Penyandang Perubahan itu Bernama Mahasiswa


“Someday, I promise you, they will all watch as I change the world” 
(Monkey D. Dragon)

Mahasiswa mungkin akan selalu menyandang predikat sebagai agent of change (Agen Perubahan). Tidak salah kalau melirik ke sejarah cina, peristiwa Tiananmen atau barangkali di Indonesia sendiri peristiwa Tritura, Tragedi Trisakti dan lainnya sebagai saksi sejarah betapa mahasiswa mampu menjadi jiwa-jiwa revolusioner. 

Mahasiswa tentunya merasa ikut bertanggung jawab atas apa yang menimpa masyarakat Indonesia. Sebagai kelompok terdidik yang merupakan lapisan kecil elite Indonesia yang sampai sekarang sarjana di Indonesia hanya sekitar 5% dari total penduduk Indonesia. Mereka lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berfikir dan berperan menjadi pendorong bergeraknya kehidupan masyarakat. Padahal untuk mendorong dinamika dan perubahan sosial yang berkaitan untuk penungkatan dan perbaikan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat diperlukan setidak-tidaknya 30% kelompok penduduk pada berbagai keahlian, terutama sekali pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Peran mereka sungguh sangat menentukan

Sisanya di negeri ini dari keseluruhan penduduk, ada 85,7%, hampir mendekati seluruh jumlah penduduk di negeri ini yang hanya mengenyam pendidikan dasar, dan termasuk mereka yang drops out dari sekolah dasar. Kalau kita lihat laporan data ESCAP population data sheet tahun 2006 ada sebanyak 35,29% rakyat Indonesia tidak tamat SD. Ada sebanyak 34,22 % rakyat indonesia hanya tamat SD dan hanya 13% rakyat indonesia hanya tamat SMP.

Pertanyaan sekarang ialah, apakah mahasiswa sudah berperan dalam proses pemberdayaan masyarakat yang bersifat mencerdaskan dan memajukan taraf hidup mereka? Masih adakah perhatian terhadap kampung halaman yang mengharapkan uluran tangannya? Menjawab pertanyaan tersebut cukup susah karena beberapa persoalan senantiasa melingkari realitas mahasiswa.

***

Sekarang ini mahasiswa bahkan menjadi salah satu bagian dari persoalan itu sendiri ditengah masyarakat pedesaan dengan semakin meningkatnya pengangguran sarjana yang, dilihat dari angka pengangguran terdidik di Indonesia telah mencapai angka 740 ribu, angka yang fantastis pada tahun 2007 (Republika, 13/02/2008). Meningkatnya jumlah pengangguran sarjana erat dipicu ketidakmampuan mahasiswa untuk bersaing karena keterbatasan skill dan lemahnya pembacaan potensi, kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup, ketahanan ekonominya di tengah masyarakat. Sementara ini kemampuan universitas hanya memberikan teori-teori sedang aplikasinya masih sangat minim. Akhirnya universitas seperti tempurung yang memenjarakan mahasiswa dalam aplikasi intelektualnya ditengah masyarakat.

Mengutuk mahasiswa dalam kestabilan yang mantap, stagnan dan mandul. Keadaan ini bisa menimbulkan sikap pengunduran diri atau apatis, atau seperti yang dikatakan David Reisman, ”privatisme”: penekanan nilai-nilai yang paling tipis hubungannya dengan kehidupan sosial. Mahasiswa akan sibuk dengan diri sendiri dan mempersetankan lingkungan sosial.

***

Mahasiswa kini dituntut lebih sigap terhadap suatu perubahan, apalagi jelas akan menghadapi tantangan dunia ketenagakerjaan yang menuntut totalitas kemampuan mahasiswa yang lebih aplikatif ataupun berkompetensi global sehingga hanya satu kata untuk seorang mahasiswa, yaitu sukses. Oleh karena itu perlu sistematika pelatihan terhadap mahasiswa guna menciptakan mahasiswa yang dapat berkompetensi global, antara lain :

1. Living Skills
Secara singkat mungkin dapat diartikan pembangunan karakter pribadi sukses bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa senantiasa digerakkan nilai-nilai kemanusiaan seperti : integritas, pengendalian diri, keberanian, kesederhanan dan sebagainya.

