Hadirnya Peradaban

Islam adalah sebuah kemajuan, hal tersebutlah yang telah menjadi catatan dalam sejarah peradaban umat manusia. Sebuah peradaban yang oleh Seyyed Hossein Nasr dikatakan sebagai Peradaban yang didasarkan pada kewahyuan Nabi Muhammad, Kesederhanan ritual agama warisan Adam dan Ibrahim, Pembaharuan atas primordialisme Arab dan Persatuan Umat. Kemajuan ini telah menjadi api obor yang menerangi peradaban manusia dari kegelapan peradaban.

Dibandingkan dengan peradaban Eropa, Peradaban Islam justru menjadi cahaya baru bagi era Renaissance dan Revolusi sains yang lebih luas. Islam dan kelompok pemikirnya seakan merambah dan mempengaruhi kaum ilmuwan Eropa, yang terbilang sedikit, melalui sains. Kota-kota muslim seperti : Baghdad, Damascus, Cairo, Cordoba dan Qum telah lahir sebagai pusat – pusat peradaban dunia dengan segala kemajuan sainsnya seperti : Fisika, Matematika, Metafisika, Filsafat, Astronomi, Sastra, dll. 

Situasi yang bertolak belakang justru terjadi di Eropa. Kegagalan gereja Katolik, sebagai sebuah institusi terkuat di Eropa, untuk melahirkan pembaruan-pembaruan ilmu pengetahuan justru membentuk radikalisasi Eropa yang berujung pada Perang Salib. Tak berlebihan kiranya A. Lewis menjelaskan bahwa tentara perang salib adalah “Manusia yang haus darah dan bukan manusia yang haus akan ilmu”. Akan tetapi disinilah mulai terjadi pergeseran titik peradaban manusia, dari Islam bergeser ke Eropa.

Titik penting dari kelahiran sains dalam peradaban Islam dimulai dengan penerjemahan karya-karya klasik sains dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, yang diawali oleh Hunayn ibn Ishaq (809-873) dan kemudian diteruskan oleh Ishaq, Hubaish dan Isa bin Yahia. 

Perkembangan ini kemudian memicu penerjemahan berbagai karya – karya sains seperti Matematika dari India dan Cina, sedangkan karya –karya dalam bidang kedokteran banyak diterjemahkan dari Persia. Pertukaran dan transformasi sains merupakan hal yang biasa dalam Peradaban Islam. Sebagaimana kita dapat melihat betapa terbukanya kota – kota besar yang menjadi “Center of Excellent” (Pusat kemajuan), dengan berdatangannya para intelektual dari berbagai penjuru dunia. Selain memang secara infrastruktur, kota-kota tersebut sangatlah siap untuk membangun atmosfir ilmiahnya, seperti tiga perpustakaan terbesar di dunia, Fatimiyyah di Mesir, Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Kordoba. 

Pada akhirnya, Kordoba sebagai pusat peradaban kaum muslim di belahan Eropa, telah menjadi cahaya penerang bagi seantero jagad Eropa. Seluruh ide awal masa Renaissance dan Revolusi sains Eropa berawal dari Kordoba. Ribuan Peneliti, Pengajar dan Siswa dari seluruh dunia dan terkhusus, Eropa, telah menjadikan Kordoba sebagai kiblat ilmu pengetahuan dan kemajuan sains.

Banyak berdirinya akademi-akademi di sana merupakan daya tarik utama bagi seluruh peneliti, pengajar dan siswa untuk mengembangkan ilmunya. Akademi merupakan sebuah tradisi ilmiah yang telah dibangun sejak lama oleh kaum Muslim mulai tahun 600 – 700. Dimana hal yang sama justru baru dilakukan oleh peradaban Eropa pada abad 13 dengan Universitas Paris dan Universitas Oxford sebagai avant garde. Pembentukan –pembentukan pendidikan pascasarjana di Eropa merupakan kelanjutan dari ide orisinal pola pendidikan Islam, seperti Sarjana (Undergraduate) atau Mutafaqqih, dan Pascasarjana (Graduate) atau Sahib.

Kecemerlangan Intelektual Muslim telah tercatatkan dalam sejarah manusia, berbagai penemuan dan kemajuan sains telah direngkuhnya. Dalam bidang Matematika, pengenalan angka 0 dan sistem desimal yang diperkenalkan oleh Intelektual Muslim dapat menjadi contoh sederhana yang merupakan basis awal bagi Revolusi sains Dunia. Berbagai karya dari Intelektual muslim telah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Eropa seperti misalnya: Al-Khwarizmi pada bidang Matematika, di barat dikenal dengan Alghorismus. Begitu pula karya-karya dari Alkirmani yang terkait dengan Trigonometri, dimana menjadi awal bagi penggunaan fungsi sinus dan cosinus. 

Penelitian tentang Optik juga telah dibukukan oleh Ibnul Hairham dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di Eropa, yang secara langsung banyak mengilhami Isaac Newton dalam mengembangkan keilmuannya. Sedangkan dalam bidang Kimia, Islam memiliki Intelektual Jabir ibn Hayyan sebagai avant garde dan menjadikan berbagai istilah Kimia seperti Alkohol, Alembic, Alkali dan Elixir sebagai warisan sains dunia. Akan tetapi ilmu kedokteran lah yang menjadi kunci pertama dari Intelektual Muslim bagi penulusuran lebih mendalam atas sains. 

Tersebutlah nama-nama mashyur seperti : Ibnu Sina, Al-Razi dan Ala’alDin Ibn al-Nafis. Perkembangan ilmu kedokteran tentunya juga didukung oleh infrastruktur yang berkualitas. Hampir di setiap kota-kota besar terdapat rumah sakit – rumah sakit (Bimarisman) dengan kualitas pelayanan medik terbaik. Dikisahkan bahwa Kairo pernah memiliki rumah sakit dengan daya tampung 8000 tempat tidur dengan pemisahan pada berbagai kasus medis. Bukan hanya sekedar pelayanan medik yang terkemuka, setiap rumah sakit memiliki perpustakaan dan ruang kuliah untuk memajukan pendidikan medis.

Dijelaskan oleh Dr. Hamid Zarkasyi, peradaban Islam dalam sejarahnya tumbuh dan berkembang berlandaskan ilmu pengetahuan. Maka membangun kembali peradaban Islam yang sudah nyaris roboh adalah dengan menegakkan kembali bangunan ilmu pengetahuan yang menjadi pondasi peradaban Islam tersebut. Menegakkan bangunan ilmu pengetahuan maksudnya tidak lain adalah dengan membangun kembali pola pikir manusia sejalan dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dalam Islam. Jadi membangun peradaban Islam pada dasarnya bukan membangun sarana dan prasarana fisik yang diberi label Islam, akan tetapi dengan mereorientasikan kerangka kerja (framework) pemikiran umat Islam.
READ MORE [...]

Paradigma Pendidikan sebagai Solusi

Konsep yang cukup signifikan dalam perbaikan mutu gerakan kepemudaan adalah melalui paradigma pendidikan. dimana pendidikan dijadikan jalan utama untuk melaksanakan arah gerak. karena, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakan peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian  yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat. fungsi ini akan terus dilaksanakan untuk memenuhi visi pendidikan itu sendiri yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Pemuda yang merupakan aset bangsa yang memiliki ruang gerak yang cukup dipertimbangkan bisa menjadi penggerak disana. Melalui pemikiran-pemikiran kita sebagai pemuda akan membebaskan masyarakat dari segala bentuk ketidakadilan. 

Tentunya untuk menciptakan pemikiran yang kokoh dan membangun diperlukan proses yang berkelanjutan dan berjenjang. Bercermin dari paradigma pendidikan inilah diberlakukannya cara-cara yang massif untuk mendapatkan pemuda/mahasiswa sebagai motor penggerak dan perubah peradaban

1. Pengadaan proses kaderisasi yang tersusun rapi
Kader adalah rahasia kehidupan dan kebangkitan. sejarah umat adalah sejarah kader militant dan memiliki kekuatan jiwa dan kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur dari sejauh mana umat tersebut dalam Menghasilkan para kader-kader yang memiliki sifat kesatria. (Risalah Hal Nahnu Qoumun Amaliyun)

Seperti yang telah kita fahami bahwa kaderisasi merupakan organ penting dalam sebuah organisasi manapun.dan menjadi cikal bakal lahirnya sebuah peradaban. Disini akan diberlakukannya perjenjangan kader. dimulai dari perekrutan sampai dengan sebuah keadaan dimana kader sudah siap untuk terjun langsung dalam sebuah realita kehidupan bermasyarakat.

Dalam kaderisasi ini pula terjadinya proses tranformasi nilai-nilai gerakan dan kode etik berorganisasi serta metode ketika terjun langsung kedalam masyarakat. 

Harus ada pembedaan suplemen yang diberikan pada setiap penjenjangan kader. ini disesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh oleh seorang kader pada jenjang tersebut. suplemen-suplemen ini bisa dengan berbagai bentuk, mulai dari training-training hingga seminar-seminar yang itu dianggap perlu. akan lebih baik apabila ada sebuah pendampingan khusus yang diberikan kepada kader. hal lain yang perlu juga diperhatikan, bahwa sistem/keadaan masyarakat tidak akan selalu sama. untuk itu suplemen yang akan diberikan pun harus disesuaikan dengan kondisi pada saat itu. supaya cita-cita dan tujuan dapat tetap bisa diraih. Dengan kata lain, input yang diberikan haruslah sama dengan kapasitas kader, supaya kader bisa memprosesnya, hingga memiliki output yang diinginkan.

