“salam bro”, teriakku sambil berjalan masuk ke dalam rumah yang biasa jadi tempat nongkrong anak-anak medan, basecamp tepatnya.
“salam, darimana kau?”, balas Kakek .
“adalah wak, tadi rapat terus mau cuci kompor kau nih”, jawabku sambil berjalan keluar dan mencari sabun cuci dan lap.
Aku ingat betul beberapa kali muncul di basecamp selalu saja pertanyaan seputar kompor dimana keluar. Seperti biasa aku cuma bisa mesem-mesem. Kompor portable itu memang favorit kita, stand by terus kala diantara kita pengen camping, hiking, atau mountainaring.
Beres mencuci kompor, aku ke kamar sobatku Ibal dan menghidupkan komputer. Kubuka folder D: LEISURE. Kutemukan file film Hellboy2 dan Hancock. Ready to watch now. Kakek masuk dan mencubit dadaku.
“busyet!. Kurang ajar!”, umpatku.
“hehehe…”, tawa Kakek dan berhasil memelukku dari belakang.
“woi, aku bukan Ryan”, sepertinya wajahku serius.
Ryan, penjagal dari Jombang belakangan menjadi ikon laris manis bagi mereka penyuka sesama jenis. Apapun yang dilakukan secara “mesra” antar laki-laki maka selalu saja dianggap Ryan. Imbasnya, bila dua ikhwan bertemu lantas berpelukan maka sering terlontar sebutan Ryan untuk salah seorang diantaranya. Fenomena sosial baru yang tengah menggeliat. Secara psikologis, semua orang punya potensi penyimpangan seks, termasuk menjadi penyuka sesame jenis.
“serius kali kau, kita nonton Iron Man aja wak, Hancock banyak melo-nya”, terangnya sambil senyum-senyum. Bayanganku seperti sedang berhadapan dengan gigolo cacingan karena badan kakek ya seperti badan kakek-kakek pada umumnya. Belum lagi dari tadi dia hanya bertelanjang dada.
“ga pa pa wak, aku belon nonton, kau baca koran aja sana”, balasku.
“aku mo ngirim barang wak, punya bapakku. Kemaren dah diminta. Kau kawanin aku nanti ya” pintanya.
“males nih, mau nonton aja, sori ya wak”, tolakku lembut.
Kakek mulai sibuk mengepak barang-barang yang akan dikirim ke Medan dan tentu saja wajah seriusku memelototi monitor komputer serasa konyol karena ternyata semakin banyak makhluk sakti dan penghuni neraka bisa keluar apalagi ternyata robot-robot. Wow!. “Imajinasi liar seperti itu keluar dari model otak bagaimana ya?” gumamku mengomentari sang anak Iblis, Hellboy.
“Samlikom”, Ibal masuk ke kamar dan langsung mencubit dadaku mesra.
“ah…, aku laki-laki wak, apalagi Ryan”, sergahku sambil berusaha menepis tangannya yang serasa meraba-raba punggungku.
“hahaha…”, tawanya keras dan memancing Kakek bergabung.
Selanjutnya tiiiiiiiiiittthhhhh…
***
“Kakek, belikan makan siang sekarang”, perintah Ibal.
“daulat tuanku”, sigap Kakek menjawab. Bentuk ketundukan abdi kepada majikan. Tidak lama Kakek yang memerintahkan hal yang sama kepada Ibal. Beberapa kali terulang. Padahal tidak boleh ngulang tiga kali. Padahal tidak boleh ngulang tiga kali. Padahal tidak boleh ngulang tiga kali. “Enough!”.
“ga ada yang bergerak nih”, tanyaku. Berharap aku bisa ditraktir siang ini. Kanker.
“aku cabut dulu wak, ke kantor pos, nganter barang ini dulu”, kata Kakek dan dengan gerak cepat menyalakan motor.
“yuk, makan. Laper kali wak”, Ibal memelas.
“boleh, bayarin aku ya”, tawarku konkret. Dalam hati kutertawa senang. Betapa tidak. Tadi pagi aku dibayarin sarapan bubur ayam Jakarta di depan Rektorat UNY oleh Sari, akhowat Humas KAMMI DIY sekalian rapat redaksi majalah dan siang ini, Free again.
Berangkat berdua dengan Ibal. Di sepanjang jalan kita heran kenapa banyak orang memperhatikan kita. Apa karena kita begitu “mesranya” di atas sepeda motor. “Astaghfirullah, Ya Allah, aku masih normal kok”, lirihku dalam hati.
Sejenak kita berhenti di persewaan komik. Sudah lama aku tidak pinjam komik. Apalagi sempat main ke tempat begini. “gila nih tempat, majalah FHM, Cosmopolitan, dan sederet majalah berbau pornografi ada”, hatiku berbicara. Padahal tepat dihadapanku ada tiga anak sekolah dasar sedang baca komik.
***
Lanjut perjalanan menuju warung makan. Hercules namanya. Warung dengan menu spesial ikan tuna di jalan selokan mataram, utara Fakultas Teknik UGM. Sudah terkenal dan beberapa kali diliput media cetak. Kita bilang, “maknyus”.
“bungkus nasi telor tuna dua”, pesan Ibal.
“oke”, jawab pelayan dan senyum manisnya seperti melegakan dahaga kala puasa seharian. Jadi ingat seorang teman bertubuh gemuk di Sekretariat KAMMI DIY, “gadhul bashar akhi”, sering dia mengingatkan.
Lima belas menit menunggu, kita dipanggil, “telur tuna dua bungkus”.
Kita datang dan celetuk mbak kasir “aku beri tau ke mas eko ya kalau mas-nya selingkuh”
“hah…, astaghfirullah”, aku ga bisa protes.
30 Agustus 2008
Thanx sobat-sobat Ikatan Mahasiswa Muslim Homo-rizt
LP Pogung Lor Indah
Ketauan Selingkuh
Posted by
Maringan Wahyudianto, SH
Labels:
Cerpen
05 March, 2009
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!