Pria Matahari dan Phoenix


Seorang wanita bertanya pada seorang pria tentang cinta dan harapan.

Wanita berkata ingin menjadi bunga terindah di dunia dan pria berkata ingin menjadi matahari.

Wanita tidak mengerti kenapa pria ingin jadi matahari, bukan kupu kupu atau kumbang yang bisa terus menemani bunga.

Wanita berkata ingin menjadi rembulan dan pria berkata ingin tetap menjadi matahari. Wanita semakin bingung karena matahari dan bulan tidak bisa bertemu, tetapi pria ingin tetap jadi matahari.

Wanita berkata ingin menjadi Phoenix yang bisa terbang ke langit jauh di atas matahari dan pria berkata ia akan selalu menjadi matahari.

Wanita tersenyum pahit dan kecewa. Wanita sudah berubah 3x namun pria tetap keras kepala ingin jadi matahari tanpa mau ikut berubah bersama wanita. Maka wanita pun pergi dan tak pernah lagi kembali tanpa pernah tahu alasan kenapa pria tetap menjadi matahari.

Pria merenung sendiri dan menatap matahari.

Saat wanita jadi bunga, pria ingin menjadi matahari agar bunga dapat terus hidup. Matahari akan memberikan semua sinarnya untuk bunga agar ia tumbuh, berkembang dan terus hidup sebagai bunga yang cantik. Walau matahari tahu ia hanya dapat memandang dari jauh dan pada akhirnya kupu kupu yang akan menari bersama bunga. Ini disebut kasih yaitu memberi tanpa pamrih.

Saat wanita jadi bulan, pria tetap menjadi matahari agar bulan dapat terus bersinar indah dan dikagumi. Cahaya bulan yang indah hanyalah pantulan cahaya matahari, tetapi saat semua makhluk mengagumi bulan siapakah yang ingat kepada matahari. Matahari rela memberikan cahaya nya untuk bulan walaupun ia sendiri tidak bisa menikmati cahaya bulan, dilupakan jasanya dan kehilangan kemuliaan nya sebagai pemberi cahaya agar bulan mendapatkan kemuliaan tersebut. Ini disebut dengan Pengorbanan, menyakitkan namun sangat layak untuk cinta.

Saat wanita jadi Phoenix yang dapat terbang tinggi jauh ke langit bahkan di atas matahari, pria tetap selalu jadi matahari agar Phoenix bebas untuk pergi kapan pun ia mau dan matahari tidak akan mencegahnya. Matahari rela melepaskan phoenix untuk pergi jauh, namun matahari akan selalu menyimpan cinta yang membara di dalam hatinya hanya untuk phoenix. Matahari selalu ada untuk Phoenix kapan pun ia mau kembali walau phoenix tidak selalu ada untuk matahari. Tidak akan ada makhluk lain selain Phoenix yang bisa masuk ke dalam dan mendapatkan cinta nya. Ini disebut dengan Kesetiaan, walaupun ditinggal pergi dan dikhianati namun tetap menanti dan mau memaafkan.

http://poempuisi-poempuisi.blogspot.com/2009/02/pria-matahari-dan-phoenix-by.html
READ MORE [...]

Tarbiyah nukhbawiyah

Tarbiyah nukhbawiyah adalah kelanjutan dari tarbiyah jamahariyah (kaderisasi massa) yang saling melengkapi dan tidak boleh dipisah antara satu dengan yang lainya. Tarbiyah nukhbawiyah adalah kaderisasi yang difokuskan kepada orang-orang tertentu hasil rekruting massa, bertujuan untuk mempersiapkan para da’i dan murobbi di tengah-tengah masyarakat dan untuk masyarakat. Sehingga acuan pada tarbiyah nukhbawiyah ada pada kualitas kader bukan pada kuantitasnya.

Tarbiyah nukhbawiyah bertujuan meningkatkan berbagai kemampuan dan keahlian kader agar dapat berperan dalam mengendalikan dan merekrut massa, di bidang tarbiyah, da’wah, harokah dan siasah dan untuk menyiapkan masyarakat agar dapat melaksanakan peranannya dalam gerakan reformasi dan perubahan.