2. Penanaman ideologi gerakan

kenapa kemudian perlu adanya penanaman ideologi gerakan disini? Supaya kader bergerak atas dasar kefahaman, bukan hanya ikut-ikutan semata, dan juga sebagai jangkar agar tak tergoyahkan. karena ini akan Menghasilkan hasil yang lebih maksimal. penanaman ideologi gerakan ini bukan merupakan suatu proses doktrinasi, karena ini bukan suatu pemaksaan, melainkan sebuah kesadaran yang ditonjolkan.

3. Pembelajaran politik baik itu sekala kampus, nasional, maupun internasional

pembelajaran politik diperlukan agar kader memiliki sikap kekritisan terhadap apa yang terjadi dalam lingkungan masyarakatnya. Ini juga diperlukan agar kader memiliki argument yang kuat ketika berhadapan dengan sesuatu yang ‘membingungkan’ yang kemudian mungkin bisa menggoyahkan hati kader.
pembelajaran politik juga bisa digunakan sebagai sarana permintaan wacana yang lebih demi meningkatnya kualitas kader
   
Ketika kita berbicara tentang sebuah gerakan, maka tidak lupa pula kita membicarakan program kerja sebagai bentuk langkah konkret tercapainya visi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan proker, yaitu proker-proker yang akan dilaksanakan telah disesuaikan dengan analisis kondisi yang terjadi pada masyarakat. dan perlunya mencari metode yang tepat dalam Pelaksanaan proker tersebut.
 
Kader diberi pengertian pula terhadap pewarisan ilmu sebagai penjagaan atau bahkan memperbaiki generasi-generasi seterusnya harus dilestarikan. ini juga bisa dijadikan sebagai ajang pengkuatan internal organisasi.

Sudah saatnya gerakan kepemudaan menghasilkan director of change. yang memiliki kepedulian terhadap bangsa dan komitmen tinngi untuk mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Dan pemuda merupakan asset bangsa dengan segala kelebihannya dan segala kekurangannya, tetapi kita akan tetap mencoba untuk menjadi orang yang berkontribusi dalam terselenggarakannya masyarakat Indonesia yang terbebsas dari segala macam tirani.

Belajar itu harus tetap dilaksanakan, belajar dari sejarah lalu untuk memperbaiki keadaan hari ini dan mewujudkan cita-cita masa depan. Semangatlah wahai pemuda Indonesia, melaluimulah negeri ini akan dibangun.
READ MORE [...]

Orang Miskin Atas Lingkungan

Kemiskinan identik dengan kebodohan dan keterbelakangan. Inilah strereotip yang menempel pada manusia-manusia tidak beruntung yang memiliki keterbatasan ekonomi akibat kesalahan sistem. Kemiskinannya kerapkali dianggap wabah dan penyakit sosial, sehingga perlu diamputasi atau diberantas. Masyarakat miskin juga kerap dianggap kegagalan pembangunan, merusak rangkaian angka dan data prestasi sebuah pemerintahan, yang lagi-lagi orang miskinlah yang dianggap bersalah.

Demikian halnya dengan rentetan kerusakan alam yang kondisinya semakin mengkhawatirkan. Degradasi alam ditandai dengan menggundulya hutan, longsor, hingga langganan banjir. Masyarakat miskin kembali menjadi dipersalahkan karena dianggap menjadi biang kerusakan hutan, penyebab kumuhnya bantaran sungai, dan mencemarkan lingkungan dengan kebiasaan hidup yang tak sehat.

Posisi minor masyarakat miskin sebagai penyebab kerusakan Sumber Daya Alam semakin membuat kemiskinan mereka dipersalahkan. Perlu pandangan lebih bijak dalam melihat persoalan ini.

Bila dikaji secara mendalam, betul bahwa masyarakat miskin memberikan andil bagi kerusakan lingkungan. Minimnya alternative untuk mempertahankan dan melanjutkan hidup membuat masyarakat miskin harus menggunakan apapun yang ada disekitarnya. Meski demikian, secara kuantitas dan kualitas, porsi dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan orang miskin amat kecil disbanding porsi dampak yang diakibatkan masyarakat menengah dan kaya.  Satu orang kaya mampu mengakibatkan kerusakan puluhan hektar lahan, sementara orang miskin hanya menebang ranting-ranting pohon.

Pembanguanan  telah memberikan dampak negative terhadap lingungan. Pembangunan menghendaki lahan sebagai tempat/kawasan, minyak bumi sebagai bahan bakar, kayu hutan sebagai furniture, dll. Pembangunan yang telah menjelma menjadi ideology, merasuki hasrat keserakahan manusia yang berlomba menjadikan Negara sebagai sarana mengeruk kekayaan, bukan mengelola Negara untuk mencapai tujuan luhur didirikannya. Termasuk menciptakan angka kemiskinan yang tak pernah putus. Pembanguann yang tidak berkeadilan melahirkan kemiskinan. Dan kemiskinan  dijadikan kambing hitam atas hal-hal yang tidak berjalan baik dalam pembanguan.

Residu Kemajuan Ekonomi
Bila dikaji secara mendalam, betul bahwa masyarakat miskin memberikan andil bagi kerusakan lingkungan. Minimnya alternative untuk mempertahankan dan melanjutkan hidup membuat masyarakat miskin harus menggunakan apapun yang ada disekitarnya. Meski demikian, secara kuantitas dan kualitas, porsi dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan orang miskin amat kecil disbanding porsi dampak yang diakibatkan masyarakat menengah dan kaya.  Satu orang kaya mampu mengakibatkan kerusakan puluhan hektar lahan, sementara orang miskin hanya menebang ranting-ranting pohon.

Pembanguanan  telah memberikan dampak negative terhadap lingungan. Pembangunan menghendaki lahan sebagai tempat/kawasan, minyak bumi sebagai bahan bakar, kayu hutan sebagai furniture, dll. Pembangunan yang telah menjelma menjadi ideology, merasuki hasrat keserakahan manusia yang berlomba menjadikan Negara sebagai sarana mengeruk kekayaan, bukan mengelola Negara untuk mencapai tujuan luhur didirikannya. Termasuk menciptakan angka kemiskinan yang tak pernah putus. Pembanguann yang tidak berkeadilan melahirkan kemiskinan. Dan kemiskinan  dijadikan kambing hitam

Salah Urus Orang Miskin 
Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian, telah memberikan contoh nyata mengentaskan kemiskinan dengan bersahabat dan bersama orang miskin. Hal ini terbukti mampu mengentaskan kemiskinan dengan memuliakan manusia. Sementara di Negara kita orang miskin ditempatkan sebagai penyakit sosial yang perlu diberantas. Yang terjadi adalah razia orang miskin, pelarangan membantu orang miskin, larangan masuk bagi orang miskin di berbagai kawasan, hingga penggusuran tempat tinggal auatu tempat usaha orang miskin dengan alas an ketertiban dan keindahan. 

Demikian halnya mengentaskan kemiskinan dalam kaitan dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan alam. Menerbitkan larangan atau pemberantasan bagi orang miskin tak akan pernah menyelesaikan masalah. Dibutuhkan kebijakan yang bersahabat dan memuliakan nilai-nilai kemanusiaan. Tanpa itu, solusi hanya akan berjalan sementara dan semakin merendahkan nilai kemanusiaan.

*Arif Susanto
Mahasiswa Sosial Ekonomi UGM 2004
READ MORE [...]

Pendidikan dan Kecerdasan Emosional

Sejak kecil biasanya siswa diharapkan untuk mempunyai nilai yang bagus di sekolah. Setelah siswa lulus sekolah, mereka diharapkan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat pembantunya meraih “masa depan yang cerah” dan gaji yang tinggi. Banyak orang tua, bahkan para guru, berpikir bahwa nilai tinggi dan lulusan sekolah merupakan jaminan untuk mendapatkan pekerjaan dan kesuksesan dalam karier.

Kenyataan ini memang tidak dapat disangkal. Kemampuan dan nilai akademis yang tinggi dapat membuka banyak pintu bagi kesuksesan seseorang. Akan tetapi, kenyataannya, baik dalam dunia kerja, pribadi, maupun proses belajar mengajar, kemampuan kecerdasan emosional (emotional intelligence) sangat berperan untuk mencapai kesuksesan seseorang. Lapangan kerja yang semakin kompetitif dan spesialis, membuat tidak seorang individu atau institusi mana pun yang dapat mencapai tujuan mereka tanpa harus bekerja sama dalam tim karena setiap orang dipaksa untuk bekerja sama dengan orang lain.

George Lucas, chairman PBS Foundation, mencontohkan bahwa dalam pekerjaannya di bidang pembuatan film, mereka membutuhkan orang-orang yang berbakat dengan keterampilan teknis yang kuat, tetapi kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain tidak kurang pentingnya. “Salah satu hal yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam mempersiapkan anak didik ke dunia nyata ialah dengan mengajarkan mereka kemampuan kecerdasan emosional,” ujarnya menambahkan. Lalu, apa itu kemampuan kecerdasan emosional? Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerja sama sebagai tim yang mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik.

Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan dapat dikenali melalui lima komponen dasar, yaitu sebagai berikut.
1. Self-awareness (pengenalan diri)
Mampu mengenali emosi dan penyebab dari pemicu emosi tersebut. Jadi, dia mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan mendapatkan informasi untuk melakukan suatu tindakan.

2. Self-regulation (penguasaan diri)
Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Dia juga akan berusaha untuk tidak impulsif. Akan tetapi, perlu diingat, hal ini bukan berarti bahwa orang tersebut menyembunyikan emosinya melainkan memilih untuk tidak diatur oleh emosinya.

3. Self-motivation (motivasi diri)
Ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi tidak akan bertanya “Apa yang salah dengan saya atau kita?”. Sebaliknya ia bertanya “Apa yang dapat kita lakukan agar kita dapat memperbaiki masalah ini?”.

4. Empathy (empati)
Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi tersebut.

5. Effective Relationship (hubungan yang efektif)
Dengan adanya empat kemampuan tersebut, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari. Orang yang mempunyai kemampuan intelegensia emosional yang tinggi mempunyai tujuan yang konstruktif dalam pikirannya.

Seseorang yang tidak mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dapat ditandai dengan hal-hal berikut: mempunyai emosi yang tinggi, cepat bertindak berdasarkan emosinya, dan tidak sensitif dengan perasaan orang lain. Orang yang tidak mempunyai kecerdasan emosional tinggi, biasanya mempunyai kecenderungan untuk menyakiti dan memusuhi orang lain.
READ MORE [...]

Kerangka Epistemologi Gerakan (KAMMI)

Epistemologi gerakan adalah pikiran-pikiran dasar yang membangun nilai dan sistem kebenaran gerakannya. Kerangka epistemik ini menjadi landasan utama menjelaskan sesuatu yang yang mendorong KAMMI untuk diam, bersikap, dan bertindak.
Dalam konteks gerakan, sesuatu yang melandasi pikiran-pikiran dasar itu disebut dengan ideologi. KAMMI dalam perkembangan sejarahnya telah mengalami perubahan pengistilahan apakah keenam prinsip gerakan itu ideologi gerakan ataukah prinsip gerakan.
Rapat Kerja Nasional Departemen Kaderisasi di Parung Bogor tanggal 9-15 Agustus 1999, menyebut rumusan keenam prinsip/ideologi itu sebagai ideologi gerakan, sedangkan di Muktamar III di Lampung tahun 2002 diganti menjadi prinsip gerakan. Terlepas dari mana yang tepat di antara keduanya, yang jelas kedua-duanya dapat disebut ideologi sekaligus prinsip gerakan.

Menurut Paul Ricoer ideologi adalah satu sistem penjelasan terhadap eksistensi satu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan. Jika mengikuti pengertian yang diberikan Ricoer mengenai ideologi, akan nampak enam rumusan prinsip gerakan tersebut dapat dikategorikan sebagai ideologi gerakan yang sudah sistematis dan dapat menjadi alat penjelas KAMMI sebagai kelompok sosial tertentu dengan cita-cita dan ciri kekhasannya.
Tetapi jika pengertian ideologi yang dimaksud itu mengacu pada kerangka umum yang didefinisikan Microsoft Encarta Encylopedia (2003) sebagai suatu sistem kepercayaan yang memuat nilai-nilai dan ide-ide yang diorganisasi secara rapi sebagai basis filsafat, sains, program sosial ekonomi politik yang menjadi pandangan hidup, aturan berpikir, merasa, dan bertindak individu atau kelompok, akan didapati makna yang lebih luas, tidak sekedar ideologi melainkan juga prinsip dan sistem kehidupannya.

Gerakan mahasiswa dalam perjuangannya membutuhkan alat penjelas yang menempatkan posisi dan sikapnya dalam realitas politik tertentu. Dan ideologi dapat membantu memberikan interpretasi terhadap satu peristiwa politik. Sebenarnya rumusan ideologi KAMMI yang sudah dirumuskan dalam Rapat Kerja Nasional Departemen Kaderisasi tahun 1999 itu merupakan rumusan sistematis dan aras utama yang membentuk karakter dan kultur gerakan KAMMI yang sejak awal mula didirikannya. 
Memang jika merujuk pada beberapa definisi yang ditawarkan beberapa kamus, terdapat perbedaan tipis antara prinsip dan ideologi. Prinsip adalah asas, pokok, penting, fundamen, dan aturan hidup. Sedangkan ideologi dipakai untuk menunjukkan kelompok ide-ide yang teratur menangani bermacam-macam masalah politik, ekonomi dan sosial; asas haluan dan pandangan hidup. Namun jika mengamati arus besar perubahan sosial di dunia ini, mereka digerakan oleh ideologi-ideologi dunia. Pada kenyataannya, prinsip itulah turunan dari ideologi tersebut.

Berangkat dari pemikiran di atas, sebagai sebuah bangunan epistemologi gerakan, rumusan prinsip gerakan tersebut nampaknya perlu diangkat kembali menjadi ideologi KAMMI. Gagasan ini bukan berangkat dari pengertian kaum materialis—yang diwakili Destutt de Tracy sebagai pemikir Perancis yang pertama kali menggunakan istilah ideologi dalam bukunya Elements d’ideologie (1827) yang hidup semasa Napoleon Bonaparte—terhadap ideologi. Ideologi diposisikan vis a vis dengan gagasan teologis. De Tracy yang berkarakter positivistik meyakini ideologi sebagai kebenaran di luar otoritas agama.

KAMMI meyakini Islam sebagai segalanya, maka ideologinya tidaklah sekuralistik positivistik keduniawian. Seorang aktivis Islam tidak sekedar memiliki visi kekini-di-sinian, melainkan kekini-di-sinian dan pertanggungjawaban transendental. Dengan bahasa lain seorang muslim tidak memandang realitas kehidupan hanya dalam perspektif hic et nunc (here and now) yang bersifat profan, tetapi dalam visi hic et posthac (here and afterday) yang bersifat profan sekaligus sacred.
Oleh karena itu seorang muslim dalam memandang realitas kehidupan tidak cukup akurat jika hanya berdasarkan fenomena sosial politik masyarakat, tetapi memerlukan juga realitas ajaran Islam yang menjadi anutannya. Maka ideologi KAMMI adalah turunan dari aqidah Islam dan ideologi adalah rumusan sistematis yang dirancang sebagai pilihan gerakan dalam mencapai tujuan besar Islam dalam kehidupan sosial politik umat manusia.

Mengutip pendapat Andi Rahmat, kehendak untuk menempatkan diri secara signifikan dalam setiap peristiwa politik dalam kerangka perubahan menunjukkan kebutuhan yang mendasar terhadap satu ideologi politik yang kuat. Bagi mahasiswa, ideologi tidak hanya sekedar berfungsi untuk memperkuat identitas dan aksi-aksi politiknya, akan tetapi juga berfungsi untuk memberi bentuk terhadap identitas dan aksi-aksi politik tersebut. Sebaliknya pengabaian terhadap keberadaan ideologi politik bagi mahasiswa menempatkannya pada posisi serba salah dan mudah sekali terjebak dalam perilaku-perilaku pragmatis dan tidak konsisten.
Tabel di bawah ini dapat membantu penjelasan ideologi gerakan dalam bangunan dakwah, kerangka epistemologi, dan sistematika gerakannya.

Kerangka Dakwah
Kerangka Epistemik
Prinsip Gerakan
Sistematika Gerakan
Mabda’
Worldview
Kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI
Pandangan Hidup KAMMI
Kebatilan adalah musuh Abadi KAMMI
Fikrah
Paradigma
Solusi Islam adalah Tawaran Perjuangan KAMMI
Framework dan Konsepsi Tawaran Perubahan KAMMI
Manhaj
Metodologi
Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMM
Pilihan Isu strategis dan Sikap Gerakan KAMMI
Kepemimpinan Umat adalah Strategi Perjuangan KAMMI
Persaudaraan adalah Watak Mu’amalah KAMMI

Pengkategorian ini dilakukan untuk mempermudah memahami penjelasan kerangka bangun integralitas ideolgi gerakan dan metodologi gerakannya. Mabda’ adalah dasar atau asas-asas yang menjadi landasan rasionalitas dan semangat perjuangan KAMMI. Fikrah adalah cita-cita dan tawaran pemikiran yang diajukan KAMMI dalam upaya perbaikan. Sedangkan manhaj adalah pilihan metode dalam upaya pencapaian cita-cita yang sudah digariskan. Dengan demikian ideologi KAMMI secara komprehensif mencakup worldview (pandangan hidup), paradigma (kerangka berpikir), dan metodologi menjalankan gerakannya.

Secara singkat dapat dinyatakan, bahwa pandangan hidup KAMMI adalah memenangkan nilai-nilai Islam dan menggagalkan nilai-nilai yang merusaknya. KAMMI dalam perjuangannya tidak menawarkan paradigma liberal, melainkan paradigma Islam yang syamil mutakamil (universal dan integral). Dalam menjalankan roda gerakannya pun KAMMI lebih mengutamakan perbaikan daripada anarkisme, kepemimpinan dan keterlibatan di berbagai hal bukan acuh terhadap problematika, dan membangun persaudaraan yang dapat menciptakan kesadaran bersama demi hadirnya kebaikan bersama (rahmatan lil’alamin).
*Rijalul imam
READ MORE [...]

