Upaya Pemberantasan Korupsi 1

Perkembangan kejahatan dewasa ini dirasakan semakin mengkhawatirkan, hal ini terlihat dari tingginya kualitas dan kuantitas kejahatan yang ada pada saat ini. Pada sisi kualitas, perkembangan kejahatan dapat terlihat dari sulitnya mendeteksi dan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan, sedangkan pada kuantitasnya dapat terlihat dari banyaknya jumlah kejahatan yang terjadi. Contoh perkembangan kejahatan pada saat ini adalah dengan munculnya beragam jenis kejahatan baru seperti white collar crime, cyber crime, money laundering dan masih banyak yang lainnya. 

Perkembangan kejahatan tersebut menggunakan cara dan metode yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.

Salah satu kejahatan yang berkembang saat ini adalah kejahatan korupsi. Dapat dikatakan bahwa kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang telah ada sejak adanya interaksi antar manusia. Hal ini berdasarkan pada arti harfiah korupsi yang berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah seperti yang tercantum dalam The Webster Dictionary.  Tetapi kejahatan korupsi yang berkembang saat ini sangat berbeda dengan kejahatan korupsi yang ada pada jaman dahulu baik dari segi modus maupun dampak yang ditimbulkan.

Tipologi kejahatan korupsi yang ada dan berkembang saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, hal ini terlihat dari pelakunya yang biasanya tidak hanya perorangan tetapi suatu kelompok yang bekerja bersama-sama secara terorganisir, dampaknya sangat besar yang dapat mengganggu keuangan dan perekonomian suatu negara serta modus operandinya sangat canggih dan kompleks sehingga sulit untuk dideteksi dan dibuktikan. Bahkan, kejahatan korupsi pada saat ini dapat menjadi sumber munculnya kejahatan baru seperti kejahatan money laundering yang berfungsi untuk menyembunyikan dan mengamankan hasil kejahatan korupsi tersebut.

Kejahatan korupsi merupakan suatu kejahatan yang sangat berbahaya dan hampir terjadi pada setiap negara di dunia. Kejahatan ini dianggap sebagai suatu permasalahan global yang penanganannya perlu diadakan kerjasama antar negara. Wujud kerjasama negara-negara di dunia untuk mengatasi masalah korupsi ini terlihat dari adanya suatu kesepakatan bersama antar negara di dunia mengenai pemberantasan korupsi yang diberi nama United Nations Convention Againts Corruption.

Upaya untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia sangat diprioritaskan, hal ini dikarenakan tingkat korupsi di Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan hasil survei pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 oleh Transparency International yaitu sebuah gerakan global menentang korupsi yang berkantor pusat di Berlin, Jerman, dengan cabang-cabang di 120 negara yang salah satunya terdapat di Indonesia, menyatakan bahwa: 

Peringkat korupsi Indonesia sejak 1998-2004 selalu berada dalam peringkat sepuluh besar negara terkorup di dunia. Tahun 1998 (peringkat 6 terkorup dari 85 negara), tahun 1999 (peringkat 3 terkorup dari 98 negara), tahun 2000 (peringkat 5 terkorup dari 90 negara), tahun 2001 (peringkat 4 terkorup dari 91 negara), tahun 2002 (peringkat 6 terkorup dari 102 negara), tahun 2003 (peringkat 6 terkorup dari 133 negara). Dan terakhir di tahun 2004, Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 dari 146 negara.

Pada tahun 2006, Transparency International yang juga merupakan satu-satunya Organisasi Internasional yang secara khusus bekerja untuk menghapus korupsi, kembali mengeluarkan hasil surveinya mengenai tingkat korupsi di Indonesia yang menyatakan bahwa: 
Peringkat korupsi Indonesia semakin baik dengan nilai indeks 2,4 meningkat dari tahun sebelumnya, 2,2. Nilai indeks ini juga ikut mendongkrak urutan Indonesia satu peringkat dari negara terkorup keenam (dari 159 negara) pada 2005 menjadi ketujuh (dari 163 negara) pada tahun ini.

