Demokrasi bukanlah murni lahir dari seorang pemikir ataupun filsuf, namun istilah dan konsepnya kemudian yang dipopulerkan oleh pemikir-pemikir itu. Konsep aspirasi rakyat secara langsung pernah diterapkan di jaman athena yunani kuno namun sekarang dengan jumlah populasi manusia yang begitu banyak, hal ini tidak mungkn dilakukan lagi. Proses yang paling relevan dalam menghayati sebuah bentuk pemerintahan seperti ini adalah adanya aktifitas melihat, mengkaji dan mencatat, kemudian setelah beberapa lama hal ini kemudian dikait- kaitkan dengan sebuah konsep pemerintahan ideal (al madinah al fadhilah) di atas sebuah negeri yang bertujuan untuk mensejahterakan serta menjamin aspirasi rakyat dalam pemerintahan yang berada di atasnya.
Hingga di era revolusi sosial ini paham demokrasi yang menitik beratkan pada kedaulatan rakyat secara umum diklaim oleh hampir seluruh negara modern, bahkan oleh negara komunis sekalipun. Hal ini disebabkan karena adanya muatan nilai positif pada istilah demokrasi yang dikonsep oleh amerika setelah muncul sebagai negara yang sukses merepresentasikan kehidupan materialistis ditengah krisis yang dialami dunia- khususnya negara dunia ketiga – saat itu. Sehingga siapa saja hampir –hampir menyebutkan negerinya sebagai negeri yang demokratis.
Sebelum membahas populernya demokrasi di kalangan kaum muslimin pada awal abad ke-21 ini, terlebih dahulu harus diketahui kapan pertama kalinya para pemikir muslim mulai mengkaji mengenai konsep pemerintahan yang berdaasrkan keputusan ijtima’i dalam menentukan hal yang bersinggungan dengan kebijakan politik maupun perundang – undangan yang berhubungan pada kehidupan masyarakat hingga bernegara -secara holistik, baik dalam konstituennya sendiri maupun terhadap konstituen negara asing dengan tidak menafikan kaidah syariah al-islami .
Jika dirunut sejarah demokrasi dalam pemikiran politik islam yang diyakini sebagian orang sebagai bentuk lain penfsiran gagasan daulah (negara) dalam Al-Quran- karena pemahaman demokrasi baru sebatas keadilan atau bahkan penghargaan vis a vis Islam dalam menghargai hak-hak asasi manusia – mulai dibicarakan pada akhir paro abad ke-19. Saat itu negara – negara islam diseluruh belahan bumi kondisinya nyaris serupa : bergumul dengan kolonialisme, ditindas, dan diperintah oleh penguasa atau raja yang tiran. Dalam kondisi demikian, mereka mendengar gagasan demokrasi yang berasal dari barat, yang menaruh penghargaan terhadap hak- hak asasi manusia, menekankan kebebasan pendapat dan partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan, mulailah mereka berbicara mengenai demokrasi sambil mengatakan sesungguhnya islam itu demokratis.
Mengatakan islam itu demokratis seperti yang dikatakan diatas dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan keyakinan dengan peambandingan istilah oleh sebagian besar kaum muslimin saat itu, dengan dasar pengertian serta manhaj yang digunakan bisa dikatakan pemakaian istilah Islam itu demokratis sudah sangat berbeda dengan istilah sekarang dan secara legitimitas hal ini sangat lemah dijadikan sebuah retorik maupun asumsi untuk alasan apapun.
Menurut Jalaludin Rakhmat ’menyebut Islam itu demokratis sebenarnya hanya menyederhanakan perjuangan Islam yang terlalu panjang kalau disebut satu – persatu, seperti Islam itu memperjuangkan keadilan, menuntut perdamaian, dan seterusnya’. Sehingga permasalahan yang bias ketika memperdebatkan bahwa demokrasi itu haram atau halal karena masih ada orang yang mengaitkan istilah – istilah itu seperti sebuah idiom.
Barulah jelas kaburnya pemaknaan atau boleh jadi perubahan makna istilah dulu dengan yang sekarang mungkin tidak pas lagi dengan konteks jaman, menjadi pemicu adanya beda pandangan mengenai konsep pemerintahan di antara para pemikir Islam. Bahkan ada sebagian golongan yang ekstrem mengemukakan bahwa demokrasi adalah sistem yang kufur sehingga siapa saja yang mengambil bagian dari sistem tersebut maka sama saja telah melegalisir kekufuran.
Lalu bagaimanakah dengan demokrasi yang dijalankan diatas negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya muslim, apakah hal itu didefinisikan sebagai kekufuran kaum muslimin. Tentu dengan penjabaran yang yang telah dikemukakan di atas hendaknya jangan terburu- buru dengan juridikasi setengah yang nantinya menurut hemat justeru akan merugikan umat Islam wa bil khusus masyarakat grassroot yang notabene awam dengan pembahasan ideologis. Dan tidak berarti pernyataan seperti ini merupakan bentuk persetujuan terhadap demokratisasi tekstual yang dijalankan negara-negara muslim yang ”pro” terhadap pemimpin negara pan-demokrasi yang terkenal dengan pesawat tempur F-16 nya itu.
Lalu bagaimanakah dengan demokrasi yang dijalankan diatas negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya muslim, apakah hal itu didefinisikan sebagai kekufuran kaum muslimin. Tentu dengan penjabaran yang yang telah dikemukakan di atas hendaknya jangan terburu- buru dengan juridikasi setengah yang nantinya menurut hemat justeru akan merugikan umat Islam wa bil khusus masyarakat grassroot yang notabene awam dengan pembahasan ideologis. Dan tidak berarti pernyataan seperti ini merupakan bentuk persetujuan terhadap demokratisasi tekstual yang dijalankan negara-negara muslim yang ”pro” terhadap pemimpin negara pan-demokrasi yang terkenal dengan pesawat tempur F-16 nya itu.
Menurut Dahlan Thaib asas kedaulatan rakyat atau paham demokrasi mengandung (dua) arti: pertama, demokrasi yang berkaitan dengan sistem pemerintahan atau bagaimana caranya rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan yang kedua demokrasi sebagai asas yang di pengaruhi keadaan kultural, historis suatu bangsa sehingga munculah istilah demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat, dan demokrasi pancasila.
0 comments:
terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!