Laporan Kepada Rabb

“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Tepat pukul 12.00 saat ia mengucapkan kata pembukanya.
Bersamaan dengan itu sang raja siang menunjukkan kekuatan sinarnya yang dahsyat.
Sedangkan dalam ruangan ini udara begitu menyejukkan.
Seolah mengajak manusia-manusia itu untuk memejamkan mata dan melepaskan kepenatan mereka.

“Innalhamdalillah Nahmaduhu …..”
Aku mendengarkan suaranya dengan sangat jelas.
Karena aku ada tepat di sebelah kanannya
Suasana begitu hening dan terlihat beberapa orang sudah mulai memejamkan mata.
Segelintir manusia lain berupaya tetap membuka matanya meski godaan lelap mengganggu.

“…… wa ladzikrullaahu akbaru wa aqiimish shalah”
Ia menutup rangkaian kata-katanya.
Dan aku akan melapor ke Rabb-ku tentang amalan baiknya Jum’at ini.



Yogyakarta, 28 April 2010
Menulis untuk melupakan

*Arief Mai Rakhman
READ MORE [...]

Membuat Perapian (outdoor)

Membuat perapian merupakan salah satu teknik hidup di alam bebas yang sangat penting terutama dalam kondisi survival. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari membuat perapian. Memasak, menghangatkan badan serta menjauhkan kita dari binatang merupakan bagian darinya. Selain itu perapian juga memberikan suatu efek psikologi yang besar. Kita akan merasa tenang dan nyaman jika berada di dekatnya. Namun semakin besar perapian, pengawasannya juga harus lebih ketat karena kemungkinan terjadi kebakaran menjadi semakin besar juga. Selain itu kita dituntut untuk sebijaksana mungkin memilih bahan-bahan kayu yang diperlukan.

Selain membuat perapian dalam tungku (hawu) di rumahnya, beberapa penduduk Cihanjawar yang punya kebiasaan berburu dan melewatkan beberapa hari di dalam hutan, memiliki teknik membuat api dan perapian. Mungkin bagi masyarakat Cihanjawar sendiri, membuat perapian seperti ini tentulah merupakan kebiasaan sehari-hari bagi mereka dan tidak ada yang menarik. Dari beberapa kali pengamatan, mereka ternyata telah melakukan prinsip-prinsip dasar dalam membuat suatu perapian yang baik.

Namun, terlebih dulu kita harus kembali mengingat tiga unsur penting dalam membuat suatu perapian, yaitu panas, bahan bakar dan udara. Setelah ketiga hal ini terpenuhi maka unsur penyusunan bahan bakar perapian menjadi hal yang sangat penting.

Selalu persiapkan terlebih dahulu bahan bakar yang cukup. Pisahkanlah bahan ini berdasarkan ukurannya. Pisahkan ranting-ranting kecil dengan ranting yang agak besar dan batang kayu yang besar. Jika kayunya agak lembab ataupun basah, sisiklah terlebih dahulu bagian yang basah atau bisa juga dengan membuat cacahan-cacahan pada batangnya sehingga menyerupai bunga-bunga kayu.

Urutan kerjanya adalah sebagai berikut:
  1. Siapkan bahan bakar yang cukup, ambilah sebatang kayu yang berukuran sedang sebagai tumpuan bawah (Gambar 1a).
  2.  Lalu dapat dipalangkan dua buah kayu yang juga berukuran sedang (Gambar 1b). Jangan sampai jarak antara tanah dengan kayu kedua terlalu tinggi sehingga menyulitkan panas api (pembakaran) sampai ke atas. Hal ini akan mengakibatkan kayu yang diatas sulit terbakar dan menjadi bara sedangkan kayu yang telah menjadi bara dibawah akan cepat habis jika tidak diberi “umpan” lagi.
  3. Susun lagi ranting-ranting kecil dengan memalangkannya di atas kedua kayu yang dibuat diatas (Gambar 1c). Pastikan ranting-ranting ini tidak mudah terjatuh/menggelincir ke bawah. Oleh karena itu usahakan kedua palang kayu tersebut tidak terlalu miring.
  4. Susunlah ranting-ranting yang paling kecil sehingga api yang muncul dapat dengan mudah membakar ranting tersebut. Jangan menumpuk ranting secara berlebihan (Gambar 1d).
  5. Nyalakan api dengan bantuan korek, atau pemantik (dalam bahasan ini memang kita tidak akan membicarakan bagaimana membuat api dengan metoda-metoda yang ada tapi lebih mengarah pada pembuatan perapian) di bagian paling dasar. Gunakan bantuan daun-daun kering atau plastik sampah.
  6. Jika api sudah menjilat ranting-ranting yang paling kecil, tetap lakukan perautan kayu menjadi bagian-bagian yang kecil dan digunakan sebagai umpan. Usahakan agar lidah api membakar ranting atau daun kering untuk memperbesar nyala api.
  7. Apabila ranting terlalu ke sisi (sehingga tidak terbakar), pindahkanlah ke bagian yang “terjilat”oleh lidah api.
  8. Terus tumpuk ranting-ranting kayu sambil tetap memberi lubang sebagai sirkulasi udara.
  9. Perhatikan jarak antara sumber api dengan ranting/kayu yang dibakarnya. Jangan terlalu jauh dan juga jangan sangat berdekatan.
Urutan kerja pembuatan suatu perapian di Cihanjawar Gunung, susunan kayu bakar untuk perapian sistem blok

Setelah nyala api cukup stabil dan terdapat bara yang cukup banyak, letakan kayu-kayu yang lebih besar sebagai umpan. Susunlah kayu tersebut secara beraturan. Usahakan tetap memberi umpan-umpan kecil di lubang-lubang yang terbuka sehingga bara terus dihasilkan.
Kelebihan cara ini adalah mudah untuk membuatnya. Persiapkan bahan secukupnya. Dalam kondisi survival, perapian seperti ini akan membantu karena digunakan untuk keperluan tertentu saja dan tidak lama. Untuk memadamkannya juga tidak terlalu sulit.

Kekurangan sistem ini adalah rentan terhadap hujan sehingga kita harus memberikan perlindungan khusus. Jika nyala api belum stabil kondisinya akan lebih buruk lagi. Perapian tidak akan selesai karena umpan kayu dan rantingnya menjadi basah.

Namun dalam kondisi-kondisi survival, cara ini kemungkinan berhasilnya lebih besar dan lebih mudah dibuat dibandingkan dengan cara yang akan diterangkan dibawah ini.

Sistem ini dibuat dengan cara menumpuk bahan kayu bakar dengan rapat (Gambar 2).

Perapian Sistem “Blok”
Persiapkanlah terlebih dulu ranting-ranting dengan berbagai ukuran. Pisahkan jenis-jenis ranting ini berdasarkan ukuran tersebut. Sedapat mungkin carilah kayu-kayu yang telah rubuh atau telah mati. Jangan memakai bahan kayu yang tumbuh di daerah perairan (seperti tepian sungai, tepi danau); meskipun telah mati dan kering, kayu dari daerah ini tidak akan terbakar kecuali menjadi arang.

Cara menumpuk/menyusun kayu bakar:
  1. Jajarkan di atas tanah; kayu yang sama ukuran sebesar lengan tangan pada lapis pertama dan ke-2 serapat mungkin.
  2. Jajarkan kayu berdiameter lebih kecil serapat mungkin pada 3-5 lapisan berikutnnya. Setiap lapisan dengan posisi (secara horisontal) bersilangan antar lapisan (Gambar 2).
  3. Buat sedikit ruang kosong dan “pintu” di bagian tengah/bawah: untuk menaruh bahan awal api/umpan (yg terdiri dari ranting, potongan kayu kecil dan kering) secukupnya. Susunlah diatasnya lapisan jajaran kayu berikutnya; Mulailah dengan jajaran kayu berdiameter kecil (sebesar jari tangan) beberapa lapis.
  4. Diatasnya, buatlah jajaran kayu yang lebih besar: lapisan kayu sebesar lengan 2-3 lapis, kemudian dilanjutkan lapisan jajaran kayu yg lebih besar: sebesar kaki s/d sebesar paha pada bagian paling atas.
  5. Ingat antar lapisan tumpukan saling bersilangan!
Menyalakan dan memelihara api awal
  1. Buka pada “pintu” di bagian tengah atau bawah tumpukan (bagian lapisan kayu kecil)
  2. Letakkan ditengahnya bahan api awal (lilin, ranting dan daun kering) dan nyalakan.
  3. Tutup kembali “pintu” dengan kayu.
  4. Biarkan dan tunggu beberapa saat (1/2-1 jam), api akan membakar lapisan diatasnya. Pada awalnya api tak akan terlihat, melainkan mengepulkan asap/uap akibat pemanasan terhadap kayu basah diatasnya. Semakin tipis asap mengepul pertanda api awal akan padam.
  5. Jika api awal padam, buka pintu dan isi kembali dengan bahan awal yang cukup kering dan nyalakan kembali. Semakin tebal asap semakin baik dan menjadi jaminan api unggun akan menyala.
  6. Jika api telah membakar 2-3 lapisan kayu diameter besar diatasnya, kita mulai bisa membuka lapisan teratas untuk merasakan apinya.
Kelebihan:
  • Kayu basah dan diameter batang pohon cukup tebal (besar) dapat habis terbakar
  • Daya tahan (durasi)/lama waktu bakar cukup lama
  • Saat pembakaran kayu awal: tak perlu dilindungi, dalam kondisi hujanpun bisa ditinggalkan (tanpa pengawasan/penjagaan terus menerus).
Kekurangan:
  • Waktu yang dibutuhkan dari api awal s/d api unggun menyala: cukup lama (1-2 jam)
  • Memakan waktu dan energi cukup besar untuk menebang pohon/ bahan kayu bakar

Mengiris kayu menjadi serpihan kecil (bunga-bunga kayu) untuk bahan awal membuat api.
Membuat api model blok dalam kondisi survival sebenarnya tidak begitu efektif. Selain membuang banyak tenaga, kondisi survival hanya sementara dan diusahakan berpindah ke kondisi yg lebih baik, terkecuali kita melakukan survival diam di tempat (statis) dengan syarat lainnya terpenuhi, contoh air, bahan makanan, perlindungan.

