terjadi karena informasi yang ada telah ditutup rapat oleh panitia.
Pelanggaran-pelanggaran semacam ini pasti akan terus terjadi ketika tidak kontrol dari semua pihak, baik pihak rektorat, dekanat, dan mahasiswa itu sendiri. Hal semacam ini seharusnya juga menjadi sebuah koreksi besar bahwa masih banyak penyimpangan-penyimpangan di dalam sebuah inisiasi kampus.

catatan pada inisiasi fak. ilmu budaya 2005
READ MORE [...]

Ancagar Team

Bos Ancagar: Maringan Wahyudianto

Div. Humas & Pubdok

  • Dwifatma Sari
  • Resty Merryta

Div. Litbang & Ketrampilan:

  • Reza Azhari
  • Juwari

Div. Operasional &perlengkapan:

  • Dian Yudha Winata
  • Supriyanti

Div. SDP:

  • Eka Santika
  • Elly Evayani

Additional Team: Apri, Eka cowok, Umi

READ MORE [...]

FORBA :..


Pertemanan yang satu ini telah berjalan hampir 10 tahun. luar biasa kawan.

Formasi:
  • Arief Mai Rakhman (ulat bulu, babi air)
  • Eko Radityo Hario Kumboro (kambink, kakek)
  • Firza Muldani (kuda)
  • Maringan Wahyudianto (ingot)
  • Zainul Fachry (kain lap)
Additional players
  • Dian Yudha Winata (ipan)
  • Muhammad Iqbal (tetelo)
Pendakian, camping, touring, all adventure telah kita lalui.
kawan, ingat quote kita yang paling keren. "tiga hal di dunia ini yang terbesar buat kita: gunung, wanita, rokok"
READ MORE [...]

Penangguhan Sertifikasi Guru

UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang menggariskan kebijakan profesionalisasi guru seolah-olah menjawab berbagai pertanyaan stagnansi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, bahkan mengalami ketertinggalan pengetahuan di Asia Tenggara.

Proses peningkatan kemampuan guru dalam mencapai kriteria standar profesi ini ternyata tidak serta merta berjalan optimal. Lambatnya implementasi UUGD menjadi keraguan akan membaiknya sistem pendidikan di Indonesia. UUGD pun tetap dianggap mempunyai celah, salah satunya adalah kebijakan sertifikasi guru yang tertuang dalam Pasal 8, Pasal 11, dan Pasal 13 UUGD.

Pasal 8 UUGD menyatakan, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Di sisi lain, Pasal 11 menyebutkan, sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, yaitu guru harus sudah mempunyai kualifikasi akademik pendidikan S-1 serta menjalani pendidikan profesi. Masalah lainnya timbul pada pasal 13, karena biaya untuk sertifikasi guru harus menjadi beban pemerintah pusat dan daerah, sedangkan anggaran pendidikan 20% belum terealisasikan. Sedangkan dalam data Depdiknas tahun 2004, menunjukkan bahwa guru yang belum memenuhi kualifikasi akademis cukup besar. Jumlah total guru saat ini di Indonesia mencapai 2,7 juta orang, sedangkan guru yang sudah berstatus S-1 baru mencapai 900.000 orang. Dapat dibayangkan anggaran yang harus dipersiapkan baik pemerintah daerah maupun pusat. Sangat disayangkan kalau nantinya kekurangan anggaran menjadi alasan adanya pungutan maupun percaloan terhadap para guru menjelang uji sertifikasi guru.
Uji Kompetensi

Pelaksanaan uji kompetensi guru dilaksanakan tahun ini setelah Peraturan Mendiknas No. 18/ 2007 tentang pelaksanaan sertifikasi guru diterbitkan, padahal target Departemen Pendidikan Nasional tahun 2006 salah satunya adalah sertifikasi 150.000 guru negeri dan 100.000 guru swasta. Telatnya peraturan ini juga mempengaruhi sosialisasi dan pelaksanaan uji kompetensi. Persebaran kualifikasi, kompetensi penguasaan materi, kompetensi sosial-personal, kompetensi pembelajaran, menjadi tuntutan penting selama uji kompetensi perlu persiapan agar pelaksanaan efektif dan efisien, apalagi metode portofolio mensyaratkan kesiapan pemenuhan data dan bukti profesionalitas guru, walaupun demikian, pendidikan dan latihan (diklat) menjadi alternatif pelaksanaan, walaupun hasilnya bukan tanpa cacat nantinya.

Melihat banyaknya celah pelanggaran yang dapat dilakukan mulai dari penyuapan, pungutan liar, dan permainan kotor lainnya, tentu diharapkan kesiapan para guru, tim penilai, pemerintah, serta lembaga-lembaga balai pelatihan kependidikan. Kalau dirasa jangka waktu antara sosialisasi dan kesiapan fasilitas, serta pelaksanaan uji kompetensi tidak tepat, ada baiknya masing-masing pihak dapat bijak untuk menangguhkan atau paling tidak mengakselerasi bagian dari tahapan-tahapan pelaksanaan yang berjalan lambat.

catt: artikelku yang lama hilang ketemu jg, pernah masuk sindo.
READ MORE [...]

Quo Vadis Keistimewaan

Pemerintah berasal dari persetujuan dari yang diperintah, demikian ajaran John Locke, liberalis barat. Idenya membangkrutkan sistem warisan kepemimpinan politik patriarkis yang pada masanya dianggap tersahih. Pemikirannya pula memberi inspirasi bagi Thomas Jeferson dan Rousseau yang menyatakan kesepakatan masyarakat adalah dasar legitimasi kekuasaan diantara manusia. Karena sesungguhnya eksistensi penguasa berasal dari kesepakatan rakyat, sang pemilik kekuasaan tertinggi yang kemudian dikenal dengan istilah demokrasi. Konstruksi pemikiran inilah yang mendasari relasi normatif penguasa dan rakyat.

Di negara-negara yang demokrasinya sudah matang, seorang calon pemimpin telah terbaca rekam jejaknya berkat keandalannya dalam mengatasi masalah sosial, memobilisasi dukungan dan mengorganisasi warganya. Ia tidak lahir begitu saja dengan wangsit apalagi titah partai tetapi besar dari bawah dan berpengalaman dalam mengatasi masalah kewargaan. Indonesia baru mengalami pasang surut demokrasi dalam gemerlap pemilihan langsung dalam setiap pimpinan daerah. Transisi demokrasi inilah yang pada akhirnya masih meninggalkan berbagai masalah. Salah satunya amanat UUD 1945 pasal 18B ayat (1) yang menyatakan pengakuan negara atas pemerintahan yang bersifat istimewa yang nantinya akan diatur dalam undang-undang.

Demokrasi Budaya
Kini polemik keistimewaan DIY terjadi kembali. Padahal lima tahun yang lalu hal yang sama terjadi dan solusinya adalah penetapan sampai UUK selesai dan disahkan. Kenyataannya pemerintah pusat tidak serius atau malah mengabaikan. Manuver politik Sultan Hamengku Buwono IX belakangan inilah yang pada akhirnya menyebabkan kepanikan pemerintah pusat dan kegegeran di DIY.

Belum selesainya RUUK tentunya dapat dilihat sebagai bentuk kebingungan pemerintah pusat, sehingga idealnya pemerintah pusat harus turun langsung dan bermediasi dengan semua pihak terkait RUUK DIY. Kelihatan sekali memang pemerintah pusat kebingungan dan terkesan ragu-ragu, tidak saja karena status keistimewaan namun Sultan sebagai seorang tokoh yang kharismatik dan berwibawa memilih jalur ”diam dan bermanuver.” Kesan “diam” ditunjukkan Sultan dengan tidak ingin berkomentar apapun tentang keistimewaan terlebih pada beberapa usulan draft yang dirancang beberapa pihak dan membiarkan putusan pada pemerintah pusat sedangkan kesan ”manuver”nya dapat dilihat dari rangkaian pernyataan beliau mulai dari Orasi Budaya April 2007 silam hingga tidak dianggarkannya anggaran Pilkada DIY pada APBD DIY 2008.