Tidak semua orang harus mengikuti tarbiyah nukhbawiyah atau dipaksakan, karena potensi, kemampuan dan kesiapan manusia tidak sama dan tidak semua orang memiliki kesiapan menjadi aktifis da’wah. Pandangan yang jauh ke depan, kejernihan hati, bijak, sabar, mencintai orang lain dan bersemangat membimbing mereka selain tawakal kepada Allah, ikhlas hanya menginginkan balasan dari Allah ialah sifat-sifat yang harus dimiliki para da’i, membuat sesuatu yang dibenci menjadi disenangi, yang jauh menjadi dekat dan lawan menjadi kawan.

Ikhwah fillah, tugas kita di muka bumi ini hanya ada tiga; sebagai hamba Allah, sebagai kholifah dan sebagai da’i ( Ali-Imran: 102-104).
READ MORE [...]

Sajak Tuk Teror di Jakarta


belakangan rame orang2 pada ribut urusan bom di jakarta.
intel pada maen2 lagi di jalanan. padahal smua tau, aku ga terlibat.

ada yang bilang ini urusan bisnis, yang laen bilang ni perang asimetris, presiden Indonesia yang rese' itu ngomong ini berkaitan dengan hasil pemilu. tapi, yang jelas ini kerjaan TERORIS (hobi kok neror gaje).

untuk itu kawan, aku nulis sajak ini.

READ MORE [...]

Cerita Malam (15-16 Juli '09)

Kuraba jiwamu yang bersahabat
Kedipkan suasana hati

Seiring sepi menjepit sukmamu

Seorang bijak 'kan memahami

Cinta bukan dicari

Cintapun hadir sendiri
(restu bumi - Dewa19)


15 Juli 2009
pk.05.15

aku sangat ngantuk. tadi malam nonton film Dragon Wars, Dragon Ball Evolution, dan X-Men Wolverine. Selepas shubuh, kepalaku pusing. akhrirnya kurebahkan tubuhku. meringkuk dalam kamar yang dingin.

pk.09.50
terbangun. mengingat janji-janji hari ini. kunyalakan komputerku, winamp kuputar, lagu-lagu saujana dan gradasi menggema di kamarku. beranjak dari kamar, raup di kamar mandi dan mengambil wudhu, aku mau dhuha.

pk.11.00
kuambil buku Annapurna, membaca beberapa halaman. kumatikan winamp dan mendengar radio, mengalun musik-musik jazz, senang rasanya mendengar saxopone, piano, dan biola.

pk.12.00
kudengar adzan zuhur dari masjid Uswatun Hasanah dan Al Hidayah. Mandi dan memilih sholat di Al Hidayah. sekembalinya dari masjid, aku beli makan di warung padang Buyung, my fave, sambal ijo, bumbu rendang, lauk gulai ati ampela dan semangka. dahsyat. selesai makan, main game strategi. sebenarnya mau berangkat kerja tapi di luar panas terik. enakan di kamar, adem. maen game, baca buku, buat artikel. betahan di kamar dh.

pk.15.15
sholat di masjid Uswatun. bersiap mandi untuk rapat pekerjaan berikutnya di alun-alun selatan. amanah baru ini kurasa lebih menantang. divisi pemberdayaan pemuda, bidang yang belum pernah kutekuni. berkumpul di alun-alun selatan. beberapa pengurus intinya sudah kukenal, kesemuanya aktifis kampus. sampai bulan september, jadwal agenda tim sudah penuh. semangatku menggelora.

pk.18.20
makan malam dengan seorang kawan di warung sebelah DPW PKS DIY. kita berdiskusi tentang KAMMI, PKS, UGM, dan lembaga yang kita geluti sekarang. selesai makan, aku memilih ke Tazkiyah, menjenguk srikandi fajarku.

kulirik jam tanganku, pk.19.10. wajahnya sudah tidak pucat, tersenyum, tertawa, dia memang lucu, unik, dan menyebalkan. beruntung telah menjadi sahabat dan saudara baginya. beberapa hari belakangan aku selalu menghubunginya, sakitnya bahkan membuatnya pasrah saat itu, aku panik. obrolan yang berlangsung 2jam. semua tentangku, kamu, ancagar, lutfi yang memutuskan pindah ke lamongan, keinginanmu yang ingin belajar menulis artikel, mengajakku lomba karya tulis namun kutolak, aku memilih ikut lomba sajak.

