Prinsip Memahami Mihwar Gerakan

Pertama, tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi esok
Mihwar gerakan yang dirancang KAMMI adalah bentuk perencanaan strategis pengembangan gerakan dengan melakukan prediksi-prediksi masa depan sesuai dengan kapasitas organisasi yang dimilikinya. 

Allah berfirman, “tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi esok hari” (QS. Lukman: 34). Ayat ini menjelaskan bahwa perencanaan apapun mengenai masa depan bersifat nisbi, bukan mutlak, yang mutlak hanyalah Allah. Sehingga kita mamahami mihwar KAMMI ini dalam kerangka yang dialekstis. Sebab perencanaan itu pada implementasinya di lapangan akan mengalami proses analisa kondisi, perhitungan resiko, pertimbangan-pertimbangan, kesepakatan-kesepakatan, negosiasi, dan perubahan-perubahan.

Kedua, keyakinan adanya sunnah pergiliran peradaban

Allah telah menjanjikan bahwa kaum beriman dan beramal shaleh akan mendapatkan kejayaannya kembali setelah dipergilirkan masa-masa kejayaan itu pada peradaban manusia lainnya. “… dan masa (Kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)…” (QS. Ali Imran: 140). 

Namun keyakinan ini tidaklah akan mewujud nyata pada peradaban Islam kontemporer jika umatnya sendiri tidak memenuhi persyaratan-persayatan yang dibutuhkan dalam memenangkan kompetisi peradaban. Maka kerja-kerja yang signifikan setelah dilakukan perencanaan adalah memenuhi persyaratan-persyaratan itu dan sekaligus meningkatkan kapasitas diri dan supporting system-nya.

Ketiga, keyakinan adanya sunnah pergantian masyarakat
Dalam konteks mikro al-Qur’an banyak mengungkapkan fenomena di masa lalu yang kemudian akan menjadi ibrah di masa mendatang dengan akan terjadi pergantian penghuni negeri. Mungkin regenerasi adalah suatu hal yang natural bagi masyarakat dan peradabannya. Namun jika merujuk pada ayat ini: “… dan jika kamu berpaling, Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (QS. Muhammad: 38) kita akan meyakini bahwa masyarakat yang lebih baik akan lahir, dengan izin Allah, menggantikan masyarakat sebelumnya. Tetapi juga ayat ini mengisyaratkan, sesungguhnya proses pergantian masyarakat itu sangat tergantung pada kualitas keimanan dan keshalihan kita sendiri, apakah kita adalah generasi yang akan menggantikan masyarakat sebelumnya ataukah justru kita yang digantikan Allah. Hal ini semua ditimbang dalam sebuah ketentuan dan batas-batas bahwa, pergantian itu terjadi jika kita dan masyarakat kita berpaling dari Allah.


Keempat, perubahan itu harus dari diri masyarakat terlebih dahulu
Melakukan perubahan sosial tidak bisa selesai dengan menunggu burung ababil yang dikirim Allah untuk menyelamatkan masyarakat dari serangan luar dan hanya berpangku tangan tanpa melakukan perbaikan-perbaikan. Masa-masa keajaiban itu bersifat ghaib dan kita menyerahkannya pada Allah. 

Dalam alam pikiran rasionalitas kita, secara logis Allah menegaskan sebuah hukum alam (sunnatullah) bahwa “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sebuah kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’ad: 11). Ayat ini dengan jelas menuntut segala potensi yang kita miliki untuk melakukan perubahan, jika kita telah bergerak maka Allah pun akan membantu perubahan itu.

Kelima, perubahan itu harus direncanakan
Ketidaktahuan kita akan esok hari, bukan berarti kita tidak boleh melakukan perencanaan masa depan kita. Justru dalam memenangkan kompetisi kehidupan dibutuhkan perencanaan yang matang. Perencanaan adalah bagian pertama dalam amal. Dengan merencanakan maka kita mendapat panduan dan gambaran arah ke mana kita bergerak. Allah menginformasikan, “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuinya.” (QS. Al-Insyiqaq: 6). 

Lafadz “kadihun-kadhan” berarti kerja keras yang memiliki nilai expert, yakni kerja yang sungguh-sungguh luar biasa. Kerja ekstra itu ditujukan untuk menemui Realitas Obyektif, Allah swt. Pekerjaan itu sendiri adalah kerja-kerja ‘ubudiyah dan khilafah, dan keduanya menuntut implementasi yang terencana. Dalam proses perencanaan ini pun harus kita sandarkan pada ketakwaan kita pada Allah. (QS. Al-Hasyr: 18)

Keenam, perubahan itu bertahap dan kontinu
Perlu diingat bahwa perencanaan itu tidak serta merta dapat diimplemetasikan dengan tidak melihat realitas di lapangan. Di lapangan akan kita temukan orang-orang yang berbeda dalam memahami sesuatu. Proses memberikan pemahaman itu pun terkadang harus disampaikan secara bertahap sesuai logika yang dapat dicerna oleh kader pada saat itu. 

Dalam logika struktur gerakan, masing-masing daerah memiliki prioritas-prioritas dalam menyelesaikan masalahnya. Maka pada tataran level organisasi, sebuah rencana akan mengalami penyesuaian-penyesuaian dan penerjemahan-penerjemahan mulai dari nilai-nilai idealismenya, gagasan dan ide konsepsionalnya, serta program-program strategisnya, hingga operasional teknisnya. Bahkan dalam tahap perubahan itu sendiri dibutuhkan kepekaan dan kearifan lokal, sebab sudah menjadi kebijakan Allah bahwa masing-masing memiliki kondisi yang berbeda dan pemahaman yang berjenjang. “pasti kamu akan melewati tingkatan demi tingkatan” (QS. Al-Insyiqaq: 19). 

Maka sosialisasi sebuah ide dan gagasan harus dilakukan sebaik mungkin, sebab di interaksi dengan komunitas masyarakat yang homogen lebih mudah daripada masyarakat yang heterogen. Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa fase-fase perjuangan itu harus bersifat kontinyuitas. Tahap yang satu menjadi fondasi bagi tahap setelahnya. Begitu juga sebaliknya, tahap yang satu itu adalah prolog bagi tahap pengembangan berikutnya.

Ketujuh, momen-momen kemenangan itu melibatkan Allah
Banyak al-Qur’an mengungkapkan bahwa di momen-momen perjuangan dan kemenangan itu Allah selalu terlibat. Dalam surah al-Anfal ayat 17 dijelaskan bahwa, “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Maka selalulah berpegang teguh pada tali Allah dan tidak berbangga diri, sebab ketentun Allah lebih besar dari perencanaan yang kita buat sebagus apapun design-nya.

Kedelapan, bekerjalah di medan amal
Pada akhirnya sebuah rencana bagaimana pun juga hanya akan menjadi goretan hitam di atas putih jika tidak diamalkan. Maka mengaplikasikan rencana itu adalah bagian dari proses penyelamatan umat dan pencapaian cita-cita Islam. Dalam kondisi apapun dan di manapun kita berada, maka bekerjalah secara proporsional dan manhaji. Beramal bukan berarti menunggu orang lain menyoroti kita terlebih dahulu, tapi beramallah seikhlasnya. Dengan beramal akan tercapai keberkahan, sebaliknya, Allah memperingatkan kita, melalui ayat ini, “Amat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan sesuatu yang tiada kamu kerjakan.” (QS.Ash-Shaff: 3)
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!