Model ini lebih cocok digunakan dalam perkemahan statis yang relatif lama di satu tempat. Contoh: di Kemah penelitian atau saat latihan seperti pendidikan dasar.

Saat latihan (misalnya pendidikan dasar) perapian seperti ini digunakan untuk pengamanan bagi peserta juga (sebagai penghangat, pengolahan masakan yang cukup besar, antisipasi jika terjadi kedinginan/kehujanan, hipotermi dan lain-lain).

Etika Membuat Perapian
Terkadang membuat perapian menjadi suatu perdebatan di kalangan penggiat alam terbuka dan pemerhati lingkungan.

Beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian dalam membuat perapian adalah:
  1. Buatlah perapian yang secukupnya, tidak terlalu besar dan membutuhkan bahan bakar kayu yang banyak, sesuaikan dengan maksud kita membuat perapian.
  2. Jangan menebang kayu sembarangan! Walaupun terkadang hal ini sangat kontradiktif dengan pembuatan perapian, bukan berarti membuat suatu perapian dilarang sama sekali. Yang diperlukan adalah kebijaksanaan kita saat membuat dan menggunakannya. Pilihlah kayu yang telah tumbang ataupun mati yang cukup kering/tidak mengandung banyak air. Cukup banyak ranting-ranting yang telah mati di dalam hutan dan dapat digunakan daripada melakukan penebangan. Daun-daun kering juga dapat dipergunakan sebagai “pemancing” dalam membuat perapian.
  3. Pastikan perapian yang akan dipadamkan benar-benar telah mati/padam. Setelah itu dikubur dalam tanah. Perhatikan bagian dasar dari perapian terbuat dari gambut, tanah, atau akar-akar kayu yang menumpuk. Sebaiknya membuat api di atas tanah karena akar ataupun gambut dapat terbakar secara menjalar di lapisan bawah tanpa terlihat oleh kita.
“Membakar hutan lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan menanam pohon”.

Panoramix dukun Galia, saat ditanya “apakah dia memiliki obat untuk mempercepat tumbuhnya pohon?”. Sohib Asterix ini menjawab; “Tumbuh pohon memerlukan waktu, setelah berkali-kali matahari terbit dan tenggelam, tahun ke tahun untuk menjadi besar”.

Setidaknya kita dapat belajar dari masyarakat Cihanjawar Gunung yang masih tetap memelihara hutannya walaupun masih mempergunakan kayu bakar saat memasak.

sumber
READ MORE [...]

Manajemen Emosional Pendaki

Mendaki gunung merupakan suatu kegiatan yang melibatkan kekuatan fisik, pengaturan rencana perjalanan, aplikasi keilmuan, dan manajemen emosional.

Manajemen emosional merupakan hal yang paling sering dilupakan oleh para pendaki gunung dalam menjalani aktivitasnya di alam bebas. Manajemen emosional sendiri secara harfiah berarti pengaturan, rencana, dan aplikasi tingkah laku berdasarkan karakteristik mental, sifat, dan kejiwaan. Oleh karena itu tingkat kenyamanan dalam suatu perjalanan dapat ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam memanajemen emosinya.

Gonjess seorang praktisi dunia petualangan pernah berkata dalam suatu kesempatan “ Jika kita ingin merasakan suatu kenyamanan dalam mendaki gunung, kita harus dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat kita melakukan pendakian “. Adaptasi sendiri dalam hal ini meliputi banyak hal, diantaranya adaptasi karakteristik dan pembawaan kita terhadap adat istiadat masyarakat, alam sekitar, dan teman seperjalanan kita.

Asumsinya seperti ini, jikalau kita seorang akuntan keuangan terkenal tetapi kita ingin mencoba suatu pengalaman baru dengan bergabung ke dalam komunitas tukang semir sepatu. Otomatis kita harus dapat berfikir seperti seorang tukang semir sepatu, jika kita masih tetap berfikir dengan karakteristik seorang akuntan, akan sulit bagi kita untuk merasa nyaman dalam bergabung dengan komunitas tukang semir sepatu.
Ada beberapa tips yang berkaitan dengan manajemen emosional dan karakterisitik dalam pendakian gunung, diantaranya :
  1. Sering melakukan observasi tentang karakterisik emosional masyarakat tempat kita akan melakukan kegiatan pendakian gunung.
  2. Mempelajari budaya dan bahasa daerah masyarakat sekitar tempat kita melakukan kegiatan pendakian gunung.
  3. Selalu bertanya tentang karakteristik diri kita kepada orang-orang terdekat sebagai bahan pembelajaran dan instropeksi diri.
  4. Rajinlah berdiplomasi dengan banyak orang untuik mempertajam daya adaptasi kita terhadap situasi dan kondisi dimana kita dituntut untuk menyamakan pola pikir dengan beberapa orang yang berbeda.
  5. Rajinlah berlatih kemampuan pembatasan diri seperti puasa, menyepi, dll. Agar kita dapat memprediksi efek dari kejiwaan kita terhadap lingkungan sekitar.
Mendaki gunung bukanlah kegiatan yang sederhana jika kita ingin merasakan kenyamanan dalam berkegiatan didalamnya. Kadang mendaki gunung dapat menimbulkan efek jera bagi para penggiat jika mereka tidak mampu memanajemen diri mereka dengan benar.

Meraih puncak gunung adalah reprentasi luapan jiwa seseorang, ia akan lebih sempurna untuk dinikmati jika kita merasa nyaman dalam perjalanan meraihnya.
READ MORE [...]

Hari Bumi = Krisis Kemanusiaan

Bumi tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup sangat bergantung pada daya dukung lingkungan. Sayangnya ketergantungan tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat perawatan bumi atau lingkungan yang memadai. Fakta terkini, bahwa status lingkungan hidup di Indonesia saat ini sangat kritis dan hampir terjadi secara masif di setiap daerah. 

Ini adalah konsekuensi logis dari eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan secara terus menerus dan sporadis dengan slogan “keruk banyak, jual murah” yang tentunya berdampak negatif pada ketersediaan sumber daya alam.

Realitanya,  luas hutan Indonesia 50 tahun terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta Ha menjadi 109 juta Ha. WALHI mencatat 77 juta Ha dari 109 juta hektar hutan tropis Indonesia telah hilang, sehingga hutan tersebut tinggal 32 juta hektar dan akan semakin bertambah jika tidak ada upaya untuk menanggulangi hal tersebut. Di samping itu, telah terjadi konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. Sampai pada tahun 2008, total lahan yang dikonversi untuk perkebunan sawit telah mencapai 7,8 juta hektar dan yang lebih memprihatinkan 57% produksi sawit mentah dijual ke luar negeri, terutama ke Eropa, sedangkan kebutuhan dalam negeri yang hanya 3 juta liter minyak sawit mentah pun tak mampu dijamin pemenuhannya.

Kekayaan alam Indonesia yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara arif demi kesejahteraan rakyatnya telah berubah menjadi kutukan. Kini, Indonesia terancam bencana ekologis yang sangat besar, yaitu suatu bencana berupa akumulasi dari krisis ekologis akibat dari ketidakadilan dan gagalnya sistem pengelolaan alam yang telah menyebabkan kolapsnya pranata kehidupan rakyat. Hal ini tampaknya sudah mulai dapat dirasakan secara nyata bukan semata-mata ilusi, terbukti dengan intensitas terjadinya bencana yang meningkat. 

Pada tahun 2008 misalnya, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB) mencatat korban menderita dan mengungsi berjumlah 1.941.597 orang akibat dari 379 bencana berupa banjir, longsor, kekeringan, kegagalan teknologi, letusan gunung berapi, abrasi, gempa bumi, dan lain-lain. WALHI juga memperkirakan 83% wilayah Indonesia rawan bencana, akibat faktor alam maupun akibat ulah manusia.

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan satu dari sekian daerah di Indonesia yang memiliki masalah lingkungan hidup yang cukup mengkhawatirkan. WALHI Yogyakarta mencatatat selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010 terjadi 101 kasus lingkungan, yakni berupa pelanggaran kebijakan, alih fungsi lahan dan tata ruang, pencemaran, sampah, pertambangan hingga penggusuran yang sampai sekarang ini belum juga terselesaikan. 