Bagaimanapun juga RUUK harus diselesaikan pemerintah pusat supaya ada produk final atas keistimewaan dan masalah persetujuan atau tidak nantinya akan ada mekanisme tersendiri. Bukankah demokrasi telah menggariskan bahwa rakyat memiliki kedaulatan namun bukan berarti nantinya berujung pada anarkisme rakyat. DIY punya cita rasa sendiri. Pemerintahan DIY merupakan pembelajaran baru dalam demokrasi. Istilah demokrasi budaya mungkin dapat diambil. Dapat dikatakan DIY adalah kerajaan setingkat provinsi di republik ini yang selama ini dipimpin seorang sultan. Buku-buku pelajaran mengenalkan provinsi DIY bukan provinsi Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat tetapi disisi lain nilai budaya keraton (baca: kepemimpinan) telah menyatu pada wilayah ini. Sultan adalah gubernur dan gubernur itu adalah sultan. Kondisi tentu membawa konsekuensi kesejajaran antara hak-hak budaya dengan hak-hak demokrasi.

Dekadensi Dramatis
Karakter keistimewaan DIY yang selama ini dilabeli dengan keterbukaan, kesediaan berdialog, pluralis, inklusif, dan menghormati perbedaan kini tampak tergerus, proses deliberatif dalam penyusunan status keistimewaan pada awalnya kini mengalami dekadensi yang dramatis. Menurut Wawan Mas’udi, Dosen Fisipol UGM, setidaknya ada dua substansi yang dapat dijelaskan. Pertama, mandul dan macetnya kekuatan intermediari. Dalam demokrasi, rakyat menjadi acuan kebijakan publik sehingga kompleksitas permasalahan rakyat itu harus tersalurkan pada pipa aspirasi. Ironisnya, pipa aspirasi seperti partai politik, lembaga perwakilan, kelompok penekan jauh dari perdebatan yang dilokalisir pada ruang-ruang sidang. Akhirnya rakyat mengambil kesimpulan sendiri dan mengadakan ”sidang rakyat.” Kedua, rendahnya sensitivitas pemerintah pusat. Kini pemerintah tergopoh-gopoh karena rakyat telah bergerak. Pusat telah kehilangn momentum untuk secara maksimal menyelesaikan pengaturan keistimewaan DIY.

Dalam sifat Democratic Elit yang otonom, kebal akan gugatan dari siapapun di luar kelompoknya sehingga memunculkan ketidakseimbangan dalam masyarakat sebagai natural and given factor. Peranan dan eksistensi elit akan memberikan kontribusi pada kualitas demokrasi. Asumsinya, dalam suatu sistem yang demokratis, pergulatan kompetitif untuk memilih elit selalu ada, sehingga tirani dapat dikekang; negara adalah arena yang netral, para elit dapat bersaing dengan “bebasnya” karena negara sama sekali tidak mempunyai kepentingan politik. Elit tidak membaca semua sudut yang terjadi di DIY sehingga apapun keputusannya, pemerintah pusat termasuk DPR akan dibaca dari sudut pandang politisasi isu keistimewaan.

Semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah, dan seluruh rakyat harus menghargai sikap politik Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII ketika menyatakan Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah inilah yang mengikat semua puhak danmenjadi acuan ketika memutuskan status keistimewaan DIY maupun hal yang lebih jauh seperti keluar dari NKRI. Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII telah memutuskan sikap politik yang begitu cepat, melepaskan sebagian kekuasaannya dan bergabung dengan NKRI. Ini merupakan kesepakatan yang yang menandai babak baru dalam sejarah DIY dan NKRI.

Langkah apapun pada akhirnya harus berkesimpulan pada status keistimewaan yang membawa makna nyata bagi kesejahteraan masyarakat DIY.


Mari Berdiskusi !
READ MORE [...]

Quo Vadis Presidensial

Presiden diangkat dari suatu proses popular election dan menjadi pelaksana tugas-tugas pemerintahan (kepala pemerintahan) sebagaimana disyaratkan dalam sistem presidensial yang kini digunakan republik ini sehingga presiden tidak dapat dengan mudah dijatuhkan oleh parlemen. Namun bukan berarti peran parlemen habis karena presidensial menghendaki checks and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif dan bukan peran yang lebih diantara keduanya.

Desain ini bukan tanpa masalah, setidaknya reduksi kekuasaan presiden dengan adanya campur tangan parlemen dalam penunjukan pejabat publik seperti pemilihan Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI, dan Kapolri menjadi arena pertarungan politik. Pekerjaan pemerintah bukan saja mengurusi pemilihan pejabat publik semata namun bagaimana peran pejabat publik beserta lembaganya tidak terhambat. Contoh yang sama juga terjadi terhadap hak prerogatif presiden dalam memilih para menteri karena praktiknya partai politik berlomba menyodorkan kadernya sehingga kabinet pelangi atas lobi partai yang terbentuk.

Sistem pemerintahan presidensial yang dianggap kuat sebagaimana desain UUD 1945 akhirnya tereduksi. Alih-alih berjalannya checks and balances system malah sistem ini dijadikan alat persaingan politik antara parlemen dan presiden untuk merebut pengaruh dan eksistensi kelembagaan. Dalih amanat undang-undang yang mengharuskan persetujuan parlemen serta praktik di lapangan semakin menegaskan kelemahan sistem ini. Pantas rasanya dipertanyakan efektifitas dan efisiensi birokrasi presidensial dan sampai kapan hal ini akan terus berlanjut tanpa perbaikan berarti.

Indonesia pada akhirnya akan dikenal sebagai negara yang banyak melakukan sistem hibrida dalam pemerintahannya. Cerminan sistem pemerintahan yang presidensial namun mensyaratkan campur tangan parlemen dalam beberapa hal sebagaimana berjalannya sistem parlementer sementara sistem parlemennya pun sulit dijelaskan apakah bikameral atau trikameral. Negara ini dapat dikatakan berani menciptakan desain pemerintahannya sendiri namun disisi lain desain tersebut malah menciptakan keruwetan birokrasi dan kian memperpanjang daftar masalah ketatanegaraan.

Beberapa hal dapat dilakukan agar efektifitas dan efisiensi sistem presidensial berjalan karena telah begitu banyak terjadi perubahan ketatanegaraan pasca amandemen UUD 1945. Sehingga antara penolakan maupun dukungan atas sistem yang kini ada maka diperlukan langkah-langkah pendewasaan politik dan kelembagaan. Pertama, penggunaan prinsip-prinsip hubungan yang jelas seperti asas dan etika politik, norma kelembagaan, kebersamaan, keterbukaan, komunikasi timbal balik, dan mengutamakan kepentingan umum. Hal ini dapat mengikis ego individu maupun golongan serta pendewasaan berpolitik para politisi negeri ini. Kedua, bentuk hubungan yang konkrit antara keduanya sebagaimana hubungan kemitraan berdasarkan peraturan perundang-undanganan, menghormati tupoksi masing-masing, dan komunikasi intensif agar ada keseimbangan informasi dan transparansi. Kewenangan dan tanggung jawab para pihak harus dijawab dengan langkah-langkah nyata dan tolak ukur keberhasilan ini semua adalah terciptanya hubungan yang komunikatif serta pemerintahan yang efektif dan efisien.

Bagaimanapun hak-hak yang dimiliki parlemen maupun presiden selayaknya terdedikasikan untuk rakyat. Keegoan individu dan golongan harus dilupakan demi kemajuan dan martabat bangsa. Bangsa ini butuh solusi konkret karena beban hidup di negeri ”kaya” ini semakin tinggi.
READ MORE [...]

Dukung Energi Nuklir di Indonesia

Perencanaan opsi nuklir telah dimulai tahun 2000, tahun 2005 pemerintah sepakat dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir pertama (PLTN 1), dan rencananya tahun 2010 konstruksi awal PLTN 1 dimulai sehingga tahun 2016-2017 PLTN 1 sudah dapat beroperasi. Target pada tahun 2025-2026, di Indonesia telah beroperasi empat PLTN. Roadmap kontruksi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) setidaknya memberikan gambaran angka kebutuhan listrik tanah air.

Penentuan wilayah semenanjung Muria, Jawa Tengah sebagai wilayah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah memicu protes berbagai pihak. Tampaknya banyak masyarakat belum mendapat sosialisasi komprehansif dalam pemanfaatan dan peran strategis energi nuklir di masa depan. Peningkatan populasi penduduk yang berbanding lurus dengan kebutuhan energi, apalagi tren penduduk menunjukkan perkembangan penduduk agricultural menuju industrial, menipisnya cadangan sumber energi konvensional (minyak bumi, gas), serta keterbatasan daya dukung lingkungan terhadap efek penggunaan sumber energi konvensional adalah sebagian alasan pemilihan energi nuklir sebagai alternatif dan cadangan kebutuhan energi dalam negeri.

