Quo Vadis Keistimewaan

Pemerintah berasal dari persetujuan dari yang diperintah, demikian ajaran John Locke, liberalis barat. Idenya membangkrutkan sistem warisan kepemimpinan politik patriarkis yang pada masanya dianggap tersahih. Pemikirannya pula memberi inspirasi bagi Thomas Jeferson dan Rousseau yang menyatakan kesepakatan masyarakat adalah dasar legitimasi kekuasaan diantara manusia. Karena sesungguhnya eksistensi penguasa berasal dari kesepakatan rakyat, sang pemilik kekuasaan tertinggi yang kemudian dikenal dengan istilah demokrasi. Konstruksi pemikiran inilah yang mendasari relasi normatif penguasa dan rakyat.

Di negara-negara yang demokrasinya sudah matang, seorang calon pemimpin telah terbaca rekam jejaknya berkat keandalannya dalam mengatasi masalah sosial, memobilisasi dukungan dan mengorganisasi warganya. Ia tidak lahir begitu saja dengan wangsit apalagi titah partai tetapi besar dari bawah dan berpengalaman dalam mengatasi masalah kewargaan. Indonesia baru mengalami pasang surut demokrasi dalam gemerlap pemilihan langsung dalam setiap pimpinan daerah. Transisi demokrasi inilah yang pada akhirnya masih meninggalkan berbagai masalah. Salah satunya amanat UUD 1945 pasal 18B ayat (1) yang menyatakan pengakuan negara atas pemerintahan yang bersifat istimewa yang nantinya akan diatur dalam undang-undang.

Demokrasi Budaya
Kini polemik keistimewaan DIY terjadi kembali. Padahal lima tahun yang lalu hal yang sama terjadi dan solusinya adalah penetapan sampai UUK selesai dan disahkan. Kenyataannya pemerintah pusat tidak serius atau malah mengabaikan. Manuver politik Sultan Hamengku Buwono IX belakangan inilah yang pada akhirnya menyebabkan kepanikan pemerintah pusat dan kegegeran di DIY.

Belum selesainya RUUK tentunya dapat dilihat sebagai bentuk kebingungan pemerintah pusat, sehingga idealnya pemerintah pusat harus turun langsung dan bermediasi dengan semua pihak terkait RUUK DIY. Kelihatan sekali memang pemerintah pusat kebingungan dan terkesan ragu-ragu, tidak saja karena status keistimewaan namun Sultan sebagai seorang tokoh yang kharismatik dan berwibawa memilih jalur ”diam dan bermanuver.” Kesan “diam” ditunjukkan Sultan dengan tidak ingin berkomentar apapun tentang keistimewaan terlebih pada beberapa usulan draft yang dirancang beberapa pihak dan membiarkan putusan pada pemerintah pusat sedangkan kesan ”manuver”nya dapat dilihat dari rangkaian pernyataan beliau mulai dari Orasi Budaya April 2007 silam hingga tidak dianggarkannya anggaran Pilkada DIY pada APBD DIY 2008.

Bagaimanapun juga RUUK harus diselesaikan pemerintah pusat supaya ada produk final atas keistimewaan dan masalah persetujuan atau tidak nantinya akan ada mekanisme tersendiri. Bukankah demokrasi telah menggariskan bahwa rakyat memiliki kedaulatan namun bukan berarti nantinya berujung pada anarkisme rakyat. DIY punya cita rasa sendiri. Pemerintahan DIY merupakan pembelajaran baru dalam demokrasi. Istilah demokrasi budaya mungkin dapat diambil. Dapat dikatakan DIY adalah kerajaan setingkat provinsi di republik ini yang selama ini dipimpin seorang sultan. Buku-buku pelajaran mengenalkan provinsi DIY bukan provinsi Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat tetapi disisi lain nilai budaya keraton (baca: kepemimpinan) telah menyatu pada wilayah ini. Sultan adalah gubernur dan gubernur itu adalah sultan. Kondisi tentu membawa konsekuensi kesejajaran antara hak-hak budaya dengan hak-hak demokrasi.

Dekadensi Dramatis
Karakter keistimewaan DIY yang selama ini dilabeli dengan keterbukaan, kesediaan berdialog, pluralis, inklusif, dan menghormati perbedaan kini tampak tergerus, proses deliberatif dalam penyusunan status keistimewaan pada awalnya kini mengalami dekadensi yang dramatis. Menurut Wawan Mas’udi, Dosen Fisipol UGM, setidaknya ada dua substansi yang dapat dijelaskan. Pertama, mandul dan macetnya kekuatan intermediari. Dalam demokrasi, rakyat menjadi acuan kebijakan publik sehingga kompleksitas permasalahan rakyat itu harus tersalurkan pada pipa aspirasi. Ironisnya, pipa aspirasi seperti partai politik, lembaga perwakilan, kelompok penekan jauh dari perdebatan yang dilokalisir pada ruang-ruang sidang. Akhirnya rakyat mengambil kesimpulan sendiri dan mengadakan ”sidang rakyat.” Kedua, rendahnya sensitivitas pemerintah pusat. Kini pemerintah tergopoh-gopoh karena rakyat telah bergerak. Pusat telah kehilangn momentum untuk secara maksimal menyelesaikan pengaturan keistimewaan DIY.

Dalam sifat Democratic Elit yang otonom, kebal akan gugatan dari siapapun di luar kelompoknya sehingga memunculkan ketidakseimbangan dalam masyarakat sebagai natural and given factor. Peranan dan eksistensi elit akan memberikan kontribusi pada kualitas demokrasi. Asumsinya, dalam suatu sistem yang demokratis, pergulatan kompetitif untuk memilih elit selalu ada, sehingga tirani dapat dikekang; negara adalah arena yang netral, para elit dapat bersaing dengan “bebasnya” karena negara sama sekali tidak mempunyai kepentingan politik. Elit tidak membaca semua sudut yang terjadi di DIY sehingga apapun keputusannya, pemerintah pusat termasuk DPR akan dibaca dari sudut pandang politisasi isu keistimewaan.

Semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah, dan seluruh rakyat harus menghargai sikap politik Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII ketika menyatakan Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah inilah yang mengikat semua puhak danmenjadi acuan ketika memutuskan status keistimewaan DIY maupun hal yang lebih jauh seperti keluar dari NKRI. Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII telah memutuskan sikap politik yang begitu cepat, melepaskan sebagian kekuasaannya dan bergabung dengan NKRI. Ini merupakan kesepakatan yang yang menandai babak baru dalam sejarah DIY dan NKRI.

Langkah apapun pada akhirnya harus berkesimpulan pada status keistimewaan yang membawa makna nyata bagi kesejahteraan masyarakat DIY.


Mari Berdiskusi !
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!