Tingginya tingkat pencemaran udara yang terjadi di perkotaan akibat banyaknya penggunaan kendaraan bermotor pribadi juga merupakan permasalahan yang sangat serius, jika tidak ditanggulangi, besar kemungkinan Yogyakarta akan menjelma menjadi kota polutan seperti halnya kota-kota besar lain. Akses masyarakat terhadap air bersih semakin sulit, data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melangsir  70% air tanah di Yogyakarta tercemar (Kompas, 17/3).

Sementara itu petani di kawasan perisir selatan Yogyakarta kini sedang berjuang melawan arus kekuatan modal dan negara yang tak pernah berpihak. Sebab rencana pertambangan pasir besi dan pembangunan pabrik baja di Kulonprogo akan berdampak buruk terhadap ekosistem kawasan pesisir, dan akses petani terhadap tanah untuk sumber-sumber kehidupan terancam hilang. 

Selain hak atas lingkungan yang sehat dan asas kemanusiaan yang terancam, rencana penambangan tersebut terbukti melanggar hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, sebagaimana termaktub di dalam UU No 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Silang-sengkarut tata kelola lingkungan hidup setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
  1. Lingkungan hidup ditempatkan sebagai barang komoditi dan sumber daya alam dipandang hanya sebagai resource bukan sebagai aset. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan cenderung eksploitatif dan beorientasi pasar
  2. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan lingkungan hidup tidak berbasis pada ekosistem dan pengetahuan lokal.
  3. Ketidakadilan dan ketimpangan penguasaan sumberdaya alam
  4. Pendekatan sektoral dan administrarif dalam pengelolaan sumber daya alam
  5. Lemahnya kontrol dan pengawasan, dan
  6. Lemahnya penegakkan hukum
Hingga hari ini negera abai untuk mereduksi kehancuran ekologis dan ketidakadilan sosial ekonomi yang semakin mengkhawatirkan. Pemangku negara, baik pemerintah pusat maupun daerah, cenderung mengabaikan fakta bahwa Indonesia berada dalam fase kritis, mulai dari segi ekologis maupun kemampuan bertahan hidup mayoritas. Praktik-praktik eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan masih terus saja terjadi. Sebuah paradigma yang lebih mengutamakan kepentingan ekonomis dibandingkan kepentingan ekologis dan sosiologis. Apabila hal ini terus berlanjut, besar kemungkinan :
  1. Pada tahun 2025, dua pertiga orang di dunia akan mengalami krisis air yang parah
  2. Polusi bahan kimia berbahaya ditemukan di semua generasi baru dan diperkirakan satu dari empat orang di dunia terpapar polusi udara yang tak sehat
  3. Keanekaragaman hayati telah memasuki tahap kepunahan spesies keenam terbesar
  4. Perubahan iklim yang dapat mengakibatkan meningkatnya badai, banjir, kekeringan dan hilangnya spesies.
*milis HMI (MPO)
READ MORE [...]

Aktifitas dan Ketinggian

Ketinggian Dasar
Melakukan semua bentuk kegiatan alam bebas menjadi sebuah tantangan tersendiri seperti penambahan ketinggian. Bertentangan dengan kepercayaan umum, kemampuan untuk menghadapi ketinggian lebih sedikit hubungannya dengan kondisi fisik dan lebih berhubungan dengan masalah genetik. Kondisi medis tertentu seperti asma dan darah tinggi akan diperburuk oleh ketinggian.

Jika kita sedikit menggunakan akal sehat dan melakukan beberapa persiapan, kita akan mendapati bahwa kita akan mampu melakukan kegiatan alam bebas dengan semua cara sampai ketinggaian 15.000 kaki sedikit tidak nyaman dan juga masalah medis.

Level ketinggian 3.500 kaki dpl (± 1200 mdpl)
Mayoritas populasi Amerika Utara hidup pada batas ketinggian ini. Kebanyakan orang kecuali untuk yang bermasalah dengan cardiopulmary dapat melakukan hampir semua aktivitas pada ketinggian ini. Orang yang hidup pada level ketinggian ini kegiatan mereka hampir tidak mendapat dampak ketika bergerak pada ketinggian ini dimana tekanan udaranya sekitar 12 psi.

3500 sampai dengan 6000 kaki (± 1200 s/d 2000 mdpl)
Kebanyakan orang sehat biasa akan mempunyai sedikit masalah pada ketinggian ini. Orang yang bertempat tinggal dibawah ketinggian 2500 kaki akan mulai mengalami kesulitan bernafas ketika mereka ada pada ketinggia diatas 5000 kaki. Orang yang mempunyai masalah caardopulmary akan mendapati masalah serius pada batas ketinggian ini dan harus berkonsultasi fisik sebelum mengunjungi atau memesaan aktivitas olah raga outdoor. Wanita hamil juga akan mengalami masalah pada ketinggian ini sebanding dengan kenaikan kebutuhan oksigen yang diambil oleh janin pada sistem mereka.

6000 sampai dengan 10000 kaki (± 2000 s/d 3400 mdpl)
Pada ketinggian ini beberapa orang bisa memulai mangalami masalah yang berhubungan dengan ketinggian. AMS (Acute Montain Sickness) menunjukkan gejala yang muncul pada beberapa ketinggian diatas 6000 kaki.

Pada 10.000 kaki, atmosfer hanya 50 % dari yang ditemukan pada ketinggian 3.500 kaki dpl. Bernafas akan menjadi sulit, bahkan ketika dalam kondisi fisik yang bagus. Wanita hamil dan orang dengan masalah cardiopulmonary dianjurkan untuk berkonsultasi sebelum menghabiskan waktu pada ketinggian ini.

10.000 sampai dengan 14.000 kaki (± 3400 s/d 4700 mdpl)
Pertama kali berada diatas ketinggian 10.000 kaki, oksigen terdiri dari atmosfer yang mencapai level yang sedikit membahayakan. Tidak hanya kemungkinan AMS, tapi juga resiko HAPE (high Altitude Pulmonary Edema) secara cepat bertambah pada ketinggian lebih dari 12.000 kaki. Oleh karenanya, pilot yang terbang pada ketinggian lebih dari 10.000 kaki dianjurkan untuk meiliki oksigen cadangan. Kebanyakan orang yang melakukan meoutenereeng akan mendaki pada ketinggian ini. Wanita hamil, anak dibawah 2 tahun, dan orang yang mempunyai masalah cardiopulmonary seharusnya tidak pergi ke ketinggian yang lebih dari 10.000 kaki. Komplikasi medis yang serius dapat terjadi pada batas ketinggian ini.

14.000 sampai dengan 18.000 kaki (± 4700 s/d 6000 mdpl)
Diatas ketinggian 14.000, seseorang memasuki ketinggian yang ekstrim. Atmosfer dapat hanya 40 % dari yang ditemukan di ketinggian 3.500 kaki, dan tekanan udara dapat turun sampai 10 psi, yang menyebabkan tekanan psikologis pada tubuh. AMS, HAPE dan HACE (High Altitude Cerebral Edema) dapat dialami pada batas etinggaian ini. Di Amerika Utara, hanya pendaki yang ekstrim yang akan melebihi ketinggian ini untuk waktu tertentu. Batas ketinggian ini akan berbahaya untuk beberapa orang, bahkan pada kondisi tubuh yang bagus.

Diatas 18.000 kaki (± 6000)
Keinggian diatas 18.000 kaki juga disebut dengan ‘zone Kematian’. Tekanan udara jatuh sampai dengan 7 psi, tubuh, bahkan dengan cadangan oksigen benar-benar mulai mati. HAPE dan HACE yang hebat dapat terjadi pada ketinggian ini dan gejala AMS hampir secara terusmenerus dialami. Seharusnya hanya pendaki yang sudah saangat berpengalaman yang bertualang pada ketinggian ini dan harus tetap waspada terhadap gejala HAPE dan HACE.

READ MORE [...]

Mengapa Kami Mendaki

Mendaki gunung bukanlah persoalan hukum, yang hitam putih, boleh atau tidak. Naik gunung juga tidak terlalu berkaitan dengan jenis kelamin sang pendaki. Mendaki gunung adalah masalah perasaan. Ketajaman mata hati, kejernihan pikiran dan inspirasi yang berlimpah. Gunung mengajarkan tentang kesejatian makna hidup dan perjuangan mencapai puncak kemenangan.

Gie meninggal di puncak Mahameru dalam usia 27 tahun. Masih sangat muda. Dan dalam kemudaannya dia telah mampu berbuat banyak untuk negerinya. Meskipun secara genetik, dia bermata sipit dan berkulit terang. Sebuah pertanda fisik dia adalah seorang Tionghoa. Gie bisa mengindonesia— salah satunya—karena gunung yang dijelajahinya.

Memiliki kecintaan terhadap alam: gunung, sungai, danau, lembah dan segala keelokan nusantara, akan membantu kita memahami Indonesia. Sesungguhnya, di sanalah terletak kesadaran seorang warga nusantara. Pendakian bukan hanya persoalan senang-senang, hobby, atau killing the time. Setiap posko yang dilalui mrupakan pertanda bagi sebuah pencapaian kesadaran.

Karena itu, janganlah melarang siapapun untuk menikmati negerinya. Bagi yang menelanjangi setiap lekuk gunung di nusantara ini, juga jangan hanya karena superioritas belaka. Atau bahkan hanya karena membunuh kebosanan. Jadikan gunung alat introspeksi permasalahn bangsa. Muhammad [shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wasallam] juga mendaki Hira untuk merefleksi persoalan ummatnya. Itu jika kita ingin meneladani manusia paripurna.