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa tingkat korupsi Indonesia terjadi penurunan maupun peningkatan peringkat korupsi, namun dapat disimpulkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia sangat tinggi serta sudah sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu keinginan untuk memberantas korupsi di Indonesia merupakan suatu agenda utama pemerintah agar dapat mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang bertujuan untuk menwujudkan kemakmuran bagi seluruh  rakyat Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia adalah dengan membentuk peraturan hukum khusus yang mengatur masalah kejahatan korupsi diluar ketentuan hukum pidana umum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pemisahan pengaturan tersebut bertujuan agar dapat mengoptimalkan proses pemberantasan korupsi di Indonesia. Wujud  pengaturan khusus diluar KUHP untuk mengatasi masalah korupsi pertama kali adalah Peraturan Penguasa Militer tanggal 9 April 1957 Nomor Prt/PM/06/1957. Perkembangan pengaturan khusus tersebut pada saat ini diwujudkan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia adalah dengan memberlakukan ajaran atau doktrin dalam ilmu hukum pidana yang dipandang dapat mendukung upaya untuk memberantas kejahatan korupsi tersebut. Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam hukum pidana mengandung arti bahwa suatu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan pidana tidak hanya didasarkan pada ketentuan yang telah ada dalam peraturan perundang-undangan saja melainkan apabila perbuatan tersebut dianggap melanggar norma-norma atau melukai rasa keadilan dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana. 

Ajaran ini digunakan untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, karena dengan diberlakukannya ajaran ini diharapkan dapat mengatasi perkembangan kejahatan korupsi yang sangat cepat yang tidak dapat diatasi hanya dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada saja.

Salah satu aspek penting dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tersebut adalah dapat dikatakan sebagai legislasi ajaran sifat melawan hukum materiil yaitu pada Penjelasan Pasal 2 ayat (1) yang isinya menyebutkan bahwa :

Secara melawan hukum dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil,  yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

Perkembangan penggunaan ajaran sifat melawan hukum materiil dalam upaya pemberantasan kejahatan korupsi banyak terjadi pro dan kontra. Pihak yang pro atau mendukung diberlakukannya ajaran tersebut mengganggap bahwa kejahatan korupsi merupakan suatu kejahatan yang sudah sangat luar biasa (extraordinary crime), sulit pembuktiannya dan memiliki dampak yang sangat besar bagi Bangsa Indonesia, sehingga dibutuhkan suatu upaya penanganan dengan cara yang luar biasa pula agar mempermudah membuktikan kejahatan korupsi tersebut dan kerugian negara dapat diminimalisir bahkan apabila sudah terjadi kerugian dapat dikembalikan. 

Disamping itu, tujuan lainnya adalah agar dapat dimunculkannya shock therapy bagi orang-orang yang akan melakukan kejahatan korupsi, sehingga tidak berani untuk melakukan kejahatan korupsi karena dapat dengan mudah diungakap dan dibuktikan.

Bagi pihak yang kontra atau tidak setuju dengan diberlakukannya ajaran sifat melawan hukum materiil mengganggap bahwa ajaran tersebut bertentangan dengan asas legalitas berupa kepastian hukum yang terdapat dalam hukum pidana, hal ini karena tidak adanya ukuran yang jelas mengenai batasan dari kriteria perbuatan tercela dan rasa keadilan masyarakat yang menjadi dasar dari ajaran tersebut.

Permasalahan mengenai pro dan kontra terhadap pemberlakuan ketentuan ajaran sifat melawan hukum materiil pada kejahatan korupsi akhirnya mencapai puncaknya dengan diajukannya permasalahan tersebut kepada Mahkamah Konstitusi dalam bentuk permohonan Judicial Riview atas ketentuan penjelasan pasal 2 ayat (1) yang merupakan dasar legislasi ajaran sifat melawan hukum materiil dalam undang-undangan pemberantasan korupsi. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan tersebut adalah: 

Sepanjang frase yang berbunyi “yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Berdasarkan isi putusan tersebut dapat dikatakan bahwa pemberlakuan ketentuan ajaran sifat melawan hukum materiil tidak dapat lagi digunakan sebagai suatu upaya untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia.
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!