Tampilnya kesan buruk energi nuklir terhadap lingkungan hidup menyebabkan sisi-sisi potensi positif energi listrik tertutupi. Energi nuklir memiliki kelemahan yang sama dengan energi konvensional lainnya, seperti potensi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Masalah keamanan konstruksi PLTN yang menjadi penolakan karena kekhawatiran akan kebocoran radioaktif tentunya telah dipikirkan, sehingga pemilihan wilayah konstruksi PLTN di semenanjung muria dinilai tepat karena kondisi tanah yang stabil.

Rusia, Perancis, dan beberapa negara eropa barat lainnya merupakan contoh negara-negara yang telah memanfaatkan energi nuklir dalam menghidupi kebutuhan listrik, baik pemukiman maupun industri. Tragedi Chernobyl maupun kasus tumpahan limbah radioaktif seharusnya tidak menjadi alasan meniadakan pengembangan energi nuklir di Indonesia. Daya dukung konstruksi, teknologi pengolahan uranium sebagai bahan baku energi nuklir, serta pengolahan limbah radioaktif yang harus dioptimalkan.

Kebutuhan akan listrik adalah primer, apalagi berkaitan dengan pembangunan yang sedang berjalan. Berapa banyak investor yang keluar Indonesia karena macetnya suplai listrik industri. Berapa kerugian yang diderita perusahaan dan industri kecil menengah selama krisis listrik melanda Indonesia khususnya daerah Jawa, Madura dan Bali, sementara di sisi lain ternyata masih ada wilayah Indonesia yang belum terjangkau listrik.

Beberapa pihak yang menolak energi nuklir, mengajungan energi alternatif lainnya, seperti Biofuel, fuel cell, micro hydro. Kenyataannya energi alternatif ini belum siap untuk segera berproduksi, masih diperlukan penelitian, pengembangan, dan perencanaan yang lebih luas. Tentunya ketidaksiapan ini berpengaruh pada cadangan dan pemanfaatan energi secepat mungkin. Para pihak, baik yang pro dan kontra sepantasnya untuk berpikir lebih luas dan mencari jalan yang riil, solutif, dan aplikatif karena kebutuhan listrik nasional sudah mendesak.

Harapannya tentu saja terhadap pemerintah agar tidak sekedar berwacana dalam pengembangan berbagai alternatif energi nasional. Realisasikan pengembangan energi non-konvensional, baik energi nuklir maupun energi terbarukan sehingga dapat menunjang kebutuhan listrik nasional.
READ MORE [...]

Tantangan Energi Nasional

Indonesia telah meratifikasi UNFCCC (Undang-Undang No. 6/1994) and Kyoto Protocol (Undang-Undang No. 17/2004). Untuk melaksanakan kesepakatan-kesepakatan dalam Kyoto Protocol yang berlaku sampai dengan tahun 2012 terutama yang berkaitan dengan carbon trading melalui Clean Development Mechanism/ CDM, Indonesia telah membentuk Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 206/2005.

Tantangannya tidak sekedar terjawab dengan mekanisme regulasi energi saja namun bagaimana menjaga keamanan energi (energy security), ketersediaan energi secara terus-menerus dalam berbagai bentuk dengan jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau. Kesadaran bahwa sektor energi berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia, mengingat sumber penerimaan negara kurang lebih 35% dari APBN dari sektor energi, kebutuhan bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar sektor industri, rumah tangga, industri, dan transportasi, serta dampaknya pada pengusahaan di sektor energi yang memicu kegiatan ekonomi lainnya, sebagai contoh: pengusahaan pertambangan (batubara, minyak bumi, dan gas bumi) dapat menumbuhkan kegiatan lain di wilayah tersebut, pemakaian biofuel untuk pengganti BBM menumbuhkan kegiatan di sektor pertanian, perindustrian, & perdagangan.

Ketersediaan energi diperlukan untuk melanjutkan pembangunan ekonomi yang guna menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan. Sehingga untuk menjaga kelangsungan peran energi dalam pembangunan, sejak awal 1980’an Indonesia telah memiliki Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) yang secara periodik dievaluasi dan diperbarui sesuai dengan kondisi dan situasi nasional. Pada dasarnya KUBE terdiri dari tiga langkah utama yaitu intensifikasi pencarian sumber energi, diversifikasi energi, konservasi energi.

Langkah yang diambil pemerintah, seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang menargetkan bahwa pada tahun 2025 tercapai elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu), energi (primer) mix yang optimal, serta energi baru dan terbarukan menjadi prioritas untuk dimanfaatkan. Perpres No. 5 Tahun 2006 berfungsi optimal sampai 2025, sesudah itu dibutuhkan kebijakan baru untuk mempertahankan Indonesia dalam level low-carbon growth.

Pelaksanaan efektif regulasi
Konsumsi energi akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi. Karena itu emisi karbon dari sektor energi akan terus meningkat. Strategi pengurangan emisi karbon dari sektor energi yang paling optimal ditinjau dari pengurangan emisi dan biaya yang diperlukan adalah dengan menggunakan skenario Perpres No. 5/2006 yang meliputi konservasi energi dan diversifikasi energi terutama energi terbarukan.

Lahirnya UU No. 30/2007 tentang Energi pada tanggal 10 Agustus 2007, menjadi landasan hukum yang utama bagi pelaksanaan program energi yang tujuannya untuk menjamin keamanan energi nasional dan terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan dukungan dan partisipasi aktif semua stakeholder, kalangan perguruan tinggi, masyarakat, organisasi non-pemerintah.
READ MORE [...]

Tak Dapat Ditarik dari Sejarah

TAK DAPAT DITARIK DARI SEJARAH
Oleh : Maringan Wahyudianto

”Mereka adalah anak-anak muda yang telah beriman kepada Tuhan mereka, lalu kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (Al Kahfi 13)

Prolog
Satu dasawarsa yang lalu, tepatnya tanggal 29 Maret 1998, dibacakanlah Deklarasi Malang sebagai proklamasi kelahiran sebuah organ gerakan mahasiswa muslim yang baru, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Pembacaan dilakukan oleh Fahri Hamzah, yang kemudian didaulat menjadi ketua pertama dengan didampingi Haryo Setyoko sebagai sekretaris umum. Peristiwa bersejarah itu kemudian diabadikan sebagai hari milad KAMMI.

KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif mahasiswa yang berbasis mahasiswa muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang. Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63 kampus (PTN-PTS) di seluruh Indonesia. Jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabene para aktivis dakwah kampus. Sejak berdiri sampai 25 April 1998 saja, sebagai gerakan aksi, KAMMI telah menggelar ratusan aksi dengan ribuan massa di berbagai daerah di Indonesia, hal yang tidak lazim bagi gerakan aksi yang belum genap satu bulan umurnya.

Usia satu dasawarsa ini tampaknya kurang tepat kembali mempertanyakan latar belakang pendirian KAMMI namun signifikansi kelahiran KAMMI, perkembangan, dan kontribusinya sebagai salah satu organ gerakan mahasiswa pembawa gerbong reformasi Indonesia yang kini harus dipertanyakan. Semisal visi dan misi KAMMI yang ”melangit” namun apakah pencapainnya sebanding ataukah di kaki bukit. Pembuktian atas sejarah dan eksistensi KAMMI sebagai generasi inteligensia muslim generasi keenam .

Indonesia baru di depan mata. Walaupun menyebut Indonesia baru terasa “ambisius” dan terlalu bersemangat. Mungkin karena pendekatan sense of victory -kesadaran semata-mata sebagi pemenang atau penerima hibah kekuasaan- ketimbang sense of crisis dan sense of responsibility. Setidaknya Indonesia baru pasca reformasi 1998 merupakan Political dream ketiga bagi bangsa Indonesia. Tantangan KAMMI untuk mendeskripsikan Indonesia baru sesuai kredo gerakannya.