READ MORE [...]

Hilangnya Kesadaran Mahasiswa

Mahasiswa tentunya merasa ikut bertanggung jawab atas apa yang menimpa masyarakat Indonesia. Sebagai kelompok terdidik yang merupakan lapisan kecil elite Indonesia yang sampai sekarang sarjana di Indonesia hanya sekitar 5% dari total penduduk Indonesia. Mereka lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berfikir dan berperan menjadi pendorong bergeraknya kehidupan masyarakat. Padahal untuk mendorong dinamika dan perubahan sosial yang berkaitan untuk penungkatan dan perbaikan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat diperlukan setidak-tidaknya 30% kelompok penduduk pada berbagai keahlian, terutama sekali pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Peran mereka sungguh sangat menentukan

Sisanya di negeri ini dari keseluruhan penduduk, ada 85,7%, hampir mendekati seluruh jumlah penduduk di negeri ini yang hanya mengenyam pendidikan dasar, dan termasuk mereka yang drops out dari sekolah dasar. Kalau kita lihat laporan data ESCAP population data sheet tahun 2006 ada sebanyak 35,29% rakyat Indonesia tidak tamat SD. Ada sebanyak 34,22 % rakyat indonesia hanya tamat SD dan hanya 13% rakyat indonesia hanya tamat SMP.

Pertanyaan sekarang ialah, apakah mahasiswa sudah berperan dalam proses pemberdayaan masyarakat yang bersifat mencerdaskan dan memajukan taraf hidup mereka? Masih adakah perhatian terhadap kampung halaman yang mengharapkan uluran tangannya? Menjawab pertanyaan tersebut cukup susah karena beberapa persoalan senantiasa melingkari realitas mahasiswa. 
 
Pertama, mengingat study dan serangkaian kegiatan kampus yang padat sehingga sangat sedikit mahasiswa yang punya waktu untuk berkumpul dengan masyarakat khususnya di daerah desa. Kesibukan mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas kampus lambat laun menciptakan keengganan untuk merasakan apalagi menyelesaikan persoalan di pedesaan. Kesibukan mereka adalah bagaimana mahasiswa cepat selesai dengan nilai memuaskan dan cepat mencari kerja. Jadi kapan mahasiswa memiliki waktu untuk bercengkerama dengan orang-orang pedesaan?

Kedua, kita tahu bahwa hampir semua universitas sekarang berada sangat jauh dari lingkungan pedesaan atau sekarang cenderung berada ditengah kota missal UGM, UI, ITB, UIN dan yang lain. Dulu lingkungan universitas keberadaanya banyak diantara lingkungan masyarakat desa seperti UGM yang memiliki citra “kampus ndesa”, sehingga lebih bisa merasakan langsung penderitaan yang sedang dialami masyarakat desa. Sekarang ini, kalaupun ada keluhan atau pengaduan langsung dari masyarakat masih harus menunggu karena ada mekanisme birokrasi yang harus dipatuhi. Posisi universitas sekarang berada ditengah kota secara tidak langsung menjauhkan pergaulan mahasiswa dengan masyarakatnya. Intensitas pertemuan dan pergaulan mahasiswa dengan budaya kota ketika menjadi dominan memungkinkan mahasiswa menjadi lupa diri akan perannya dan lupa dengan tanggung jawab moralnya.

Bermuncullah kelompok-kelompok intelektual dengan kegemaran menjarah, merusak dan membinasakan lingkungan pedesaan, hutan dan habitat makhluk hidup. Mereka rubah budaya-budaya masyarakat menjadi obyek pasar dengan logika masyarakat konsumen. Para mantan mahasiswa berbondong-bondong ke desa dengan modal besar untuk menggusur mereka karena menjadikan citra buruk pembangunan. Lingkungan pedesaan kemudian disulap menjadi bermacam mega proyek untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Pangkat dan keilmuan sebagai salah satu sebab yang menciptakan strata sosial dan menentukan tingkat penghargaan di masyarakat, akan tetapi karena orientasi berfikir mahasiswa dibentuk dengan logika masyarakat kota, akhirnya menjauhkan dan memisahkan dirinya dengan kehidupan masyarakat. Ia bersikap masa bodoh terhadap persoalan yang dihadapi bangsanya yang tinggal di pedesaan karena terbius dengan kemegahan dan gemerlap kota karena menyediakan fasilitas yang serba lengkap. Pengaruh pendidikan tinggi sering menanamkan superiority complex sehingga gengsi menghalangi mereka untuk bergaul dengan masyarakat yang masih serba sederhana dan terbelakang. Sering terdengar mahasiswa yang cenderung bersikap oportunis dan hanya memikirkan dirinya sendiri.

Ketiga, kesalahan universitas kurang memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa masyarakat pedesaan yang cenderung miskin terbelakang dan buta huruf. Program kuliah kerja nyata (KKN) sebagai bagian dari proyek keumatan universitas dipahami mahasiswa hanya sebagai bagian dari mata kuliah. Dalam implementasinya, mahasiswa mencoba seoptimal mungkin meraih nilai A dan mengindahkan muatan pemberdayaan, orientasi mereka adalah nilai bukan bagaimana mampu mencerdaskan masyarakat. Sekarang ini sebagian besar masyarakat pedesaan melihat kedatangan mahasiswa tetap diperlakukan sebagai orang kota yang perlu dilayani bukan malah sebaliknya; mahasiswa yang melayani masyarakat pedesaan dengan program-program dan misi universitas yang mencerdaskan.

Keempat, sekarang ini mahasiswa bahkan menjadi salah satu bagian dari persoalan itu sendiri ditengah masyarakat pedesaan dengan semakin meningkatnya pengangguran sarjana yang, dilihat dari angka pengangguran terdidik di Indonesia telah mencapai angka 740 ribu, angka yang fantastis pada tahun 2007 (Republika, 13/02/2008). Meningkatnya jumlah pengangguran sarjana erat dipicu ketidakmampuan mahasiswa untuk bersaing karena keterbatasan skill dan lemahnya pembacaan potensi, kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup, ketahanan ekonominya di tengah masyarakat. Sementara ini kemampuan universitas hanya memberikan teori-teori sedang aplikasinya masih sangat minim. Akhirnya universitas seperti tempurung yang memenjarakan mahasiswa dalam aplikasi intelektualnya ditengah masyarakat.

Kelima, ketika mahasiswa nampak mapan karena mendapatkan pasokan modal kaum kapitalis dengan garis perjuangan ekonomi-kompromis. Aktivis mahasiswa banyak terlena dengan kecukupan ekonomi-material dan enggan berkonflik dengan penguasa modal dan penyedot aset rakyat. Mereka menjadi lupa akan garis perjuangan dan hakekat mahasiswa sebagai bentuk respon solutif berbagai persoalan dan realitas keumatan yang muncul. Lebih parah apabila kemapanan normatif menjadi landasan gerak, mereka akan melihat realitas menggunakan kacamata kuda. Semua serba hitam-putih, baik-buruk dan tidak mampu berfikir dengan jernih.

Keenam, ketika mahasiswa disusupi tokoh-tokoh ”pejuang politik praktis” yang identik dan lebih dekat ke struktur elite penguasa plus janji-janji bergula di kursi birokrasi. Maka beramai-ramailah elite mahasiswa mensosialisasikan politik-kompromis dengan mau menukar idealisme dan komitmen keumatan dengan kepentingan material-pragmatis.

Kekacauan aktivitas mahasiswa sekarang ini lebih cenderung disebabkan orientasi gerakan yang berubah dari awalnya yang merupakan gerakan intelektual dan kultural menjadi gerakan politik. Dominasi warna politik ini bisa kita lihat dari peran mahasiswa yang selalu mempersoalkan dasar legitimasi mkekuasaan. Bukan satu kewajiban yang harus ditinggalkan, tetapi ketika orientasi politik lebih dominan maka akan menghambat terwujudnya daya kreatif yang tersimpan didalamnya (gerakan inteektual dan kultural). Juga mengutuk mahasiswa dalam kestabilan yang mantap, stagnan dan mandul. Keadaan ini bisa menimbulkan sikap pengunduran diri atau apatis, atau seperti yang dikatakan David Reisman, ”privatisme”: penekanan nilai-nilai yang paling tipis hubungannya dengan kehidupan sosial. Mahasiswa akan sibuk dengan diri sendiri dan mempersetankan lingkungan sosial.

Barangkali sudah saatnya bagi mahasiswa memikirkan kembali peran-peran yang selama ini sudah dilakukan, mari kita budayakan gerakan intelektual masuk desa dengan mahasiswa sebagai lokomotifnya sehingga kesadaran dari mahasiswa akan membuka jalan bagi kemajuan masyarakat pedesaan. Dengan pengabdian yang sepenuhnya dari mahasiswa kiranya berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, akan mudah diserap masyarakat pedesaan sehingga daya kompetisi dan kemampuan bertahan hidup masyarakat pedesaan meningkat. Cukuplah jangan terus menerus menghambur di kota-kota besar, desa merupakan peringatan sejarah bahwa disana pernah dilahirkan manusia yang kini menjadi “Orang Besar”.
READ MORE [...]