kmu punya julukan yang aneh buatku, "pujangga malam", aku tersanjung srikandi fajarku tapi itu berlebihan. aku lebih senang dengan ikhwankiri, pengelana malam atau beruang madu, seperti cara dewi malam meledekku.

pk.21.40
aku ke LP Pogung Lor. menyapa seorang kawan, yang baru tiba dari medan. asap rokok mengepul di sekelilingnya. omongannya dahsyat. lama tidak kudengar cerita-cerita tentang kehidupan di medan. rimba, itu kesimpulanku. makian-makian yang terlontar khas medan kudengar di sela-sela ceritanya. lama tidak kudengar.

aku berpikir antara kangen dan semakin menjauh dari medan. jiwaku sudah di jogja kukira tapi kata seorang kawan, "kalau kita mau maju, keluar dari jogja, menyamankan kawan".

pk.24.00
aku pulang ke B-07. home sweet home. kunyalakan komputerku. kudengarkan lagu-lagu padi, peterpan dan aerosmith. browsing di dunia maya. facebook, situs-situs pendakian, lomba esei, blogku, men-download lagu-lagu dan serial novel lupus.


16 Juli 2009
pk.01.20
nonton film Fast and Furious4. selesai nonton mataku belum bisa terpejamkan untuk segera tidur. kubuka folder ebook di komputerku. ehm... baca novel lupus. kangen banget dengan ceritanya. dulu ada serial tv-nya, irgi ahmad, mona ratuliu, nia paramita, dll. wajib tonton.

pk.03.00
aku keluar rumah. kuambil kursi dan duduk di tengah halaman rumah. kupandangi langit malam, seandainya aku bisa terbang maka aku akan segera menuju ke awan-awan yang seperti menyelimuti bulan. aku mulai berpikir tentang masa lalu, mengingat beberapa pendakianku bareng FORBA dan Ancagar, aktifitasku di KAMMI yang kini telah usai, mulai merubah beberapa life planning. setengah jam waktu berlalu, udara terasa lembab, tubuhku mulai menggigil. aku masuk ke dalam kamarku. 1 jam lagi Shubuh. komputerku masih menyala, kuputar winamp dengan lagu-lagu Gradasi, Sujana dan Suara Persaudaraan.

pk.04.35
ke masjid al hidayah. mataku sudah mulai berat, kepalaku pusing. kuraup kembali wajahku di tempat wudhu masjid.

pk.05.30
selepas tilawah singkat, kurebahkan tubuhku. migrain.
zzz...
READ MORE [...]

Lupakanlah, Aku Bukan Matahari


Maaf bila melupakanmu Satu hal yang telah terbiasa Kuberjanji tak kan berbuat Satu kesalahan yang sama

Sebenarnya aku harus bergerak kembali. Terlalu lama mengurung diri di kamarku. Biasanya kamarku dapat memberikan inspirasi. Melihat poster Vertical Limit, darahku kan bergejolak untuk melakukan petualangan kembali. Tidak harus mendaki, mungkin backpacking atau touring. Membaca buku-buku dan artikel-artikel di komputerku pun dapat memberikan gagasan menulis. Mendengar radio akan mengantarkanku ke alam hayalku. Tapi kali ini berbeda, aku kehilangan keberdayaan. Beberapa malam kuhabiskan dengan tidak tidur pun mulai kehilangan makna.

Aku mulai kehilangan siapa diriku. Orang yang kini kuharapkan bersamaku pun mulai menghindar. Pertanda yang tidak menyenangkan. Kesalahan apa kutak tau. Mungkin saatnya kumenyerah. Tibakah waktuku tuk rehat atau malah habis. Menyongsong 'kematian' ikhwankiri yang selama ini menjadi kebanggaanku. image perlawanan yang kubangun, trademark gerakan yang kuciptakan.

Dan sedihku tak kuujinkan Membawa semua kebahagiaan

Aku seperti sedang mencari kembali benih pengharapan. Berkutat pada pencitraan baru siapakah seonggok Yudi ini. Tapi serasa aku bukan diriku. Cap 'kenakalanku' telah kubangun dengan kesempurnaan bangunan istana yang megah. Atau aku kembali melongok pada sejarahku, tiba-tiba berharap waktu kembali dan menjadi hipokrit. Aku tidak mau. Aku punya sejarah. Aku telah lahir dan tidak kan dapat ditarik dari sejarah.