Tahapan Ideologi KAMMI
Lebih dari 80 tahun setelah kata-kata ”Islam” digunakan secara eksplisit sebagai nama perhimpunan Serikat (dagang) Islam, kata yang sama juga atau derivatnya seperti ”Muslim” masih tetap dipakai secara luas sebagai nama-nama dari partai politik dan kelompok-kelompok aksi. Lebih dari 70 tahun setelah kata ”Islam” (Islamieten dalam bahasa Belanda) pertama kali. Dipakai pada organisasi pelajar, Jong Islamieten Bond (JIB), istilah yang sama kini terus dipakai perkumpulan inteligensia dan mahasiswa, seperti Ikatan Cendikiaawan ”Muslim” se-Indonesia (ICMI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa ”Muslim” Indonesia (KAMMI) . Kata-kata ”Islam” ataupun ”Muslim” bukan sekedar label namun simbolisasi keyakinan, paradigma, dan perjuangan.

Inti dari Islam adalah tauhid, memurnikan penyembahan dan peribadatan hanya untuk Allah swt. Implikasi konkritnya bagi KAMMI merupakan gerakan tauhid dengan dua makna dasarnya. Pertama, pembebasan (liberation) manusia dari berbagai jenis penyembahan dan mengembalikannya pada tempatnya yang haq Allah SWT. Kedua, deklarasi (declaration) tata sosial masyarakat Islami sebagai antitesis tata sosial materialisme jahiliyyah.

Prinsip-prinsip yang menurut Ismail al-Faruqi harus memenuhi beberapa kriteria, kesatuan, rasionalisme dan toleransi. Dengan kesatuan, Tuhan beserta kekuasaan yang meliputi-Nya menjadi pusat orientasi semua karya. Kemudian, melalui rasionalisme, Islam sangat menolak semua karya yang tidak berkaitan dengan realitas. Bahkan rasionalismelah yang membuat Islam sangat terbuka dengan hal-hal yang baru. Kemudian toleransi yang membuat Islam menerima semua yang tampak sampai kepalsuannya terungkap. Ketiga prinsip ini yang secara beruntun telah menuntun Islam dalam pencapaian kebudayaan yang tinggi.

Dalam Paradigma Gerakan KAMMI, poin pertama disebutkan bahwa KAMMI adalah Gerakan Da’wah Tauhid, syarah yang diberikan adalah sebagai berikut:
a.Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan pembebasan manusia dari berbagai bentuk penghambaannya terhadap materi, nalar, dan sesama manusia, dan mengembalikannya pada tempatnya yang sesungguhnya: Allah swt.
b.Gerakan Da’wah Tauhid merupakan gerakan yang menyerukan deklarasi tata peradaban kemanusiaan yang berdasar pada nilai-nilai universal wahyu ketuhanan (illahiyyah) yang mewujudkan Islam sebagai rahmat semesta (rahmatan lil ‘alamin).
c.Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan perjuangan berkelanjutan untuk menegakkan nilai kebaikan universal dan meruntuhkan tirani kemungkaran (amar ma’ruh nahi munkar)

Di titik ini, akan sangat berkesesuaian dengan Prinsip Gerakan KAMMI, yang terdiri dari enam poin:
a.Kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI
b.Kebathilan adalah musuh abadi KAMMI
c.Solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI
d.Perbaikan adalah tradisi perjungan KAMMI
e.Kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI
f.Persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI
Ideologi adalah cara pandang, cara gerak dan aplikasi tindakan. Ideologi bukan hanya wacana atau bahan diskusi yg tersembunyi di puncak menara gading intelektual. Ideologi adalah perbuatan nyata. Karena itu, Kredo Gerakan KAMMI mengikrarkan diri:
“Kami adalah orang-orang yang senantiasa menyiapkan diri untuk masa depan Islam. Kami bukanlah orang yang suka berleha-leha, minimalis dan loyo. Kami senantiasa bertebaran di dalam kehidupan, melakukan eksperimen yang terencana, dan kami adalah orang-orang progressif yang bebas dari kejumudan, karena kami memandang bahwa kehidupan ini adalah tempat untuk belajar agar kami dan para penerus kami menjadi perebut kemenangan yang hanya akan kami persembahkan untuk Islam.”

Berpikir Untuk Indonesia
Reformasi telah berjalan satu dasawarsa, saatnya berpikir tentang ke-Indonesian. Sumbangsih terhadap republik ini tentunya tidak kalah seru dan menarik untuk segera digarap. Ada lahan amal dalam memperbaiki kondisi bangsa dan negara. Menjadikan Indonesia sebagai lahan pembelajaran tentunya lebih tepat ketimbang berdebat dalam bentuk khilafah untuk saat ini. Bilamana kesempatan itu datang tentunya umat telah siap mengelola segala potensi yang ada dengan bekal yang selama ini ada.

Berkaca pada perjalanan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa islam, mari dipetakan peran KAMMI yang ada selama ini, apakah dalam kategori perbaikan umat, bangsa atau malah untuk diri organisasi (eksistensi). Pilihan apa yang diambil akan menunjukkan wawasan KAMMI secara keseluruhan. Wawasan kebangsaan, keumatan atau eksistensi pasca punya “gelar” di kancah reformasi.

QS 9:105 menyatakan “Dan katakanlah, beramallah kalian, maka Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin akan melihat amal kalian.” Kontribusi KAMMI adalah implementasi iman untuk bangsa sekaligus umat. Keterkaitan ini seharusnya dimaknai bahwa ada signifikansi KAMMI bergerak selama ini. Sehingga kebutusan solusi problematika bangsa dapat mendukung solusi problematika umat, begitupun sebaliknya. Inti komitmen terhadap Islam adalah komitmen kepada tatanan sosial yang adil, egaliter dan nireksploitasi merupakan semangat Islam yang sejati.

Dari kacamata tersebut, dapat dinilai apakah di saat wawasan kebangsaan atas masalah bangsa dan negara dibutuhkan KAMMI dapat merespon, apakah disaat wawasan keumatan diperlukan lantas KAMMI sigap menjawab, ataukah diam dengan alasan masih memperbaiki atau menunggu konsolidasi internal gerakan. Minimnya pernyataan sikap KAMMI atas berbagai kondisi di Indonesia, membuktikan KAMMI hanya milik dirinya sendiri atau minimal dengan klaim atas nama umat islam.

Memaknai Muslim Negarawan
Ubermensch, manusia unggulan versi Nietzsche, memiliki konsep layaknya “superman” yang memiliki kemampuan di atas manusia biasa namun keunggulannya cenderung ke arah individualisme, hedonis, tipe manusia homo homini lupus. Jelas berbeda dengan cita-cita KAMMI., yang mempersiapkan kadernya menjadi pemimpin masa depan yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat islami di Indonesia. Poin pemimpin dan masyarakat islami dimaknai bahwa KAMMI tidak sendiri namun ada berbagai elemen pendukung dan bukan pula menciptakan negara baru di bumi nusantara.

Seperti kata Ali Syari’ati, dengan merujuk kepada semangat yang membangun suatu peradaban yang penuh dengan kemakmuran dan kekuatan, dan semangat yang melahirkan suatu kebudayaan yang dilimpahi dengan pemikiran-pemikiran yang mencengangkan, dan perasaan yang dipenuhi oleh kesucian jiwa dan kedalaman intelektual serta cahaya hati.

Upaya lain yang harus dilakukan kader KAMMI yakni melakukan transformasi identitas dari gerakan islam bercitra kebangsaan" menuju ke "gerakan nasional berjiwa pluralis." Dengan cara demikian, maka ia akan mampu membuat lompatan politik yang melintas-batas dan menembus sekat agama, etnis, dan kepentingan eksklusif. Dalam hal ini, pilihan menggandeng berbagai organisasi lain diluar oraganisasi islam dapat membantu proses transformasi identitas politik, dan membuka saluran dan agregasi politik guna mengakomodasi aspirasi berbagai golongan. Saatnya KAMMI mematahkan tesis klasik, yang pernah dikemukakan sosiolog Belanda, WF Wertheim, bahwa umat Islam Indonesia itu mengidap sindrom inferiority complex "mayoritas dalam angka, namun minoritas dalam politik."

Tradisi KAMMI
Gerakan KAMMI adalah gerakan dakwah yang mempunyai kekhasan secara global, gerakan yang tidak mempunyai kemandirian secara metodelogis, gerakan politik yang terjebak pada mekanisme praksis.

Perlu dirumuskan sebuah kurikulum pendidikan politik yang sistemik sehingga bisa digunakan sebagai instrumen pencerdasan politik masyarakat. Sekali lagi, KAMMI bisa menjadi fasilitator dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berbicara menyalurkan keluh-kesah dan aspirasinya. Biarlah masyarakat berbicara dengan bahasa mereka sendiri, jangan eksploitasi aspirasi masyarakat untuk kepentingan KAMMI.

