Pangan sejak dahulu kala menjadi suatu faktor yang sangat strategis dalam kehidupan manusia. Pangan secara hakiki merupakan salah satu kebutuhan mendasar dalam pemenuhan aspirasi humanistik. Selain menjadi barang kebutuhan pokok, pangan juga menentukan kebijakan ekonomi suatu negara. Bahkan tak jarang menjadi komoditas politik yang sangat menentukan dan mempengaruhi masyarakat secara luas. Seiring perkembangan peradaban kebutuhan jumlah dan deferensiasi pangan terus saja meningkat.
Brown dan Eckholm (1997) berpendapat bahwa, kalau pun satu-satunya tujuan kita dalam pembangunan pertanian adalah penyediaan pangan yang cukup untuk penduduk dunia yang kian bertambah, kita tidak cukup hanya melipatgandakan produksi padi-padian, tetapi kita harus dapat meningkatkannya tiga kali lipat pada abad terakhir di milenium tersebut dan akan senantiasa mengalami peningkatan yang signifikan dalam waktu ke waktu.
Negara-negara yang meletakkan pilar ekonominya pada sektor pertanian umumnya juga sangat dipengaruhi faktor alam. Misal saja, negera-negara di khatulistiwa sangat memperhatikan faktor produksi pertanian karena didukung oleh faktor alam yang sangat cocok. Kecocokan tersebut datang dari, biodeversity termasuk varietas tanaman pangan yang mampu tumbuh dengan baik. Kemudian suhu, ketinggian tempat, intensitas penyinaran, dan curah hujan yang sesuai. Meskipun pasca revolusi industri banyak negara-negara yang meletakkan pondasi perekonomiannya pada sektor teknologi industri tetapi, tetap saja sektor pangan sulit untuk tergantikan. Setidaknya, dilakukannya sinkronisasi dan integrasi antara industri dan pertanian (pangan).
Sekilas Sejarah Pertanian dan Pangan
Sejarah menginformasikan kepada manusia bahwa, sejak zaman Adam hingga abad ke-21 ini sektor pertanian dan pangan memegang peranan yang sangat vital dalam menjaga keberlangsungan kehidupan. Jika dicermati, peradaban-peradaban besar yang pernah ada di dunia ini selalu didukung dengan faktor ketahanan pangan. Dapat disebutkan, Peradaban Sumeria (Iraq) sangat bertumpu pada mata pencaharian sektor pertanian dan produksi pangan. Peradaban ini berkembang di sekitar aliran sungai Eufrat dan Tigris, dimana daerah-daerah di sekitar aliran sungai tersebut menjadi subur dan sangat cocok untuk lahan budidaya pertanian.
Peradaban Mesir besar juga karena sektor pertanian. Peradaban ini didukung oleh aliran sungai Nil. Peradaban di India juga dibesarkan oleh adanya aliran sungai Ghangga yang menyuburkan daerah sekitarnya. Peradaban Tiongkok dengan sungai Yang tse. Ataupun negara Vietnam yang pertaniannya maju karena adanya dukungan dari sungai Mekhong yang membawa lumpur subur. Di nusantara sendiri, baik kerajaan Mataram lama maupun Mataram Islam meletakkan strategi ekonominya pada sektor agraris.
Sebelum masyarakat dunia mengenal bercocok tanam, pada awalnya usaha untuk mendapatkan pangan diawali dengan mencarinya di hutan. Usaha ini dilakukan manusia ketika masih hidup nomaden (berpindah-pindah). Namun, setelah menjalani kehidupan yang sedenter (menetap) dimulailah aktivitas bercocok tanam (Mangoendidjojo, 2003). Yaitu, dengan meletakkan atau menanam biji-bijian yang didapatkan dihutan. Setelah sekian lama maka, metode budidaya, jenis peralatan, dan produksi yang mampu dihasilkan pun semakin meningkat sampai di zaman modern ini. Pada masa klasik, untuk meningkatkan dan mengelola produksi pangan, manusia menggunakan semua faktor yang berasal dari alam dan hanya didasarkan pada pengalaman yang diwariskan oleh pendahulunya. Perkembangan pengelolaan pertanian yang semakin maju tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mulai dikenal di dunia.
Kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan tersebut juga dikarenakan adanya pertambahan jumlah penduduk dunia. Sehingga, manusia akan cenderung terus berpikir tentang bagaimana jumlah pangan yang didapatkan dari aktivitas budidaya pertanian terus meningkat. Hal ini dilatarbelakangi oleh sensitifnya ketersediaan pangan. Artinya, jika sektor pangan tidak mendapatkan perhatian lebih maka, akan mampu menyebabkan ketidakstabilan kehidupan. Akan mudah terjadi konflik bahkan hingga mengarah pada perpecahan. Namun, ketika kepentingan penduduk dunia untuk mendapatkan pangan mampu tercukupi dengan baik maka, kehidupan sosial akan mampu berjalan dengan baik pula. Jadi, dapat dikatakan bahwa, antara kestabilan ketersediaan pangan dengan kestabilan kehidupan adalah berbanding lurus.