Aku sadar, yang kulakukan tidak dimengerti orang-orang, tapi dari dulu aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang. Aku punya pilihan dan kupilih semua dengan caraku. Ini jalanku.

Terkutuk bila aku Melepaskan cintamu itu Hanyalah satu asa Yang harus lakukan

Kupandangi seluruh isi di kamarku. Komputer yang senantiasa menemaniku, rak-rak kayu penuh buku-bukuku, tivi tercintaku, tape/radio kecil yang memperdengarkan lagu-laguku, gitar, perlengkapan tempur pendakianku, ah... kalimat-kalimat indah yang tertempel di dinding kamarku... Lupakanlah...

Kulirik pintu kamarku, terpajang foto pendakianku pertama. Betapa pasca itu aku sangat mengagumi gunung, keindahan awan-awan, kabut-kabut yang menutupi jalan-jalanku. Keangkuhan untuk menaklukan gunung kini berubah menjadi sebuah kecintaan. Semua kegalauan dan pertanyaan terjawab tuntas.

Ingin aku melupakanmu Berhenti tak membayangkanmu Satu hari saja ku coba Tapi memang kutak terbiasa

Seolah kaki dan tanganku kini teramputasi. Aku tak bergerak. Mencoba diam dan bersembunyi di kamarku, sebuah tempurung raksasa. Anganku melayang. Semua impianku mulai kosong. Perencanaanku buyar seketika.

Kuarahkan kepalan tanganku kepada tembok kamarku. Ah... Biarlah sakit, tak mengapa. Biarkan terluka, biarkan membengkak. Agar tenang jiwaku, menemukan kembali siapa aku. Melupakan kalau aku matahari dan melepaskan malam-malamku.

sang lelaki kelas dua
(lirik perihal cinta - Gigi)
READ MORE [...]

Sekuntum Edelweis Untukmu, Aktivis Dakwah


”Aku ingin mundur saja, aku sudah tidak kuat lagi dengan amanah yang semakin menyesakkan dadaku, aku sudah tidak kuat lagi menelan kekecewaan demi kekecewaan, kolot sekali pemikiran mereka“.

Kalimat itulah yang terlontar dari lisan salah seorang saudaraku yang biasanya terlihat tegar dan selalu mempersembahkan senyumnya setiap kali bersua denganku, tapi malam itu seolah kesedihannya telah menghapus semua lukisan senyum di wajahnya, seakan keputus asaan telah menyedot seluruh semangat dan harapannya. Untuk sejenak aku termenung, udara dingin yang sedari tadi membekap tubuh tak kurasa lagi.

Ah....masih belum begitu lama, aku pun pernah berada pada posisi yang sama layaknya yang dialami saudaraku ini, saat itu pun begitu putus pengharapanku hingga aku pun benar-benar sudah tidak kuat lagi dengan ketaatan semu dan ketidakkritisan dalam gerakan ini dan seperti dia aku pun ingin mengakhirinya dengan cara keluar dari aktivitas ini. Aku melihat masalah yang dia hadapi pun sepertinya sama denganku, kepingan–kepinngan kekecewaan dan beban yang akhirnya menjadi puzzle raksasa bergambar kata putus asa.

Kelelahan adalah sebuah efek yang wajar dari aktivitas yang berulang ulang, kontinu bahkan terkadang membosankankan. Beban adalah kenikmatan yang diberikan-Nya di sela-sela aktivitas kita karena kedatangannya membuat kita merasakan nikmatnya beristirahat, kedatangannya membuat kita memperoleh kesempatan untuk menarik nafas panjang sebelum kita kembali berlaga, namun adalah beban yang meraja yang akan membekap bara semangat, azam dan harapan, meredupkannya dan diam-diam memadamkannya. Oleh karenanya ketika kita bermain-main dengan beban, maka seyogyanya kita menjaga agar beban itu tidak menjadi penjara untuk perjalanan kita selanjutnya dan pada saat yang sama hendaknya kita selalu sadar akan keberadaann cawan-cawan yang berisi cairan energi yang senantiasa dihidangkan untuk kita. Sumber kekuatan yang akan membuat kita untuk tidak betah berkubang dalam lembah kefuturan, energi itu yakni keikhlasan dan indahnya ukhuwah dan jamaah.

