Islam Sebagai Basis Epistemologi Peradaban Dunia

A. Pendahuluan
Sebuah peradaban dibangun atas sebuah pandangan hidup. Pandangan hidup itulah yang kemudian melandasi segala aspek kehidupan dalam suatu wilayah yang cakupannya sangat luas. Fenomena yang terjadi saat ini adalah adanya hegemoni Barat di segala aspek kehidupan. Sistem ekonomi, pendidikan, budaya, sosial, politik, semua diarahkan ke satu titik yaitu materialistik. Hingga muncullah yang namanya system ekonomi kapitalisme, gaya hidup hedonisme, system politik liberal, pendidikan terpusat, dan lain sebagainya. Fenomena ini mengakibatkan kehancuran dalam kehidupan manusia di dunia.
Semua orang berlomba- lomba untuk memperkaya diri dengan materi, mencari perndidikan hanya sebagai bekal mencari pekerjaan yang nantinya juga akan mengarah ke materi, mengikuti gaya hidup yang sedang berkembang supaya mereka bisa di terima di strata social yang cukup tinggi. Dan  sayangnya kehancuran itu tidak bisa disadari sebab muasal dan akibatnya dan manusia terlalu acuh untuk mencoba menyadari apa yang sebenarnya terjadi dan solusi apa yang bisa ditawarkan untuk membenahi segala kekacauan itu.

Fenomena dimana Barat bisa mencengkeram segala aspek kehidupan di dunia hingga mereka menjadi kiblat segalanya bisa dikatakan inilah Peradaban Barat.

B. Peradaban Barat vs Peradaban Islam
Seperti yang sudah dipaparkan di atas, Peradaban Barat adalah sebuah peradaban yang bercirikan materialistik, mengagung- agungkan humanism tanpa ada wujud  nyata atas pemanusiaan manusia. Sedangkan Peradaban Islam adalah sebuah peradaban yang menerapkan nilai- nilai Islam dalam pelbagai aspek kehidupan.
Peradaban bukan struktur fisik, meski dari peradaban itu bisa dihasilkan struktur fisik yang mencirikan peradaban itu sendiri. Misalnya peradaban Yunani menghasilkan banguanan kuil- kuil para dewa Yunani, peradaban Islam di jaman kuno menghasilkan menara- menara masjid yang megah, dan masih banyak peninggalan peradaban yang lain.
Namun, yang perlu digarisbawahi adalah,peradaban dibangun oleh pandangan hidup suatu masyarakat, yang tercermin dalam cara pandang mereka terhadap segala sesuatu (Islamia, No. 6/2005:5) Bagaimana cara pandang masyarakat sangat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Sehingga kunci pendirian sebuah peradaban terletak pada pembangunan manusia yang berilmu pengetahuan. 
Ilmu pengetahuan itu yang akan membawa manusia untuk mengenal agama, nilai- nilai social dan kultur budaya. Yang menjadi masalah adalah sebelum manusia menguasai ilmu pengetahuan untuk bisa mengenal dan membangun kehidupannya, mereka menemukan keberadaan mereka di sebuah peradaban. Ilmu pengetahuan yang semestinya menjadi dasar pendirian sebuah peradaban telah tercampuri oleh peradaban yang sedang ada.

Peradaban Barat tidak memilki kekokohan dalam dasar- dasar ilmu pengetahuan. Beberapa kali disiplin ilmu yang mereka ciptakan mengalami penolakan- penolakan dan revisi. Hal ini menandakan bahwa peradaban Barat seharusnya tidak menjadi pegangan kehidupan karena dasar mereka sendiri tidak kuat.

Sedangkan peradaban Islam memiliki dasar kuat karena ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi dasarnya adalah ilmu yang berlandaskan pada Wahyu. Wahyu itu bersifat tetap, tidak mengalami revisi. Yang ada hanyalah penambahan pada wilayah aplikasi.


C. Epistemologi Peradaban Dunia
Ilmu pengetahuan yang nantinya menjadi kunci pembangun peradaban bisa menjadi berbeda bagi satu kumpulan masyarakat dengan kumpulan masyarakat yang lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya epistemologi dan worldview terhadapnya. Epistemologi bisa diartikan sebagai faham ilmu atau cara pemahaman terhadap ilmu. Epistemology berkaitan erat dengan worldview (pandangan hidup, prinsip hidup). Bagaimana masyarakat akan memandang sebuah ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh bagaimana mereka memandang kehidupan.

Epitemologi Barat memformulasikan ilmu pengetahuan sebagai sesuatu hal yang terpisah dari agama. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai suatu hal yang bebas nilai, tidak ada keterkaitan antara ilmu pengetahuan dengan penciptaan- penciptaan yang ada di bumi. Bahkan beberapa ilmuwan Barat menempatkan ilmu pengetahuan di atas segalanya. Mereka menciptakan ilmu pengetahuan melalui mitos- mitos, yang dalam hal ini berarti pengedepanan rasio, yang diimbangi dengan pembenaran secara empiris. 

Hal- hal yang berupa metafisik atau pemaknaan di balik hal- hal yang tak Nampak diannggap sebagai sesuatu yang tidak ilmiah dan tertolak. Itulah mengapa mereka tidak mau mencampurkan agama dalam ilmu pengetahuan, karena agama, khususnya Islam, sarat akan hal- hal metafisik yang sebenarnya bisa dijelaskan lewat akal. Selain rasio, para ilmuwan Barat sekuler juga menedepankan alat indera sebagai sumber ilmu. 

Sehingga selain tidak dapat diterima oleh akal, hal- hal metafisik juga tidak bisa dibenarkan melalui panca indera. Lebih ekstrim lagi para ilmuwan Barat sekuler dengan tegas menyatakan bahwa agama hanya akan menjadi penghambat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Sehingga mereka semakin menegaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah hal yang murni dan bebas nilai.