Berikan ruang misalnya dengan mengundang elemen masyarakat ke dalam sebuah forum yang di dalamnya mereka bisa mengeluarkan uneg-uneg dan keluh kesahnya. Dari sini, akan diketahui masalah-masalah yang secara langsung dirasakan masyarakat. Kalau masalah gerak (aksi) tinggal kita menyatukan langkah saja dengan aspirasi mereka. Inilah yang mungkin dinamakan kita bergerak bersama-sama rakyat dimana jargon inilah yang selalau dikumandangkan sejak awal berdirinya KAMMI sampai sekarang.

Meminjam istilah Jallaludin Rahmat, Berpikir kritis itu = logika + Referensi. Dapat ditarik benang merah bahwa pergulatan wacana itu penting untuk melatih budaya kritis dan melatih beradu konsep. Satu poin penting dalam kebiasaan aktivitas pergualatan wacana adalah terbukanya sebuah wawasan pola pikir yang jeli melihat berbagai macam kemungkinan realitas yang akan ditemukan ke depan.

Itu semua akan terbangun ketika para aktivis KAMMI banyak membaca referensi (buku-buku sebagai basis teori), sharing (berbagi) cerita dengan para pendahulu, menimba pengalaman dengan teman-teman gerakan dan kampus lain serta membudayakan tradisi berdialektika (berdiskusi yang argumentatif).

Tantangan Kelembagaan
Kini dan ke depan begitu banyak tantangan muncul di hadapan KAMMI. Perlu kesiapan infrastruktur dan suprastruktur yang rapi dan siap atas perubahan yang terjadi. Seandainya saja, jumlah kader KAMMI di daerah fokus saja pada satu kasus korupsi, maka terbayang sudah bagaimana gerakan KAMMI mampu mendobrak, apalagi kalau berhasil, berapa aset dan kekayaan negara yang dapat diselamatkan. Untuk itu perlu beberapa langkah berani dan strategis yang dapat ditempuh KAMMI.

Pertama, KAMMI perlu melakukan langkah advokasi untuk membela rakyat yang tertindas. Dalam manajemen dakwah, advokasi adalah jurus ampuh yang mampu menggantikan tuntutan abstrak menjadi konkret. Kedua, menggali potensi media termasuk budaya baca dan tulis kader sebagai institusi pembentuk opini. Melalui konteks ini dapat disaksikan betapa media memiliki kemampuan dan pengaruh sosial yang luar biasa, khususnya dalam menentang wewenang kelembagaan yang telah mapan. Gambaran yang dibuat media mampu membangun stereotip tertentu sebagai hasil cetakan yang muncul mengenai gambaran realitas yang ada, semisal kelompok garis keras, teroris, dan fanatik. Ketiga, sebagai kader intelektual muslim tentunya KAMMI pun harus bisa menelurkan karya-karya intelektual, seperti teori-teori sosial, budaya yang dihasilkan selama proses interaksi dari berbagai wacana dan realita masyarakat. Keempat, mengembangkan ketrampilan teknokratis KAMMI agar sejajar dengan lembaga pembuat kebijakan. Sebagai gerakan advokasi, yang dilakukan KAMMI selain melayani kebutuhan untuk mengkritisi sebuah peraturan dan kebjikan publik juga dapat memfasilitasi pembuatan legal draft. Kelima, perkuat konsepsi dan agenda gerakan dalam membangun nasionalisme Indonesia, dengan tetap dilandasi semangat perbaikan dan integrasi nasional serta konsistensi pada lima agenda perjuangan pemuda dan mahasiswa.

Bagian Sejarah Bangsa
Daniel Boorstin, mengatakan bahwa Pemimpin dikenal karena prestasi mereka, sedangkan selebritis dikenal karena ketenaran mereka. Pemimpin mencerminkan kemungkinan hakekat manusia, sedangkan selebritis kemungkinan besar karena pers dan media. Selebritis adalah orang yang membuat berita, tetapi para pemimpin adalah orang yang membuat sejarah. Asy Syahid Hasan Al Banna mengatakan, bahwa terbangunnya jiwa-jiwa yang hidup, kuat, tangguh , hati yang segar dengan memiliki semangat yang berkobar, jiwa-jiwa optimis yang merindukan tujuan dan nilai yang lurus akan menjadikan rangsangan untuk kebangkitan ummat. Fathi Yakan seorang tokoh pergerakan pemuda Islam mengatakan: “Semua ideologi yang berorientasi kepada strategi revolusi, menganggap pemuda sebagai tenaga paling revolusioner yang telah dan terjadi di seantero dunia ini.”

Ir. Soekarno berkata, “jangan datangkan padaku seribu orang tua, cukup sepuluh pemuda saja, maka akan aku goncangkan dunia ini.” Karena itulah, kebangkitan Islam sebagai inspirasi bagi kebangkitan KAMMI harus mampu melahirkan para pemikir dan pemimpin masa depan bahkan tokoh-tokoh yang berpengaruh pada masyarakat yang dibuktikan dengan berbagai karya besar dan monumental. Sejalan dengan itu Anis Matta menyatakan peluang para pemimpin gerakan merebut kepemimpinan masa depan bangsa, karena tipikal kepemimpinan nasional masa depan adalah tipikal kepemimpinan krisis yang terdapat tiga unsur sekaligus, yakni integritas, pengetahuan dan kepemimpinan.

Oleh karena itu langkah - langkah strategis yang mungkin bisa dilakukan adalah melakukan penguatan organisasi baik secara struktural dan kultural. KAMMI dalam segala dimensinya ternyata telah mampu mendobrak belantika gerakan dan politik bangsa. Arah kebangkitannya telah mengguncangkan alam akal dan pikiran serta perilaku untuk meraih visi besar yang diusungnya? Memang tidak bisa dipungkiri sejarah telah mencatat bahwa mayoritas pendobrak itu berasal dari kaum muda, kisah ashhabul kahfi pendobrak raja diktator dan bengis, pemuda Ali Bin Abi Thalib, Ammar Bin Yasir, Zaid Bin Haritsah dan sebagainya. Para pemuda itulah yang mula-mula menyambut dakwah dan menjadi pendukung Rasulullah SAW. Selain mereka masih banyak lagi figur pemuda yang telah membuktikan kualitasnya dalam berislam, beriman dan berjuang di jalan Allah, dan sekarang KAMMI pun tercatat dalam tinta sejarah kaum muda dan bangsa.

Epilog
Sejarah adalah serangkaian dongeng yang yang telah disepakati. Demikianlah menurut Voltaire. Media ingatan kolektif digunakan untuk menguasai ingatan, sekaligus untuk mengendalikan proses mengingat itu. Kalim Siddiqui menerangkan bahwa sejarah tidak menaruh belas kasihan dan tidak bersifat parsial dalam membahas kesalahan dan deviasi. Sejarah tidak toleran dalam segala tingkatan distorsi kebenaran, betapapun bermakna dan orisinilnya motif manusia yang ada di baliknya.
Telah terukir pula bahwa KAMMI sebagai gerakan mahasiswa islam pada satu dasawarsa lalu berani mengambil sikap untuk turun ke jalan bersama-sama gerakan-gerakan lain mengambil peran sentral dalam reformasi negeri ini. Kelahiran KAMMI merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Latar belakang yang menyebabkan lahirnya KAMMI menuntut untuk terus berdiri kokoh menentang kezaliman di muka bumi ini. Idealisme kemahasiswaan dan ke-Indonesiaan yang dimiliki KAMMI niscaya menjadi pemantik bagi bara perjuangan berikutnya.
Satu dasawarasa usia KAMMI, tentunya harus lebih matang. Baik dalam pengelolaan kadernya maupun ketika mengambil keputusan politik etis-strategisnya. Jangan sampai KAMMI terjebak dalam euforia politik praktis yang seringkali menjerembabkan dalam jurang pragmatisme. Pada pandangan menatap masa depan, KAMMI terus bergerak menuntaskan perubahan yang selalu abadi. KAMMI telah lahir dan tak dapat ditarik dari sejarah.