Ketika kekecewaan dan beban bersemayam di dada maka menyadari kembali bahwa apa yang kita lakukan adalah sebuah usaha dan pengharapan besar kita untuk menggapai rahmat dan ridho Alloh SWT, akan mengembalikan kekuatan untuk bangkit. Keikhlasan adalah tidak berbesar kepala saat pujian mengguyur , begitu pun tidak berputus asa bilamana cercaan menghujam dan menghimpit, adalah keikhlasan tidak bergantung pada makhluk yang biasanya menjadi sumber kefuturan. Sebuah keikhlasan tidak mengenal kata lelah karena segala keluh kesah senantiasa dititipkan pada angin yang membumbungkan doa dalam sujud-sujud panjang kita. Dan DIA senantiasa menyediakan “telinga-Nya” untuk kita.

Saat tubuh tidak lagi tegak, saat kaki mulai lemah, saat lisan mulai keluh untuk menyuarakan kebenaran, maka pada saat yang sama ada saudara kita yang memapah, saudara yang akan menopang kaki yang telah rapuh, dan menggantikan kita untuk bersuara lebih lantang. Senyumnya bagai oase dalam kegersangan jiwa kita, perhatiannya adalah penentram kegundahan kita, tausyiahnya adalah semangat baru yang disematkan pada diri ini. Karena dialah kita yakin bahwa kita tidak sendirian.

Andaikan saja kita layaknya sekuntum bunga edelweis yang terus mekar dalam kegersangan, terus mempersembahkan senyum dalam kesederhanaan dan kebersahajaannya, semangat abadi hidupnya dalam keterhimpitan. Ya... seperti halnya edelweis, tekad untuk memberikan sesuatu bagi kemaslahatan umat adalah ruh hidup itu sendiri sehingga ketika kita ingin keluar dari aktivitas yang menjadi media untuk tumbuh dan hidupnya ruh itu maka kita telah menyiapkan prosesi HARAKIRI untuk jiwa ini.

“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu, keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu". Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.” (QS. 9:42)

Teruntuk saudaraku dalam beban yang memderu, teguh dan bersabarlah,
karena sungguh Allah telah menyediakan tempat kembali yang indah bagi para tentara-Nya.

-Lelaki Kelas Dua
(tatkala kusadari aku bukanlah mataharinya)
READ MORE [...]

Sajak Putra Gunung



terdegup jantungku seketika
damai turut menyapa
rupamu alam raya
sukmaku kini bergelora

kekasihku...
kutancapkan kakiku di puncakMu
gurat kemenangan raga dan jiwaku
ritus suci kehidupanku
lirihkan kepastian jawabku

aku, putra sang alam
lahirku menjadi kehendakMu
gerakku adalah harapMu

(die, 4 Juni 2009)
READ MORE [...]

Kegalauan Sajakku


kutuliskan sebuah sajak
sajak cinta di cintamu
tercoret mesra dalam hatimu
mengiaskan sahdu dalam sukmamu
terbaca lirih teriring kasihmu

kutitipkan sajakku padamu
ambillah
hayatilah
baca untukku dan untukmu

tapi segalanya berubah
sudahlah
sajakku kau lempar
kau tengok pun tidak
terlantar dan berdebu
terbuang di sudut keras hatimu

kuambil lagi
kuresapi sendiri
kucelup dengan deburan sakit

kutuliskan sajakku kembali
sajak galau dalam kegagalanku
kupejamkan mata
mengeja keindahan bait sajakku

tak kan kuganggu lagi
aku mengerti

(die, 1 Juni 2009)
READ MORE [...]

Hukum Anti Keadilan, Politik Anti Etika, dan EKonomi Anti Kesejahteraan


Kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) yang menyeret banyak nama pejabat di lingkungan BI dan DPR RI menjadi contoh pemainan antara ekonom, politisi dan penegak hukum. Ekonomi, politik, hukum memiliki tiga pola relasi. Pertama, relasi politik-hukum dengan dominasi ada pada bidang hukum yang menjadi arah dan pengendali semua kegiatan politik artinya hukum supreme atas politik. Sebagian kalangan menganggap hal ini hanyalah utopi belaka.

