Tugas Utama Humas Gerakan
Posted by
Maringan Wahyudianto, SH
Labels:
KAMMI
Pada era komunikasi sekarang, banyak instansi/lembaga yang menempatkan Hubungan Masyarakat (Humas) sebagai struktur resmi yang penting. Tidak hanya lembaga laba, melainkan juga lembaga-lembaga nirlaba/sosial. Mengapa Humas memegang peranan penting? Adanya persaingan ketat menuntut adanya pengaturan arus lalu lintas informasi secara cepat, jelas, tepat dan akurat. Dan Humaslah yang memegang tugas ini.
Dalam kerjanya Humas tidak terlepas dari dua hal; dua fungsi yang menjadi garapan Humas. Pertama, berkaitan dengan strategi pencitraan; kedua, strategi membangun jaringan kerja.
Pencitraan merupakan bentuk membangun eksistensi lembaga ke publik. Keberadaan lembaga (bahkan individu) yang diwakili diperkenalkan ke publik, mulai yang bertalian dengan keorganisasian hingga kinerja dan dinamikanya. Tujuan dalam pencitraan ini adalah agar lembaga yang diwakili memperoleh tempat di publik. Dalam jangka tertentu seorang Humas harus membuat perencanaan: sampai kapan (batas waktu) target ini tercapai?
Aktivitas yang berhubungan dengan pencitraan berhubungan erat dengan strategi komunikasi. Setiap ranah dapat dimasuki untuk “direkayasa” memperkenalkan lembaga kita. Yang paling menonjol adalah media massa. Dengan kelebihannya yang ada, media harus memperoleh prioritas. Seorang Humas harus tahu dampak pemberitaan media terhadap lembaga. Seorang Humas harus tahu respon pembaca (massa) atas sebuah pemberitaan. Singkatnya, seorang Humas harus mampu menangkap kebutuhan media dan juga pembaca. Dari sisi ini, Humas akan siap memasok kebutuhan informasi bagi massa.
Adapun tentang jaringan, ia merupakan sarana vital Humas dalam menjalankan fungsi pencitraan. Bahkan keduanya saling berkaitan. Setelah aktivitas pencitraan, asumsinya lembaga kita dikenal publik. Ini menjadi kunci awal memasuki atau memperkenalkan lembaga kita lebih jauh. Pencitraan bagaimanapun memiliki keterbatasan dalam menentukan informasi apa saja yang perlu diketahui publik. Lain halnya dengan mitra lembaga yang sudah kita percayai, kekurangan lembaga atau bahkan kesalahan lembaga bukan saja tidak perlu ditutup-tutupi, malah harus dibicarakan untuk dipecahkan. Inilah salah satu kegunaan adanya jaringan. Yang lebih vital adanya jaringan terkait dengan mobilisasi dukungan. Bisa berupa dukungan politis (ini yang utama), bisa pula dalam bentuk kemitraan program bersama.
Kendala yang ditemui di lapangan, seperti yang saya amati, kerap kali dalam membangun jaringan ini dibatasi sebagai jaringan lembaga sevisi. Artinya, lembaga kita hanya mau bermitra dengan lembaga sevisi, atau katakanlah seideologi. Tentu saja bukan ini yang dimaksud jaringan, kecuali memang secara kelembagaan ada kesepakatan pembatasan definisi dan kualifikasi jaringan. Yang ideal, lembaga yang berbeda visi ataupun ideologinya tidak menjadi masalah untuk dikategorikan sebagai mitra lembaga kita. Tentu ada rambu dan parameter tersendiri. Namun sekali lagi, adanya rambu dan parameter bukan ditujukan untuk membatasi ruang gerak lembaga.
Untuk menunjang kedua fungsi di atas, seorang Humas membutuhkan prasyarat mobilitas. Mobilitas diterapkan dalam mencari informasi, menangkap peluang, dan kemudian mengambil inisiatif mencitrakan lembaganya. Ia harus mahir mengkomunikasikan keberadaan lembaganya dengan bahasa-bahasa yang relevan dan kontekstual. Ia harus mampu menangkap psikologi komunikan (lawan bicara), sehingga secara akurat menjelaskan pesan kelembagaan dengan bahasa yang mudah dipahami. Dengan bahasa lebih sederhana dinyatakan, ia haruslah sosok yang komunikatif.
Ia senantiasa mengambil inisiatif untuk menampilkan lembaganya di media misalnya. Maka, ia akan menjadikan orang-orang media sebagai rekan kerjanya. Ia akan menjadikan awak media sebagai bagian jaringan kerjanya. Begitu pula dalam wilayah kerja nonmedia.
Yang terpenting dalam berkomunikasi dengan publik adalah kejujuran. Ini penting sebab menyangkut modal lembaga jangka panjang. Kejujuran adalah bagian dari kredibilitas. Maka, tatkala seorang Humas berbohong pada publik, baik atas perintah atasan maupun inisiatif pribadi, akan merugikan lembaga sekaligus pribadinya. Ke depannya sulit untuk meraih simpati apalagi dukungan dari pihak lain.
*dari Maringan Wahyudianto untuk HUMAS KAMMI se-Indonesia
(sebuah pembelajaran dari Yusuf Maulana, mantan HUMAS KAMMI DIY)
10 June, 2009
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!