Daftar Pustaka
Andi Rahmat dan Mukhammad Najib, Gerakan Perlawanan Dari Masid Kampus, 2007
H.M. Anis Matta, Dari Gerakan Ke Negara, 2006
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam, 2002.
Tan Malaka, Madilog, 1999
Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, 1999
Eko Prasetyo, Islam Kiri: Melawan Kapitalisme Modal dari Wacana menuju Gerakan, 2002
Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa (Geneologi inteligensia muslim di Indonesia Abad ke-20), 2005
Forum LSM DIY, Indonesia Berkaca (Refleksi Kritis Atas Perubahan), 2000
Ardhi Rahman, Artikel Strategi Kebudayaan KAMMI (Risalah ‘re-Konstruksi’ Ideologi Gerakan KAMMI), Majalah Oposisi KAMMI UGM, Edisi 1/2006
Maringan Wahyudianto, Artikel refleksi, KAMMI, Kader Umat Atau Kader Bangsa, Buletin Cerdas KAMMI DIY, Edisi September 2007
Eko Prasetyo, Mendamba Islam sebagai Gerakan Sosial Baru, Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
READ MORE [...]

Solidaritas Asia - Afrika

Tepat 53 tahun yang lalu, Indonesia sebagai tuan rumah bersama empat negara sponsor yakni, India, Srilangka, Birma, Pakistan, Birma (sekarang Myanmar) melaksanaan pertemuan bersejarah di Bandung, Konferensi Asia Afrika.

Pasca konferensi, negara-negara sedang berkembang Asia-Afrika sebagai satu kekuatan yang baru bangkit dan merdeka, lebih kuat naik ke arena internasional. Konferensi Asia-Afrika pada setengah abad yang silam merupakan tonggak penting gerakan pembebasan bangsa Asia-Afrika. Semangat yang dikenal dengan Dasa Sila Bandung adalah poin kesetiakawanan, persahabatan dan kerja sama yang digagasi konferensi itu telah menjadi tenaga penggerak yang kuat selama setengah abad dalam usaha mendorong negara berkembang yang luas berjuang dengan gigih untuk mewujudkan kebangkitan bangsa dan mendorong kemajuan umat manusia.

Setelah memasuki abad baru, era globalisasi, benua Asia-Afrika yang merupakan dua tempat asal penting peradaban umat manusia, menghadapi peluang baru dalam persatuan, kerja sama dan pembangunan, sementara menghadapi tantangan serius pula. Dapat dikatakan terdapat hentakan keras terhadap Asia-Afrika kini. Harga pangan dunia yang melonjak tajam dan harga minyak mentah yamg mencapai 115 dollar per barelnya telah memicu resesi dunia selain faktor resesi amerika serikat yang telah terjadi sebelumnya.

Eropa telah bersatu ke dalam rumah barunya Uni Eropa, ASEAN kini berbenah menuju pasar bebas Asia, Afrika dengan forum multilateral Uni Afrika, Amerika Latin dibawah koordinasi Venezuela dan Bolivia menjelma menjadi kekuatan sosialis baru pasca Sovyet. Pengorganisasian negara-negara ini telah memainkan peran signifikan. Tetapi bagi keseluruhan negara-negara Asia-Afrika masih banyak kendala dan tantangan. Timur Tengah sampai hari ini tidak pernah damai. Konflik pendudukan Israel atas tanah Palestina menjadi penyebabnya selain reaksi dunia internasional atas pengembangan nuklir Iran. Konflik Afrika dulu dikenal karena rasisme dan kelaparan kini hal yang sama terjadi bahkan menyebar konflik horisontal/ perang saudara seperti di Sudan dan Zimbabwe. Kerjasama Selatan-Selatan yang digagas Afrika Selatan saat ini terjadi stagnasi. Anomali terjadi dengan China. China menjelma menjadi naga asia yang disegani. Berbagai prediksi internasional menyatakan dengan tegas eksistensi dan ketergantungan akan negeri berjulukan Tirai bambu ini. Walaupun China sendiri tidak terlepas dari isu pendudukannya atas negeri para biksu, Tibet.

Atas latar belakang yang beragam pula, pemimpin Asia-Afrika sekali lagi berkumpul di Indonesia pada tahun 2005 lalu pada Konferensi Asia-Afrika kedua (KAA II) di Jakarta, membahas bersama masalah yang sangat penting, yaitu persatuan dan kerja sama Asia-Afrika di bawah situasi baru. Penegasan bahwa Asia-Afrika dapat semakmur Uni Eropa dan Amerika. Tidak hanya milik Jepang, India, Korea Selatan dan China tapi seluruh bangsa Asia dan Afrika. Kemajuan 3 tahun terakhir pasca KAA II seharusnya mampu menjawab kebutuhan dan solusi atas kepentingan bersama. Solidaritas Asia-Afrika, mungkin kata yang tepat untuk menyatakan kesetiakawanan antar negara yang pernah menjadi pusat peradaban dunia.
READ MORE [...]

Coretan Untuk KAMMI Komisariat UGM

Bagaiman mungkin dunia yang sekarang tengelam dalam kejahiliyahan kemudian sekali-sekali meminta Islam memberikan solusi kepada permasalahannya. Semestinya Jalankan dahulu Islam secara menyeluruh baru menanyakan masih adakah masalah yang dapat diselesaikan oleh Islam” (Sayyid Qutb)

Perubahan sosial adalah sebuah proses panjang. Penyiapan struktur dan rekonstruksi kultural masyarakat memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang tidak sedikit. Posisi KAMMI dalam masyarakat sebagai garda depan perubahan menuntut adanya akselerasi kaderisasi. Ke depan, kader—yang dibesarkan oleh—KAMMI, akan menduduki posisi penting dalam struktur masyarakat. Mereka akan menjadi pioneer dalam proses perubahan masyarakat.

Di wilayah inilah, KAMMI menggebrak dengan Gerakan Ekstra Parlementer, Intelektual Profetik ataupun dengan Muslim Negarawannya, yaitu gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik. Ekstra parlementer, Intelektual profetik ataupun Muslim negarawan adalah proses membangun kesadaran, membentuk paradigma dan menggerakkan secara massif dan organik. yang lahir bukan hanya untuk berwacana atau menenggelamkan diri dalam lautan buku dan diskusi belaka atau sekedar demonstrasi, namun untuk membentuk sebuah paradigma baru mujahid cerdas (smart muslim fighter).

Dr. Ali Syari’ati berpendapat bahwa kesadaran itu tampak jelas dalam bentuk keimanan, ideologi dan perilaku orang yang mencari prinsip, berjuang mendorong manusia (individu maupun kelompok) untuk berubah. Manusia yang sadar adalah manusia yang memiliki pandangan ideologi yang kritis, rasa keterikatan dengan masyarakat tertentu, dan mengenal kondisi jama’ah (komunitas) tersebut. Manusia yang memiliki rasa tanggung jawab individu dalam menghadapi problematikanya, diformat karakternya oleh perasaan kolektif dan partisipatif dalam perjalanan dan pekerjaan masyarakatnya. Ia juga relevan dengan suatu masyarakat yang menginginkan kebangkitan.

Lantas dimana peran islam? Islam berposisi sebagai ideologi hidup seorang muslim. Arus ini memahami agama Islam bukan sekedar sebagai keyakinan agama (aqidah diniyyah), tetapi ia adalah aturan sosial (qanuun ijtima’iyyah), petunjuk spiritual (hidayah ruuhiyah) dan ikatan sosial politik (rabithah ijtima’iyah siyasiyah). Perlu dipahami pula bagaimana konstruksi ideologi kita. Ideologi adalah cara pandang, cara gerak dan aplikasi tindakan. Ideologi bukan hanya wacana atau bahan diskusi yg tersembunyi di puncak menara gading intelektual. Ideologi adalah perbuatan nyata. Karena itulah, Kredo Gerakan KAMMI mengikrarkan diri:
“Kami adalah orang-orang yang senantiasa menyiapkan diri untuk masa depan Islam. Kami bukanlah orang yang suka berleha-leha, minimalis dan loyo. Kami senantiasa bertebaran di dalam kehidupan, melakukan eksperimen yang terencana, dan kami adalah orang-orang progressif yang bebas dari kejumudan, karena kami memandang bahwa kehidupan ini adalah tempat untuk belajar agar kami dan para penerus kami menjadi perebut kemenangan yang hanya akan kami persembahkan untuk Islam.”

