Lupakanlah, Aku Bukan Matahari


Maaf bila melupakanmu Satu hal yang telah terbiasa Kuberjanji tak kan berbuat Satu kesalahan yang sama

Sebenarnya aku harus bergerak kembali. Terlalu lama mengurung diri di kamarku. Biasanya kamarku dapat memberikan inspirasi. Melihat poster Vertical Limit, darahku kan bergejolak untuk melakukan petualangan kembali. Tidak harus mendaki, mungkin backpacking atau touring. Membaca buku-buku dan artikel-artikel di komputerku pun dapat memberikan gagasan menulis. Mendengar radio akan mengantarkanku ke alam hayalku. Tapi kali ini berbeda, aku kehilangan keberdayaan. Beberapa malam kuhabiskan dengan tidak tidur pun mulai kehilangan makna.

Aku mulai kehilangan siapa diriku. Orang yang kini kuharapkan bersamaku pun mulai menghindar. Pertanda yang tidak menyenangkan. Kesalahan apa kutak tau. Mungkin saatnya kumenyerah. Tibakah waktuku tuk rehat atau malah habis. Menyongsong 'kematian' ikhwankiri yang selama ini menjadi kebanggaanku. image perlawanan yang kubangun, trademark gerakan yang kuciptakan.

Dan sedihku tak kuujinkan Membawa semua kebahagiaan

Aku seperti sedang mencari kembali benih pengharapan. Berkutat pada pencitraan baru siapakah seonggok Yudi ini. Tapi serasa aku bukan diriku. Cap 'kenakalanku' telah kubangun dengan kesempurnaan bangunan istana yang megah. Atau aku kembali melongok pada sejarahku, tiba-tiba berharap waktu kembali dan menjadi hipokrit. Aku tidak mau. Aku punya sejarah. Aku telah lahir dan tidak kan dapat ditarik dari sejarah.

Aku sadar, yang kulakukan tidak dimengerti orang-orang, tapi dari dulu aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang. Aku punya pilihan dan kupilih semua dengan caraku. Ini jalanku.

Terkutuk bila aku Melepaskan cintamu itu Hanyalah satu asa Yang harus lakukan

Kupandangi seluruh isi di kamarku. Komputer yang senantiasa menemaniku, rak-rak kayu penuh buku-bukuku, tivi tercintaku, tape/radio kecil yang memperdengarkan lagu-laguku, gitar, perlengkapan tempur pendakianku, ah... kalimat-kalimat indah yang tertempel di dinding kamarku... Lupakanlah...

Kulirik pintu kamarku, terpajang foto pendakianku pertama. Betapa pasca itu aku sangat mengagumi gunung, keindahan awan-awan, kabut-kabut yang menutupi jalan-jalanku. Keangkuhan untuk menaklukan gunung kini berubah menjadi sebuah kecintaan. Semua kegalauan dan pertanyaan terjawab tuntas.

Ingin aku melupakanmu Berhenti tak membayangkanmu Satu hari saja ku coba Tapi memang kutak terbiasa

Seolah kaki dan tanganku kini teramputasi. Aku tak bergerak. Mencoba diam dan bersembunyi di kamarku, sebuah tempurung raksasa. Anganku melayang. Semua impianku mulai kosong. Perencanaanku buyar seketika.

Kuarahkan kepalan tanganku kepada tembok kamarku. Ah... Biarlah sakit, tak mengapa. Biarkan terluka, biarkan membengkak. Agar tenang jiwaku, menemukan kembali siapa aku. Melupakan kalau aku matahari dan melepaskan malam-malamku.

sang lelaki kelas dua
(lirik perihal cinta - Gigi)
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!