Kedua, sebagaimana Prof. Moh. Mahfud MD, melihat dengan pola relasi lain, yakni hukum menjadi variabel tergantung atas politik, yang mendeskripsikan bahwa politik lebih dominan atas hukum. Konfigurasi politik yang demokratis akan melahirkan produk hukum yang responsif; Sedangkan konfigurasi politik yang otoriter akan berujung pada produk hukum yang konservatif (Moh. Mahfud MD: Januari 2001).

Relasi ketiga hadir diantara hukum dan politik, yakni ekonomi. Realitas menunjukkan faktor ekonomi berperan signifikan mempengaruhi kebijakan politik dan regulasi hukum. Sehingga dalam konteks saling mempengaruhi itulah muncul adagium yang mendeskripsikan hubungan, yaitu politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-wenangan, hukum tanpa politik akan lumpuh dan ekonomi menjadi standar keberhasilan apakah kebijakan dan regulasinya akan gol atau tidak.

Adagium itu luput mengantisipasi konsekuensi yang timbul dari hubungan politik tanpa politik, hukum minus hukum dan ekonomi non ekonomi. Atau dengan kalimat lain, apabila politik tanpa politik itu adalah politik anti etika, hukum minus hukum adalah hukum anti keadilan, dan ekonomi non ekonomi adalah anti kesejahteraan, maka apakah hasil akhir dari relasi politik anti etika, hukum anti keadilan, dan ekonomi anti kesejahteraan? Kolusi hukum-politik yang tanpa etika dan keadilan ini memang bukan merupakan pergulatan hukum dan politik, namun demikian ia justru merupakan relasi kolusi antara keduanya yang melahirkan skenario terburuk dalam kehidupan bernegara, relasi keduanya dengan ekonomi akan melahirkan kepentingan pribadi untuk mengeruk kekayaan negeri ini dengan mengandalkan politik kekuasaan dan regulasi akan mendukungnya.

Karenanya, Giovanni Sartori –guru besar dari Columbia University– dalam Comparative Constitutional Engineering secara lugas mengatakan dunia perpolitikan mutakhir telah dinodai fenomena “politics of anti-politics” yang disebabkan oleh political corruption. Giovanni lebih jauh mengatakan “Political corruption has indeed reached the point at which it corrupts politics.” (Giovanni Sartori: 1997).

Dengan menggunakan metode penafsiran analogi, kesimpulan Giovanni itu dapat pula diaplikasikan ke dalam dunia hukum. Artinya, di dunia peradilan pun telah merajalela “law of anti-laws” yang disebabkan oleh judicial corruption. Sehingga dalam bahasa sederhana dapat disimpulkan bahwa korupsi politik yang merajalela di kalangan politisi sendiri telah menyebabkan dunia politik minus etika; dan mafia peradilan yang mewabah di kalangan penegak hukum sendiri telah melahirkan dunia hukum minus keadilan. Semua pada akhirnya akan bermuara pada urusan perut, yakni ekonomi, kepentingan pribadi untuk memenuhi pundi-pundi kekayaannya.

Kembali ke kasus BI di awal tulisan ini, kita boleh optimis bahwa skandal-skandal aliran dana BI tersebut akan terungkap dan menghasilkan keadilan apabila yang terjadi adalah kerjasama antara supremasi hukum dengan hukum yang responsif sebagai hasil dari konfigurasi politik yang demokratis. Di luar itu, kita harus berhadapan dengan kolusi antara hukum dan politik yang cenderung membebaskan koruptor dalam perkara korupsi atas motif ekonomi.

Apalagi kolusi antara politik tanpa etika dengan hukum tanpa keadilan merupakan relasi hukum-politik yang patut dicurigai mendominasi interaksi hukum dan politik di Indonesia saat ini. Ada banyak argumen yang bisa dikemukakan untuk membuktikan kuatnya kolusi hukum-politik tersebut. Political corruption misalnya dapat diendus dari makin merajalelanya money politics dan banyaknya politisi yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Indikasi yang semakin menguatkan jejaring politik kekuasaan dan motif ekonomi sebagai jalan merengkuh kebebasan.

Sedangkan judicial corruption dapat terjadi melalui dua pintu utama, yaitu politisasi hukum oleh penguasa dan komersialisasi hukum oleh pengusaha. Karenanya politisi amoral yang menjadi pengusaha, atau sebaliknya, akan sangat berbahaya karena cenderung mempunyai banyak jalan untuk melakukan praktik mafia peradilan yaitu dengan mempolitisasinya melalui pendekatan kekuasaan dan mengkomersialisasinya melalui pendekatan keuangan.