Brown dan Eckholm (1997) berpendapat bahwa, kalau pun satu-satunya tujuan kita dalam pembangunan pertanian adalah penyediaan pangan yang cukup untuk penduduk dunia yang kian bertambah, kita tidak cukup hanya melipatgandakan produksi padi-padian, tetapi kita harus dapat meningkatkannya tiga kali lipat pada abad terakhir di milenium tersebut dan akan senantiasa mengalami peningkatan yang signifikan dalam waktu ke waktu.
Negara-negara yang meletakkan pilar ekonominya pada sektor pertanian umumnya juga sangat dipengaruhi faktor alam. Misal saja, negera-negara di khatulistiwa sangat memperhatikan faktor produksi pertanian karena didukung oleh faktor alam yang sangat cocok. Kecocokan tersebut datang dari, biodeversity termasuk varietas tanaman pangan yang mampu tumbuh dengan baik. Kemudian suhu, ketinggian tempat, intensitas penyinaran, dan curah hujan yang sesuai. Meskipun pasca revolusi industri banyak negara-negara yang meletakkan pondasi perekonomiannya pada sektor teknologi industri tetapi, tetap saja sektor pangan sulit untuk tergantikan. Setidaknya, dilakukannya sinkronisasi dan integrasi antara industri dan pertanian (pangan).
Sekilas Sejarah Pertanian dan Pangan
Sejarah menginformasikan kepada manusia bahwa, sejak zaman Adam hingga abad ke-21 ini sektor pertanian dan pangan memegang peranan yang sangat vital dalam menjaga keberlangsungan kehidupan. Jika dicermati, peradaban-peradaban besar yang pernah ada di dunia ini selalu didukung dengan faktor ketahanan pangan. Dapat disebutkan, Peradaban Sumeria (Iraq) sangat bertumpu pada mata pencaharian sektor pertanian dan produksi pangan. Peradaban ini berkembang di sekitar aliran sungai Eufrat dan Tigris, dimana daerah-daerah di sekitar aliran sungai tersebut menjadi subur dan sangat cocok untuk lahan budidaya pertanian.
Peradaban Mesir besar juga karena sektor pertanian. Peradaban ini didukung oleh aliran sungai Nil. Peradaban di India juga dibesarkan oleh adanya aliran sungai Ghangga yang menyuburkan daerah sekitarnya. Peradaban Tiongkok dengan sungai Yang tse. Ataupun negara Vietnam yang pertaniannya maju karena adanya dukungan dari sungai Mekhong yang membawa lumpur subur. Di nusantara sendiri, baik kerajaan Mataram lama maupun Mataram Islam meletakkan strategi ekonominya pada sektor agraris.
Sebelum masyarakat dunia mengenal bercocok tanam, pada awalnya usaha untuk mendapatkan pangan diawali dengan mencarinya di hutan. Usaha ini dilakukan manusia ketika masih hidup nomaden (berpindah-pindah). Namun, setelah menjalani kehidupan yang sedenter (menetap) dimulailah aktivitas bercocok tanam (Mangoendidjojo, 2003). Yaitu, dengan meletakkan atau menanam biji-bijian yang didapatkan dihutan. Setelah sekian lama maka, metode budidaya, jenis peralatan, dan produksi yang mampu dihasilkan pun semakin meningkat sampai di zaman modern ini. Pada masa klasik, untuk meningkatkan dan mengelola produksi pangan, manusia menggunakan semua faktor yang berasal dari alam dan hanya didasarkan pada pengalaman yang diwariskan oleh pendahulunya. Perkembangan pengelolaan pertanian yang semakin maju tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mulai dikenal di dunia.
Kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan tersebut juga dikarenakan adanya pertambahan jumlah penduduk dunia. Sehingga, manusia akan cenderung terus berpikir tentang bagaimana jumlah pangan yang didapatkan dari aktivitas budidaya pertanian terus meningkat. Hal ini dilatarbelakangi oleh sensitifnya ketersediaan pangan. Artinya, jika sektor pangan tidak mendapatkan perhatian lebih maka, akan mampu menyebabkan ketidakstabilan kehidupan. Akan mudah terjadi konflik bahkan hingga mengarah pada perpecahan. Namun, ketika kepentingan penduduk dunia untuk mendapatkan pangan mampu tercukupi dengan baik maka, kehidupan sosial akan mampu berjalan dengan baik pula. Jadi, dapat dikatakan bahwa, antara kestabilan ketersediaan pangan dengan kestabilan kehidupan adalah berbanding lurus.
1 comments:
Nice post gan.... intip juga yah: www.luwuraya.com
terima kasih atas kunjungannya. silahkan menuliskan saran, kritik atau komentar apapun dalam kotak komentar dibawah ini :) dan bila ingin mengkopi, tolong sertakan link dan sumber. tabik!