Teori Sosiologi Hukum

Teori sosiologi hukum termasuk dalam katgori teori hukum empirik. Penjelasan yang diberikan oleh teori tersebut senantiasa dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat, apakah itu berupa kondisi-kondisi soial ataupun histories. Teori-teori sosiologis hukum berangkat dari pengamatan yang mendalam terhadap fakta atau kenyataan yang dilihatnya. 

Teori-teori dalam sosiologi hukum bersifat komprehensif, yaitu memberikan penjelasan yang lebih luas dan menyeluruh terhadap suatu fakta atau kenyataan yang terjadi dikaitkan dengan kaidah-kaidah yang ada. Teori-teori tersebut dibangun untuk memberikan penjelasan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti sebab-muabab, asal-usul social dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebutadalah rangkaian pertanyaan sosiologis tidak dapat dijawab dengan hanya berdasarkan pada dogma-dogma atau doktrin-doktrin yang dibangun untuk menguatkan aspek legal formal yang ada yaitu perundang-undangan.

Teori sosiologi hukum memberikan pencerahan untuk menjawab berbagai macam permasalahan hukum pada sifat abad ke-20. Hal ini disebabkan permasalahan-permasalahan hukum pada abad ke-dua puluh terlalu besar dan rumit untuk dapat dijawab oleh teori hukum legal-positivistik. Pada abad ini pula, semakin banyak orang yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam dan lebih jauh dari sekedar aspek yuridisnya saja, tetapi telah memasuki sosiologis yang mempengaruhinya.

Berikut ini adalah beberapa teori sosiologi hukum yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sosiolog yang berhasil dirangkum oleh penulis dalam makalah ini, antara lain, yaitu:
1. Teori Klasik (Aliran Sociological Jurisprudence)  
Eugen Ehrlich, seorang professor Austria termasuk sosiolog hukum pada era klasik. Pada tahun 1913, Ehrlich menulis buku berjudul “Fundamental Principles of the Sociology of Law”. Ia terkenal dengan konsep “living law”, yaitu adanya pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup. Konsep ini menekankan bahwa, hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh para antropolog sebagai pola-pola kebudayaan (culture patterns)

Ehrlich mengatakan, bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum, tetapi terletak di dalam masyarakat itu sendiri.

Kebaikan dari analisis Ehrlichterletak pada usahanya untuk mengarahkan perhatian para ahli hukum pada ruang lingkup sistem sosial, dimana akan ditemukan kekuatan-kekuatan yang mengendalikan hukum. Teori Ehrlich pada umumnya berguna sebagai bantuan untuk memahami hukum dalam konteks sosial. Akan tetapi, kesu;itannya adalah unutk menentukan ukuran-ukuran apakah yang dapat digunakan untuk menentukan suatu kaidah hukum yang benar-benar merupakan hukum yang hidup (dan dianggap adil dalam masyarakat).    
2.    Teori Makro
a.    Emile Dirkheim (1858-1917) 
Di dalam teorinya tentang masyarakat, Durkheim menaruh perhatian yang besar terhadap kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis solidaritas yang ada dan dijumpai di masyarakat. Hukum dirumuskan olehnya sebagai suatu kaidah yang bersanksi. Berat ringannya suatu sanksi didasarkan pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan dan keyakinan dalam masyarakat tentang baik dan buruknya suatu tindakan serta peranan sanksi tersebut dalam masyarakat. Pembedaan jenis sanksi tersebut berdasakan tipe solidaritas masyarakat. Ada dua jenis kalsifikasi kaidah tersebut, antara lain:
  • Kaidah hukum represif (Hukum pidana)
Sanksi-sanksi yang terdapat dalam kaidah hukum ini mendatangkan penderitaan bagi mereka yang melanggar ketentuan kaidah-kaidah hukum yang berangkutan. Tipe solidaritas pada masyarakat ini adalah mechanical solidarity.
  • Kaidah hukum restitusi (Hukum perdata)
Sanksi-sanksi yang terdapat dalam kaidah hukum ini adalah baru dapat dijalankan apabila terdapat ketidakadilan dalam hubungan keperdataan orang per orang. Tipe solidaritas pada masyarakat ini adalah organic solidarity.
 
b.    Max Webber (1864-1920) 
Max Webber membagi hukum menjadi empat tipe hukum ideal, yaitu:
  1. Hukum Irrasional material, pembentuk undang –undang dan hakim berdasar aspek rasional
  2. Irrasional formal, pembentuk undang-undang dan hakim berdasar sesuatu berdasr diluar akal
  3. Rasional material, pembentuk undang-undang dan hukum pada perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan.
  4. Rasional formal, pembentuk undang-undang dan hukum berdasarkan ketentuan abstrak sistem hukum.
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!