Judicial corruption biasanya juga disamarkan dengan pendekatan hukum positif-normatif. Artinya, aturan hukum konservatif sebagai hasil konfigurasi politik otoriter Orde Baru, maupun produk hukum pasca Orde Baru yang by design dipersiapkan untuk melepaskan koruptor dijadikan landasan pembelaan oleh black lawyers, yaitu para pengacara yang berfilosofi maju tak gentar membela yang membayar.

Pola-pola pembelaan yang positif-normatif tersebut sekilas memang menjunjung tinggi kepastian hukum (rechtssicherteit) tetapi sebenarnya meninggalkan secara jelas dan bertentangan dengan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtigkeit), sebagaimana diprediksikan oleh asas hukum yang berbunyi lex dura, sed tamen scripta, yang artinya kepastian hukum itu cenderung bertentangan dengan rasa keadilan (Sudikno Mertokusumo: 1996).

Bagaimanakah hasil akhir dari permainan ini? Dapatkah kita optimis dan berharap? Atau haruskah kita bersiap dengan kepesimisan dan kekecewaan lanjutan? Pola kolusi antara politik tanpa etika dengan hukum tanpa keadilan sebagai akibat dari political dan judicial corruption yang merajalela di kalangan politisi, penegak hukum dan ekonom hanya dapat diberantas dan diberhentikan penyebarannya melalui pembersihan lembaga-lembaga politik dan institusi-institusi peradilan dari oknum-oknum yang korup. Dalam konteks itu solusi pemotongan satu generasi yang didesakkan oleh beberapa unsur mahasiswa termasuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menjadi menarik untuk didiskusikan meskipun tidak mudah untuk diaplikasikan. Bersihnya lembaga-lembaga politik dan institusi peradilan tentunya didorong keinginan merealisasikan cita-cita luhur bangsa dan negara ini seperti yang tertera dalam preambule UUD 1945.

Tanpa upaya pemberantasan menyeluruh tersebut, kita tidak hanya harus siap kecewa karena mewabahnya kolusi politik tanpa etika, hukum tanpa keadilan, dan ekonomi tanpa kesejahteraan yang akan mempetieskan skandal korupsi lainnya, tetapi juga harus berhadapan dengan realitas kekuasaan ekonomi, reformasi anti reformasi, dan akhirnya Indonesia tanpa Indonesia.

Maringan Wahyudianto
Ketua KAMMI DIY Bidang Kebijakan Publik 2008-2009
READ MORE [...]

Antara Gagasan Hatta dan Neoliberalisme


Tokoh besar pemikir Indonesia di bidang ekonomi tidak banyak, sebut saja salah satunya Mohammad Hatta. Salah satu proklamator dwitunggal berdirinya republik ini. Selain piawai berpolitik dan berdiplomasi, beliau mampu mengonsep sistem perekonomian yang sesuai dengan kultur negeri ini. Ekonomi kerakyatan, yang oleh begawan ekonomi, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo disebut pula ekonomi pancasila. Sistem yang menghidupkan peran sektor riil dalam bentuk koperasi. Hatta sangat percaya kalau semua sektor usaha yang sifatnya memenuhi hajat hidup rakyat, mutlak dikuasai oleh negara. Beliau meyakini kalau tugas negara, tak lain hanya melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan rakyat. Semua tertuang jelas sebagai amanat pemimpin-pemimpin bangsa dan negara ini dalam preambule UUD 1945. Akan tetapi pemikiran tokoh bangsa yang satu ini menjadi tidak relevan selain sebagai wacana dan pembelajaran di buku-buku sekolah. Bukan karena lemahnya argumen pemikiran ini, tapi karena pemerintah yang terlalu lemah dihadapan para pemodal/the capitalist.

Adam Smith seorang pemikir ekonomi klasik mempunyai pandangan yang sama dengan Hatta. Dalam Wealth of Nation, Smith menyatakan ada tiga tugas pemerintah. Pertama, melindungi masyarakat dari kekerasan dan invasi masyarakat merdeka lainnya. Kedua, tugas melindungi, sebisa mungkin, setiap anggota masyarakat dari ketidakadilan atau penindasan yang dilakukan oleh setiap anggota lain dari masyarakat tersebut, atau tugas menjamin pelaksanaan keadilan secara ketat. Ketiga, tugas membangun dan memelihara pekerjaan-pekerjaan umum tertentu dan pranata-pranata umum tertentu, yang tidak pernah seorang atau sekelompok kecil orang berminat membangun dan memeliharannya.