Epistemologi Islam sangat bertolak belakang dengannya. Dalam epistemology Islam, ilmu pengetahuan justru menjadi hal yang sarat nilai. Karena ilmu pengetahuan berasal dari wahyu Tuhan. Para ilmuwan Barat menganggap bahwa wahyu Tuhan adalah hal yang sangat subjektif, hanya berlaku siapa yang percaya adanya wahyu Tuhan. Dan dianggap tidak objektif karena tidak ada perhatian pada objek ilmu. 

Padahal, epistemology Islam justru memliki keunikan tersendiri, yaitu tidak terpengaruh pada tradisi filsafat, budaya, agama yang lain, yang semua itu sangat memungkinkan adanya nilai- nilai subjektivitas. Epistemologi Islam akan melihat ilmu pengetahuan yang bebas dari magik, mitologi, animism, tradisi budaya yang tidak bertentangan dengan Islam dan pembebasan akal dari keterkungkungan rasio dan panca indera. 

Epistemologi Islam mengarahkan adanya Islamisasi Ilmu Pengetahuan.


D. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi Ilmu pengetahuan memiliki arti proses pensibghohan ilmu pengetahuan ke dalam nilai- nilai Islam. Adnin Armas, MA menulis dalam Islamia menyebutkan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan bisa dilakukan melalui 2 langkah, yaitu:
  1. Mengisolir unsure- unsure dan konsep kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat. Dengan pegisoliran tersebut diharapkan adanya pemurnian terlebih dahulu pada tubuh ilmu pengetahuan, mengembalikan kembali hakekat ilmu pengetahuan yang netral, murni tapi sarat nilai.
  2. Memasukkan unsur- unsr Islam beserta konsep- konsep kunci dalam setiap bidang ilmu pengetahuan saat ini yang relevan.
Ini adalah salah satu usaha untuk pengembalian kembali nilai- nilai Islam sebagai pengatur segala kehidupan lewat Al Qur’an sebagai ayat Qauniyyah, pembuktian lewat akal sebagai ayat Qauliyyah, dan hadist. Memasukkan nilai- nilai Islam bukan berarti penghancuran ilmu pengetahuan yang sudah ada untuk kemudian diganti dengan ilmu pengetahuan yang lebih sesuai dengan Islam, melainkan Islam menjadi tolak ukur aturan apakah ilmu pengetahuan itu memang sejalan dengan nilai- nilai Islam, apakah dalam aplikasinya menyimpang dari aturan Islam, apakah ilmu itu menimbulkan kemadharatan, dsb.

Menilik sejarah, Islam pernah menjadi kiblat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan. Bahkan saat itu ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Pada saat penyerangan kaum Mongol ke Baghdad menyebabkab musnahnya perpustakaan dan pembakaran buku- buku ilmu pengetahuan karya para ilmuwan Muslim terdahulu. Maka, istilah Islamisasi ilmu pengetahuan memiliki makna misi untuk mengembalikan buku- buku ilmu pengetahuan dengan konsep- konsep Islam kontemporer seseuai dengan kebutuhan ilmu di zaman modern.

Misi tersebut tidak akan terlaksana jika kaum Muslim sendiri masih terjebak dalam ketertindasan hegemoni Barat. Pengakuan akan keIslaman belum menjadi hal yang membanggakan. Begitu hebatnya cengkeraman Barat dalam memainkan anggapan yang akhirnya memarjinalkan Islam menjadi tidak layak tampil sebagai panutan dasar segala aspek di kehidupan.

Dari permasalahan tersebut, penulis berpendapat, bahwa untuk menjadikan Islam sebagai basis epistemology peradaban dunia dapat ditempuh dengan langkah:
  1. Pembenaran aqidah sebagai langkah pemurnian kembali ajaran Islam dan penumbuhan keyakinan bahwa Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin
  2. Penumbuhan semangat untuk pengkajian fiqh karena fiqh memegang peranan yang cukup penting sebagai dasar hokum. Untuk penumbuhan semangat bisa dilakukan dengan membudayakan forum- forum diskusi ilmu pengetahuan kontemporer dipadukan dengan pengkajian Al Qur’an dan Hadits sebagai alat ukur pengkajian.
  3. Penguasaan bahasa Arab karena bagaimanapun bahasa memegang peranan yang cukup penting dalam ilmu pengetahuan. Bahasa akan mempengaruhi pendefinisian disiplin ilmu. Dan bahasa akan memberikan penjelasan tentang pemaknaan di balik ilmu.
  4. Perbaikan sistem LITBANG baik di wilayah ekonomi, pendidikan, budaya, politik, dan sosial. Perbaikan sistem bisa dilakukan dengan cara penempatan orang- orang Muslim yang cukup berkafaah di sana.
  5. Setelah perbaikan sistem, seperti yang tadi sudah disebutkan, yaitu 2 proses Islamisasi: pengisolasi unsur- unsur kunci dari ilmu pengetahuan sekuler Barat dan pemasukkan unsur- unsur Islam disana.
  6. Penyebarluasan ilmu- ilmu pengetahuan yang memuat nilai- nilai Islam atau ilmu- ilmu pengetahuan Barat yang sudah direvisi sesuai dengan nilai- nilai Islam hingga akhirnya ilmu- ilmu itu menjadi pegangan bagi semua bangsa. Saat itulah cara pandang masyarakat dunia akan berkiblat pada Islam dan terbangunlah sebuah peradaban Islam.

You liked this post? Subscribe via RSS feed and get daily updates.

0 comments:

terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!