Sekarang ini dengan kondisi gerakan terutama KAMMI, tidak mungkin dapat mengandalkan Al Wujahiyah (figuritas). Dalam beberapa kasus diketahui bagaimana kepemimpinan seseorang terutama di KAMMI sendiri, tidak dapat diharapkan individual leader tetapi yang harus ada adalah kolektif leadership yang terdiri dari beberapa sosok yang saling mengisi. Seperti yang dikatakan oleh Imam Hasan Al Banna “Sesungguhnya sebaik-baiknya Qiyadah (pemimpin) adalah jika dalam hal istifadah ilmiah (pemanfaatan keilmuannya) dia seorang ustadz, dalam hal ribatil qulb (keterikatan hatinya) dia seorang ayah, dalam hal tarbiyah ruhiyah dia seorang syekh dan dalam hal siasia da’wah dia seorang panglima”. Sulit memang kalau harus menemukan seseorang yang memiliki hal-hal tersebut, bahkan terkadang pertanyaan muncul adalah mana iron stock KAMMI yang mampu berpikir futuristik dan kuat sinergisitasnya antara kultur haroki dengan tradisi ilmiah intelektual, antara ruhiyah dan sense social politic.

Munculnya KAMMI dari suatu barisan umat Islam yang telah dihasilkan dari proses kaderisasi yang kader-kadernya mempunyai beragam potensi dan kafaah (keahlian) masing-masing dan merekan diberikan peluang seluas-luasnya untuk mengekspresikannya sehingga akan muncul proses proyeksi, promosi dan nominasi kepemimpinan yang akan datang. Dan proses itulah yang dilakukan Rasulullah saw ketika mulai menggagaskan penataan barisan umat Islam sejak di Mekkah.

Penataan dalam KAMMI Komisariat UGM dimulai dari fungsi-fungsinya yang ada dalam menjalankan roda organisasi dalam keseharian kinerjanya. Berikut lanjutan coretan penulis sebagai bahan renungan untuk dapat dianalisis dan harapannya dapat menstimulan gerak roda KAMMI Komisariat UGM ke depan.

Kaderisasi
Kepengurusan kali ini mendapatkan tantangan untuk mampu mengejawantahkan konsep baru orientasi KAMMI sebagai gerakan mahasiswa dengan kaderisasi siyasinya untuk membentuk Muslim Negarawan sebagai iron stock kepemimpinan nasional masa depan. Boleh jadi kegamangan dalam pengejawantahan konsep baru ini adalah bagian dari proses pencarian formula yang terbaik dalam pengelolaan ratusan kader KAMMI Komisariat UGM dengan action plan dan frame gerak yang tegas.

Mantan Ketua Umum KAMMI Pusat, Andi Rahmat, pernah mengungkapkan bahwa gerakan mahasiswa islam yang paling mungkin diwujudkan adalah gerakan yang mampu menampakkan sikap-sikap moderasi, toleran terhadap perubahan dan cepat beradapasi dengan situasi. Ketiganya akan semakin mungkin manakala ditopang oleh konsistensi gerakan mahasiswa islam dalam membina dan melahirkan kader-kadernya.

KAMMI adalah gerakan massa (kuantitatif) bukan kader. Terbukti dengan tidak adanya sistem pengkaderan yang khas secara metodelogis dan metode. Dia hanyalah sebuah cover dari kelas tertentu dalam gerakan ideologi yang lebih besar, sehingga posisinya sebagai client secara fisiologis dari gerakan ideologi itu sendiri. Hal ini mengakibatkan ketidakmandirian metodelogi gerakan pada KAMMI dan anehnya KAMMI sepertinya menikmati keadaannya (powerlessness).

Kehumasan
KAMMI jelas membentuk kultur gerakan, kultur mahasiswa, kultur moral, kultur politik masyarakat negeri ini. Kultur-kultur tersebutlah yang menjadikan KAMMI memiliki citra dan citarasa tersendiri. Membentuk citra dan membentuk kultur, berawal dari bahasa, kata dan isu. Permainan kerja-kerja soft dan ideologis jurnalistik dalam rangkaian kata, kalimat, paragraf pernyatan sikap, opini maupun feature yang terhimpun dalam release, artikel ataupun jurnal.

Kerja ideologis jurnalistik membutuhkan tangan dan kaki untuk paripurnanya transformasi. Tangan dan kaki itu dapat dimaknai sebagai media dan jaringan. Lantas bagaimana kita menumbuhkembangkan potensi jurnalistik kader KAMMI Konisariat UGM, memperluas eksistensi KAMMI Konisariat UGM dalam ranah publik serta memperkuat jaringan terutama dengan media merupakan arahan yang yang harapannya memacu kreatifitas kita bersama dalam kerja-kerja kehumasan. Kerja-kerja kehumasan harus dapat dimengerti sebagai indeep publication artinya semua tingkah laku kader-kader sebagai humas harus dipandang sebagai bentuk pencitraan dan pelaksanaan fungsi public relations.

Kajian Strategis
Kondisi kader yang heterogen dan memiliki keterbatasan kesempatan untuk mempelajari persoalan sosial politik tentu saja membutuhkan back up khusus agar mereka juga paham dengan kondisi yang ada tanpa harus memerlukan waktu khusus yang lama untuk secara teoritis belajar tentang persoalan-persoalan sosial politik. Tentu saja dengan kondisi yang demikian dibutuhkan sejumlah kemampuan dan kepahaman terhadap persoalan-persoalan yang ada. Kastrat tentu saja memiliki andil yang besar agar seorang kader KAMMI memiliki kerangka minimal dalam struktur berpikirnya tentang sejumlah persoalan sosial dan politik yang terjadi.

Ide menjadikan Kastrat sebagai social and politics laboratory bagi kader KAMMI Konisariat UGM sebagai wadah mengasah sense sosial politik, forum penajam wawasan, wadah memadukan konsep dan gagasan, unit analisa sosial politik, jembatan dengan elemen lain, “Pabrik” peng-counter isu dan kawah candradimuka “negarawan—politisi muda”, kiranya bukan sesuatu yang mengada-ada jika dikaitkan dengan kelemahan kualitas kader-kader KAMMI Konisariat UGM. Gagasan normatif ini tentu saja hanya akan menjadi angan-angan saja jika tidak didukung kemauan kuat untuk merealiasasikannya, karena itu dibutuhkan bantuan dari seluruh elemen yang ada untuk mewujudkannya.

Keuangan
Tentunya kita mengenal Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Abdurrahman Bin Auf ataupun Khadijah, mereka adalah figur yang mampu menegakkan pilar-pilar ekonomi umat. Mereka mampu menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, manager-menager profesional dan mampu menggenggam dunia dengan menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan dakwah.

Uang boleh jadi bukanlah segalanya tetapi tanpa uang banyak aktifitas yang terhambat. Layaknya sebuah pemerintahan yang menghidupi dan mengelola aktifitasnya, KAMMI tampil dengan profil ini. Idealisme ini kemudian melebur bersama jargon “sunduquna juyubuna” seperti mengkristal dan lekat dalam karakter kadernya, sehingga yang terjadi adalah seluruh aktifitas KAMMI seakan menguras harta/aset pribadi kader.

Tantangan kedepan bukan hanya perekonomian negara yang harus bangkit dan stabil tetapi juga KAMMI Komisariat UGM. Kebangkitan ekonomi berarti pula terbentuknya mandiri kader dan profesionalisme pengelolaan keuangan institusi.

Kesekretariatan dan Litbang (Penelitian & Pengembangan)
Manajemen organisasi profesional dapat diketahui dari peran besar fungsi kesekretariatan, kearsipan dan kerumahtanggaan. Semua data internal KAMMI seyogyanya dimiliki dan kemudahan kader untuk mengakses. Informasi up-date seharusnya dikumpulkan dari berbagai bidang yang dimiliki KAMMI Komisariat UGM untuk dilakukan pengarsipan, ini penting untuk menghilangkan kesan reaktif atas kerja-kerja KAMMI Komisariat UGM.

Pengembangan organisasi dapat dilakukan dengan analisis sosial yang memerlukan tim khusus, apalagi khusus di KAMMI Komisariat UGM dengan ada struktur terkecil, rumpun. Peran pengontrol agar tidak memunculkan “raja-raja kecil” menuju sinergisitas komisariat-rumpun dan peniadaan overlaping peran masisng-masing.

Advokasi dan Pelayanan Masyarakat
Abstaraksi sebuah keprihatinan memunculkan sense of society pada sebagian masyarakat yang sekarang lebih cenderung apatis terhadap kondisi yang ada. Termasuk bila keapatisan ini dimiliki the intelectual minority (mahasiswa), maka kekuatan moral yang sanggup memberi energi baru bagi masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan kondisi semakin minim.

