Orang Miskin Atas Lingkungan

Kemiskinan identik dengan kebodohan dan keterbelakangan. Inilah strereotip yang menempel pada manusia-manusia tidak beruntung yang memiliki keterbatasan ekonomi akibat kesalahan sistem. Kemiskinannya kerapkali dianggap wabah dan penyakit sosial, sehingga perlu diamputasi atau diberantas. Masyarakat miskin juga kerap dianggap kegagalan pembangunan, merusak rangkaian angka dan data prestasi sebuah pemerintahan, yang lagi-lagi orang miskinlah yang dianggap bersalah.

Demikian halnya dengan rentetan kerusakan alam yang kondisinya semakin mengkhawatirkan. Degradasi alam ditandai dengan menggundulya hutan, longsor, hingga langganan banjir. Masyarakat miskin kembali menjadi dipersalahkan karena dianggap menjadi biang kerusakan hutan, penyebab kumuhnya bantaran sungai, dan mencemarkan lingkungan dengan kebiasaan hidup yang tak sehat.

Posisi minor masyarakat miskin sebagai penyebab kerusakan Sumber Daya Alam semakin membuat kemiskinan mereka dipersalahkan. Perlu pandangan lebih bijak dalam melihat persoalan ini.

Bila dikaji secara mendalam, betul bahwa masyarakat miskin memberikan andil bagi kerusakan lingkungan. Minimnya alternative untuk mempertahankan dan melanjutkan hidup membuat masyarakat miskin harus menggunakan apapun yang ada disekitarnya. Meski demikian, secara kuantitas dan kualitas, porsi dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan orang miskin amat kecil disbanding porsi dampak yang diakibatkan masyarakat menengah dan kaya.  Satu orang kaya mampu mengakibatkan kerusakan puluhan hektar lahan, sementara orang miskin hanya menebang ranting-ranting pohon.

Pembanguanan  telah memberikan dampak negative terhadap lingungan. Pembangunan menghendaki lahan sebagai tempat/kawasan, minyak bumi sebagai bahan bakar, kayu hutan sebagai furniture, dll. Pembangunan yang telah menjelma menjadi ideology, merasuki hasrat keserakahan manusia yang berlomba menjadikan Negara sebagai sarana mengeruk kekayaan, bukan mengelola Negara untuk mencapai tujuan luhur didirikannya. Termasuk menciptakan angka kemiskinan yang tak pernah putus. Pembanguann yang tidak berkeadilan melahirkan kemiskinan. Dan kemiskinan  dijadikan kambing hitam atas hal-hal yang tidak berjalan baik dalam pembanguan.

Residu Kemajuan Ekonomi
Bila dikaji secara mendalam, betul bahwa masyarakat miskin memberikan andil bagi kerusakan lingkungan. Minimnya alternative untuk mempertahankan dan melanjutkan hidup membuat masyarakat miskin harus menggunakan apapun yang ada disekitarnya. Meski demikian, secara kuantitas dan kualitas, porsi dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan orang miskin amat kecil disbanding porsi dampak yang diakibatkan masyarakat menengah dan kaya.  Satu orang kaya mampu mengakibatkan kerusakan puluhan hektar lahan, sementara orang miskin hanya menebang ranting-ranting pohon.

Pembanguanan  telah memberikan dampak negative terhadap lingungan. Pembangunan menghendaki lahan sebagai tempat/kawasan, minyak bumi sebagai bahan bakar, kayu hutan sebagai furniture, dll. Pembangunan yang telah menjelma menjadi ideology, merasuki hasrat keserakahan manusia yang berlomba menjadikan Negara sebagai sarana mengeruk kekayaan, bukan mengelola Negara untuk mencapai tujuan luhur didirikannya. Termasuk menciptakan angka kemiskinan yang tak pernah putus. Pembanguann yang tidak berkeadilan melahirkan kemiskinan. Dan kemiskinan  dijadikan kambing hitam

Salah Urus Orang Miskin 
Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian, telah memberikan contoh nyata mengentaskan kemiskinan dengan bersahabat dan bersama orang miskin. Hal ini terbukti mampu mengentaskan kemiskinan dengan memuliakan manusia. Sementara di Negara kita orang miskin ditempatkan sebagai penyakit sosial yang perlu diberantas. Yang terjadi adalah razia orang miskin, pelarangan membantu orang miskin, larangan masuk bagi orang miskin di berbagai kawasan, hingga penggusuran tempat tinggal auatu tempat usaha orang miskin dengan alas an ketertiban dan keindahan. 

Demikian halnya mengentaskan kemiskinan dalam kaitan dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan alam. Menerbitkan larangan atau pemberantasan bagi orang miskin tak akan pernah menyelesaikan masalah. Dibutuhkan kebijakan yang bersahabat dan memuliakan nilai-nilai kemanusiaan. Tanpa itu, solusi hanya akan berjalan sementara dan semakin merendahkan nilai kemanusiaan.

*Arif Susanto
Mahasiswa Sosial Ekonomi UGM 2004
You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!