Penangguhan Sertifikasi Guru

UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang menggariskan kebijakan profesionalisasi guru seolah-olah menjawab berbagai pertanyaan stagnansi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, bahkan mengalami ketertinggalan pengetahuan di Asia Tenggara.

Proses peningkatan kemampuan guru dalam mencapai kriteria standar profesi ini ternyata tidak serta merta berjalan optimal. Lambatnya implementasi UUGD menjadi keraguan akan membaiknya sistem pendidikan di Indonesia. UUGD pun tetap dianggap mempunyai celah, salah satunya adalah kebijakan sertifikasi guru yang tertuang dalam Pasal 8, Pasal 11, dan Pasal 13 UUGD.

Pasal 8 UUGD menyatakan, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Di sisi lain, Pasal 11 menyebutkan, sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, yaitu guru harus sudah mempunyai kualifikasi akademik pendidikan S-1 serta menjalani pendidikan profesi. Masalah lainnya timbul pada pasal 13, karena biaya untuk sertifikasi guru harus menjadi beban pemerintah pusat dan daerah, sedangkan anggaran pendidikan 20% belum terealisasikan. Sedangkan dalam data Depdiknas tahun 2004, menunjukkan bahwa guru yang belum memenuhi kualifikasi akademis cukup besar. Jumlah total guru saat ini di Indonesia mencapai 2,7 juta orang, sedangkan guru yang sudah berstatus S-1 baru mencapai 900.000 orang. Dapat dibayangkan anggaran yang harus dipersiapkan baik pemerintah daerah maupun pusat. Sangat disayangkan kalau nantinya kekurangan anggaran menjadi alasan adanya pungutan maupun percaloan terhadap para guru menjelang uji sertifikasi guru.
Uji Kompetensi

Pelaksanaan uji kompetensi guru dilaksanakan tahun ini setelah Peraturan Mendiknas No. 18/ 2007 tentang pelaksanaan sertifikasi guru diterbitkan, padahal target Departemen Pendidikan Nasional tahun 2006 salah satunya adalah sertifikasi 150.000 guru negeri dan 100.000 guru swasta. Telatnya peraturan ini juga mempengaruhi sosialisasi dan pelaksanaan uji kompetensi. Persebaran kualifikasi, kompetensi penguasaan materi, kompetensi sosial-personal, kompetensi pembelajaran, menjadi tuntutan penting selama uji kompetensi perlu persiapan agar pelaksanaan efektif dan efisien, apalagi metode portofolio mensyaratkan kesiapan pemenuhan data dan bukti profesionalitas guru, walaupun demikian, pendidikan dan latihan (diklat) menjadi alternatif pelaksanaan, walaupun hasilnya bukan tanpa cacat nantinya.

Melihat banyaknya celah pelanggaran yang dapat dilakukan mulai dari penyuapan, pungutan liar, dan permainan kotor lainnya, tentu diharapkan kesiapan para guru, tim penilai, pemerintah, serta lembaga-lembaga balai pelatihan kependidikan. Kalau dirasa jangka waktu antara sosialisasi dan kesiapan fasilitas, serta pelaksanaan uji kompetensi tidak tepat, ada baiknya masing-masing pihak dapat bijak untuk menangguhkan atau paling tidak mengakselerasi bagian dari tahapan-tahapan pelaksanaan yang berjalan lambat.

catt: artikelku yang lama hilang ketemu jg, pernah masuk sindo.
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!