Peran untuk mengasah sense of society sangat penting terutama untuk KAMMI dalam mencari format dalam melakukan pendampingan, pembinaan dan pemberdayaan terhadap potensi-potensi dalam masyarakat sebagai investasi jangka panjang pembentukan basis sosial. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah menjalankan fungsi advokasi bagi masyarakat yang dilemahkan, peranan ini cukup strategis mengingat hari-hari ini developmentalism berkembang kembali seiring otonomi daerah sehingga masyarakat sekali lagi akan menjadi victims. Sebagai gerakan tentu ini peluang kalau sekedar mencari eksistensi namun lebih dari itu ini adalah implementasi dari tauhid sosial.

Menurut konsepsi jama’ah Ikhwanul Muslimin tentang kesadaran politik, yaitu “pandangan universal yang mencakup wawasan politik, nilai-nilai dan orientasi politik, yang memungkinkan seseorang untuk mengerti situasi, kondisi dan problematika masyarakatnya, memecahkannya, memberi keputusan, dan menentukan pendirian terhadapnya, yang mendorongnya untuk bergerak dalam rangka mengubah atau mengembangkannya.” Jelas imbas yang terjadi manakala KAMMI Komisariat UGM memiliki prioritas dalam mengasah sense of society sebagaimana pada konsepsi tersebut.

Penutup
Kelahiran KAMMI merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Latar belakang yang menyebabkan lahirnya KAMMI menuntut untuk terus berdiri kokoh menentang kedzaliman di muka bumi ini. Idealisme kemahasiswaan dan keindonesiaan yang dimiliki KAMMI niscaya menjadi pemantik bagi bara perjuangan berikutnya.
Saat ini, ketika umur 8 tahun, KAMMI harus lebih matang. Baik dalam pengelolaan kadernya maupun ketika mengambil keputusan politik taktis-strategisnya. Jangan sampai KAMMI khususnya KAMMI Komisariat UGM terjebak dalam euforia politik praktis yang seringkali menjerembabkan dalam jurang pragmatisme.
Omid Safi menyatakan, "Vision and activism are both necessary. Activism without vision is doomed from the start. Vision without activism quickly becomes irrelevant". Dengan memadukan dimensi visi dan aktifisme sekaligus, KAMMI Komisariat UGM akan mampu menjadi gerakan islam yang progresif dan revolusioner, hadir dalam wajah yang populis, intelektual, merakyat dan jauh dari kesan elitis dan utopis. Wallahu a`lam ***
READ MORE [...]

Ketauan Selingkuh

“salam bro”, teriakku sambil berjalan masuk ke dalam rumah yang biasa jadi tempat nongkrong anak-anak medan, basecamp tepatnya.
“salam, darimana kau?”, balas Kakek .
“adalah wak, tadi rapat terus mau cuci kompor kau nih”, jawabku sambil berjalan keluar dan mencari sabun cuci dan lap.
Aku ingat betul beberapa kali muncul di basecamp selalu saja pertanyaan seputar kompor dimana keluar. Seperti biasa aku cuma bisa mesem-mesem. Kompor portable itu memang favorit kita, stand by terus kala diantara kita pengen camping, hiking, atau mountainaring.
Beres mencuci kompor, aku ke kamar sobatku Ibal dan menghidupkan komputer. Kubuka folder D: LEISURE. Kutemukan file film Hellboy2 dan Hancock. Ready to watch now. Kakek masuk dan mencubit dadaku.
“busyet!. Kurang ajar!”, umpatku.
“hehehe…”, tawa Kakek dan berhasil memelukku dari belakang.
“woi, aku bukan Ryan”, sepertinya wajahku serius.
Ryan, penjagal dari Jombang belakangan menjadi ikon laris manis bagi mereka penyuka sesama jenis. Apapun yang dilakukan secara “mesra” antar laki-laki maka selalu saja dianggap Ryan. Imbasnya, bila dua ikhwan bertemu lantas berpelukan maka sering terlontar sebutan Ryan untuk salah seorang diantaranya. Fenomena sosial baru yang tengah menggeliat. Secara psikologis, semua orang punya potensi penyimpangan seks, termasuk menjadi penyuka sesame jenis.
“serius kali kau, kita nonton Iron Man aja wak, Hancock banyak melo-nya”, terangnya sambil senyum-senyum. Bayanganku seperti sedang berhadapan dengan gigolo cacingan karena badan kakek ya seperti badan kakek-kakek pada umumnya. Belum lagi dari tadi dia hanya bertelanjang dada.
“ga pa pa wak, aku belon nonton, kau baca koran aja sana”, balasku.
“aku mo ngirim barang wak, punya bapakku. Kemaren dah diminta. Kau kawanin aku nanti ya” pintanya.
“males nih, mau nonton aja, sori ya wak”, tolakku lembut.
Kakek mulai sibuk mengepak barang-barang yang akan dikirim ke Medan dan tentu saja wajah seriusku memelototi monitor komputer serasa konyol karena ternyata semakin banyak makhluk sakti dan penghuni neraka bisa keluar apalagi ternyata robot-robot. Wow!. “Imajinasi liar seperti itu keluar dari model otak bagaimana ya?” gumamku mengomentari sang anak Iblis, Hellboy.
“Samlikom”, Ibal masuk ke kamar dan langsung mencubit dadaku mesra.
“ah…, aku laki-laki wak, apalagi Ryan”, sergahku sambil berusaha menepis tangannya yang serasa meraba-raba punggungku.
“hahaha…”, tawanya keras dan memancing Kakek bergabung.
Selanjutnya tiiiiiiiiiittthhhhh…
***
“Kakek, belikan makan siang sekarang”, perintah Ibal.
“daulat tuanku”, sigap Kakek menjawab. Bentuk ketundukan abdi kepada majikan. Tidak lama Kakek yang memerintahkan hal yang sama kepada Ibal. Beberapa kali terulang. Padahal tidak boleh ngulang tiga kali. Padahal tidak boleh ngulang tiga kali. Padahal tidak boleh ngulang tiga kali. “Enough!”.
“ga ada yang bergerak nih”, tanyaku. Berharap aku bisa ditraktir siang ini. Kanker.
“aku cabut dulu wak, ke kantor pos, nganter barang ini dulu”, kata Kakek dan dengan gerak cepat menyalakan motor.
“yuk, makan. Laper kali wak”, Ibal memelas.
“boleh, bayarin aku ya”, tawarku konkret. Dalam hati kutertawa senang. Betapa tidak. Tadi pagi aku dibayarin sarapan bubur ayam Jakarta di depan Rektorat UNY oleh Sari, akhowat Humas KAMMI DIY sekalian rapat redaksi majalah dan siang ini, Free again.
Berangkat berdua dengan Ibal. Di sepanjang jalan kita heran kenapa banyak orang memperhatikan kita. Apa karena kita begitu “mesranya” di atas sepeda motor. “Astaghfirullah, Ya Allah, aku masih normal kok”, lirihku dalam hati.
Sejenak kita berhenti di persewaan komik. Sudah lama aku tidak pinjam komik. Apalagi sempat main ke tempat begini. “gila nih tempat, majalah FHM, Cosmopolitan, dan sederet majalah berbau pornografi ada”, hatiku berbicara. Padahal tepat dihadapanku ada tiga anak sekolah dasar sedang baca komik.
***
Lanjut perjalanan menuju warung makan. Hercules namanya. Warung dengan menu spesial ikan tuna di jalan selokan mataram, utara Fakultas Teknik UGM. Sudah terkenal dan beberapa kali diliput media cetak. Kita bilang, “maknyus”.
“bungkus nasi telor tuna dua”, pesan Ibal.
“oke”, jawab pelayan dan senyum manisnya seperti melegakan dahaga kala puasa seharian. Jadi ingat seorang teman bertubuh gemuk di Sekretariat KAMMI DIY, “gadhul bashar akhi”, sering dia mengingatkan.
Lima belas menit menunggu, kita dipanggil, “telur tuna dua bungkus”.
Kita datang dan celetuk mbak kasir “aku beri tau ke mas eko ya kalau mas-nya selingkuh”
“hah…, astaghfirullah”, aku ga bisa protes.

30 Agustus 2008
Thanx sobat-sobat Ikatan Mahasiswa Muslim Homo-rizt
LP Pogung Lor Indah
READ MORE [...]