Gagasan Smith dikenal dengan ekonomi neo-klasik atau kapitalisme/liberalisme putih sebagaimana dikembangkan lebih lanjut oleh pengikut madzab ekonomi keynesian. Akan tetapi sejak bergulirnya gagasan tentang konsep ekonomi neoliberalisme gagasan Hatta dan Smith tersingkirkan. Argumen neoliberalisme ini jauh berbeda dari pemikiran ekonomi liberalisme klasik seperti yang dipaparkan oleh Adam Smith. Smith berargumen, negara masih dipentingkan dalam relasi ekonomi, yaitu sebagai institusi yang bertugas untuk mempertahankan prasarana publik dari tindakan monopoli ekonomi kelompok tertentu. Hanya saja, negara harus menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dimana individu bebas untuk mengejar kepentingannya sendiri. Pemerintah hanya berhak untuk mengatur pertukaran pasar berlangsung secara adil, terbuka dan ditandai oleh banyak pelaku. Pada pokoknya, gagasan Smith menganjurkan bahwa kompetisi individual yang dilakukan dalam rangka akumulasi kekayaan ini dibangun atas dasar proses kesejahteraan bersama dan pembangunan suatu bangsa dan negara. Sedangkan Gagasan Neoliberalisme menolak sepenuhnya keterlibatan pemerintah dalam urusan kebijakan di bidang ekonomi dan sosial, Gagasan ini dipelopori oleh Friedrich August von Hayek, Milton Friedman, Karl Popper, Michael Polanyi, Walter Lippman yang tergabung dalam sebuah sebuah kelompok bernama The Mont Pelerin Society (MPS).

Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997. Paket-paket pemulihan ekonomi IMF dan World Bank tidak membantu malah memperparah kondisi ekonomi dengan bunga hutang yang tinggi, termasuk terjualnya aset-aset negeri ini. Sejak itulah ide-ide ekonomi kerakyatan Bung Hatta resmi dimakamkan.

Jika dahulu Soekarno adalah panglima besar Indonesia, Maka saat ini pasar dan modal adalah panglimanya, tidak berlebihan jika presiden kita yang sesungguhnya adalah pasar itu sendiri. Semua kebijakan publik tidak lagi murni berasal dari pemerintah, akan tetapi sudah dipengaruhi oleh pasar yang begitu kuat. Era neoliberalisme saat ini, pemerintah tidak lebih dari sekedar kaki tangan asing untuk mengeruk segala potensi yang dimilki Indonesia. Indikasi ini semakin menguat ketika pemerintah mengesahkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-undang ini jelas sangat kontroversial. Contohnya, dalam pasal 8 Bab V ayat 1 disebutkan, penanam modal bisa bebas mengalihkan asetnya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Celah bagi investor untuk mengalihkan aset ke luar negeri (capital flight) jika sewaktu-waktu terbelit kasus atau akan mengalami pailit.

Pemilihan presiden lima tahun lalu, semua calon presiden mengungkapkan untuk mengembalikan sistem ekonomi kerakyatan. Faktanya pasangan terpilih tetap tidak dapat melepaskan diri dari belenggu kekuatan pasar. Globalisasi sebagai perwajahan neoliberalisme telah menjadi alasan kuat peran pasar mengambil alih perekonomian Indonesia. Kini perhelatan lima tahunan sedang berlangsung. Para calon presiden berebut simpati dengan janji-janji yang akan membawa Indonesia menuju sejahtera dengan ekonomi kerakyatan sebagai patokan utama sistem ekonomi. Mahasiswa, akademisi, praktisi, dan khususnya rakyat Indonesia sekiranya dapat dengan cerdas menentukan pilihannya, mana yang akan membawa kesejahteraan dengan gagasan Mohammad Hatta atau kembali diterkam Neoliberalisme.

Maringan Wahyudianto
Ketua KAMMI DIY Bidang Kebijakan Publik 2008-2009
READ MORE [...]