2. Learning Skills
Pelatihan ini akan meliputi pengenalan kepada 4 keterampilan dalam proses pembelajaran yang mandiri dan aktif, yaitu mengenali gaya belajar, bagaimana membuat catatan yang efektif, membaca dengan cepat dan belajar dengan pemikiran yang kritis.

3. Thinking Skills
Hampir dalam keseharian, kita selalu dihadapkan dengan masalah-masalah, baik besar atau kecil, penting atau tidak penting, rumit atau sederhana maka diperlukan Problem solving dan Decision making sebagai mahasiswa untuk menuntaskan masalahnya.

4. IESQ Skills
Jika selama ini mahasiswa sering kali dirasakan kurang mampu mengekspresikan diri, kurang mampu tampil menarik dalam presentasi, lemah dalam negoisasi. Hal ini semata-mata bukanlah persoalan ketidakmampuan dalam tataran skill tetapi lebih merupakan adanya konstruksi diri sebagian besar mahasiswa dam konstruksi sosial yang menyebabkan mereka bertindak demikian.

Seringkali orang terjebak dalam teknik dan keterampilan apa saja yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa namun, seringkali orang melupakan struktur dasar yang membentuk mengapa mahasiswa kurang optimal dalam mengekspresikan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu diperlukan sinergisitas antara Intellegence (kapasitas dan kapabilitas), Emotional (kedewasaan berpikir dan bertindak), Spiritual Quotient (cerminan akhlak) mahasiswa menuju kompetensi global.
 
***

Mahasiswa yang merupakan aset bangsa yang memiliki ruang gerak yang cukup dipertimbangkan dapat menjadi akselerator perubahan dan perbaikan. Melalui pemikiran dan tindakannya sebagai mahasiswa sekaligus pemuda yang akan membebaskan masyarakat dari segala bentuk ketidakadilan dan jeratan permasalahan sosial.

Tentunya untuk menciptakan pemikiran yang kokoh dan membangun diperlukan proses yang berkelanjutan dan berjenjang. Bercermin dari paradigma pendidikan yang dijadikan jalan utama untuk melaksanakan arah gerak, karena, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakan peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian  yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat. Fungsi ini akan terus dilaksanakan untuk memenuhi visi pendidikan itu sendiri, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang diberlakukannya cara-cara yang massif untuk mendapatkan mahasiswa sebagai motor penggerak dan perubah peradaban.

Ruang-ruang akademis dan gerakan kemahasiswaan mampu menghasilkan director of change, yang memiliki kepedulian terhadap bangsa dan komitmen tinggi untuk mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Mahasiswa merupakan aset bangsa dengan segala kelebihannya dan segala kekurangannya, tetapi kita akan tetap mencoba untuk menjadi orang yang berkontribusi dalam terselenggarakannya masyarakat Indonesia yang terbebas dari segala macam tirani (baca: penjajahan sosial)

Belajar itu harus tetap dilaksanakan, belajar dari sejarah lalu untuk memperbaiki keadaan hari ini dan mewujudkan cita-cita masa depan. Semangatlah wahai mahasiswa Indonesia, melaluimulah negeri ini akan dibangun.
 
Sejarah adalah serangkaian dongeng yang telah disepakati (Voltaire)

*Maringan Wahyudianto
Pjs. Dept. Jaringan, Forum Kader Pengembang Moral Etika Pemuda Indonesia (FKAPMEPI) MENEGPORA RI

*tulisan ini diminta oleh temen sekontrakan yg skaligus Ketua Badan Legislatif Mahasiswa FIB UGM untuk dibuatkan buletin. Sayangnya karena bingung mau menulis seperti apa, saya men-comot saja dari 2 artikel dari blog ini. :D
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!