Menanti Cahaya Baru

Tidak ada yang abadi di dunia ini. Semua pasti akan berakhir dan kembali pada Sang Maha Pemilik Waktu yakni Allah SWT. Begitupun kejayaan dari sebuah peradaban. Ia akan berakhir dimakan zaman dan meninggalkan goresan sejarah dalam lintasan panjang perjalanan umat manusia. Itulah yang terjadi pada peradaban Yunani kuno, India, Cina dan Islam.

Hal yang sama yang juga akan terjadi pada peradaban Barat saat ini. Di mana pada abad 12 dan 13 negara-negara Eropa Barat mengejar kebudayaan inti lainnya dari berbagai penjuru dunia dan pada abad 16 memulai sebuah transformasi penting yang akan memungkinkan Barat mendominasi dunia. Hal yang sama yang pernah dilakukan pada awal Muslim Arab sebagai sebuah kekuasaan dunia terpenting pada abad-abad 7 dan 8.

Masyarakat baru Eropa dan koloni Amerika-nya memiliki dasar ekonomi yang berbeda dengan Peradaban Islam sebelumnya. Hal ini dikarenakan Eropa didirikan di atas sebuah teknologi, tatanan politik yang mantap dan investasi modal yang memungkinkan Barat mereproduksi sumber–sumber secara tidak terbatas. Eropa tidak lagi mengandalkan pada surplus produk pertanian, sehingga masyarakat Barat tidak lagi tunduk pada keterbatasan yang sama sebagai kebudayaan agraris. Barat telah menutup Revolusi pertama (baca: Revolusi sains) mereka dengan membangun era poros kedua, yang menuntut sebuah revolusi prinsip-prinsip moral yang mantap yakni Politik, Sosial dan Intelektual.

Proyek pencerahan dan modernitas ini merupakan hasil dari sebuah proses kompleks yang menuntun pada penciptaan struktur demokratis dan sekuler. Bukannya melihat dunia diatur oleh hukum yang tidak bisa berubah, masyarakat Eropa justru menemukan bahwa mereka bisa mengubah proses yang alami. Ketika masyarakat konservatif yang diciptakan oleh kebudayaan agraris belum mampu melakukan perubahan semacam itu, maka masyarakat Eropa semakin percaya diri. Hal inilah yang tidak dilakukan dunia Islam, dimana setelah mencapai kemajuan yang pesat atas penguasan sains tidak segera dilanjutkan dengan perbaikan pada tataran politik dan sosial. Sehingga kemajuan teknologi hanya untuk mendukung sebuah kekuasaan sebuah rezim semata. Islam gagap dalam menyiapkan Revolusi keduanya, yakni perubahan atas sistem patrimonialnisme dan tradisi politik post–tribalisme Arab.

Modernisasi masyarakat melibatkan perubahan sosial dan intelektual. Kata kuncinya adalah Efisiensi : suatu penemuan atau sebuah masyarakat/pemerintahan harus terlihat bekerja secara efektif. Diketahui bahwa untuk menjadi efisien dan produktif, sebuah bangsa modern harus diorganisasi dengan dasar sekulerisme dan demokratis. Berbagai perbedaan relijius dan cita-cita spiritual tidak diizinkan menghambat kemajuan dari masyarakat, dan ilmuwan, penguasa dan pejabat pemerintah bersikeras bahwa mereka harus terbebas dari kontrol gereja. Itulah yang dilakukan oleh Eropa pada masa- masa awal era pencerahan. Sifat progresif masyarakat modern dan perekonomian industri berarti keharusan melakukan inovasi secara terus menerus. Inilah konsekuensi yang harus dihadapi dunia Islam pada saat ini.

Dunia Islam telah diganggu oleh proses modernisasi. Bukannya menjadi salah satu pemimpin peradaban dunia, kekuasaan Islam dengan cepat dan permanen turun menjadi blok kekuatan-kekuatan Eropa dan bergantung pada mereka. Muslim seringkali melihat sendiri keangkuhan Barat, yang amat terindoktrinasi dengan berbagai etos modern, sehingga mereka seringkali dikejutkan oleh apa yang hanya bisa melihat ketertinggalan, inefisiensi, fatalisme dan korupsi dalam masyarakat Muslim, yang berujung pada kebodohan dan kemiskinan generasi Muslim.

Peradaban Barat sudah mendekati titik jenuhnya. Layaknya sebuah Juggernaut, maka peradaban Barat saat ini mulai bergerak tanpa arah. Globalisasi sebagai runutan sejarah tak bisa terbantahkan. “The Wolrd is Flat”, sebagaimana dikatakan oleh Friedman.

Segala ekses negatif atas globalisasi juga mulai dituai oleh semua pihak di seluruh dunia, tak terkecuali oleh Barat sendiri. Seperti: kemiskinan, kebodohan, kelaparan dan perang. Dunia saat ini tengah menanti sebuah peradaban umat manusia yang baru, dimana lebih humanis dan menjaga kesimbangan ekosistem dunia.

Lebih dari sekedar menawarkan solusi atas kecenderungan sebuah skenario konflik antar peradaban (Clash of Civilization) yang dikemukakan oleh Huntington, maka dunia Islam sendiri harus menanggapi kondisi dunia yang telah berubah dan menjadi lebih rasional dan modern. Islam harus mampu bangkit kembali dan menjadi alternatif atas peradaban Barat, yang berdiri diatas kemajuan teknologi, stabilitas politik dan industrialisasi.

Oleh karenanya kaum Muslim haruslah melawan penutupan gerbang ijtihad dan menggunakan logika mereka sendiri yang merdeka dan rasional, sebagaimana disampaikan oleh Nabi Muhammad dan Al Quran. Islam dapat mempelajari dan menyerap apa-apa yang terbaik dari peradaban Barat, sebagaimana Barat juga melakukan hal yang sama terhadap Islam ketika sedang membangun peradabannya.

Hal inilah yang dinamakan sebagai dialog antar peradaban, di mana Islam juga menyerap peradaban Yunani, India dan Cina pada saat kelahirannya. Akhir kata, peradaban Islam haruslah kembali bangkit dari tidurnya dan tawarannya adalah Islam yang terbuka terhadap modernitas (bukan westernisasi) dan sekularisme, tanpa harus kehilangan wujud dan ciri aslinya. Perubahan ini tentunya harus memegang prinsip Al-Muhaafazatu’ala al-qadim al-shaalih wal-akhdzu bil jadiid al-ashlah (mempertahankan tradisi yang baik dan menggantinya dengan yang baru apabila nilai tersebut lebih baik)”. Taqlid buta tanpa bersandar pada rasionalitas terhadap sebuah tradisi dan pemikiran hanya akan mendorong Islam menuju lorong gelap peradaban, serta tereduksi dalam proyek historis Modernisme
READ MORE [...]

Paradigma Ilmu Islam

Islamisasi Sains bukan dalam pelabelan ayat-ayat Al-Quran dan hadis.  Adaptasi dan asimilasi ke dalam nilai-nilai budaya reigius Islam. Sistem epistemologi saja tak cukup.  Teori pengetahuan yang membicarakan tentang sumber dan cara mendapatkan pengetahuan yang dibangun para filosof  dan ilmuwan Barat itu betapapun berpengaruh dalam pengembangan peradaban manusia, dianggap mengabaikan nurani dan intusisi manusia.

Dalam sejarahnya, sistem epistemologi Barat ini bergulir pada pasca Abad Pertengahan dan zaman Renaisans, terutama sejak masa Rene Decrates, yang dipandang sebagai "Bapak Filsafat Barat Modern".  Paradigma epistemologi Barat bercorak rasionalistik-positivistik indrawi menempatkan manusia cuma sebagai mahluk fisik-kimia yang tidak peduli nilai-nilai spiritual.  Pandangan ini menyingkirikan Tuhan sebagai Pencipta.  Seluruh proses alam dipandang hanya kebetulan, tak ada campur tangan Tuhan.

Dalam bangunan filsafatnya, Decrates menekankan akal itu sebagai sumber ilmu pengetahuan dan menjadikannya sebagai tujuan akhir.  Segala hal yang bersifat abstrak dan tidak dapat dipikirkan secara logika bukanlah ilmu pengetahuan.

Epistemologi barat sebagai sebuah sistem yang sangat mendominasi pada abad ini telah menjadi ancaman bagi kemanusiaan, betatapapun penting posisi akal sebagai sumber ilmu, dia membutuhkan alat bantu yang disebut hati atau intusisi yang dalam bentuk teritingginya disebut wahyu. Intuisi memiliki keunggulan memahami banyak hal yang tak dapat dilakukan akal.  Akal tidak mamapu memahami pengalaman-pengalaman eksistensial; akal tidak bisa mengerti mengapa ada tempat atau waktu tertentu yang dianggap sakral oleh orang-orang tertentu.  Akal juga tidak bisa menangkap sinyal dari langit.  Semua ini hanya dapat dilakukan oleh hati (qalb).  Otoritas hati sebagai sumber pengetahuan ini mendapatkan pijakan kukuh dalam Islam.
 
Pengalaman mimpi ini amat membantu kita dalam memamahi pengalaman mistik yang sering  diklaim para sufi ataupun filosof.  Mereka yang telah menembus batas-batas dunia fisik bisa mengalami hal yang tak dapat dipahami oleh akal sebagaimana dalam epistemologi Barat.  Pengalaman mistik adalah riil dan sejati bukan ilusi.  Pandangan ini amat membantu dalam memahami pengalaman kenabian.

Akibat lebih luas dari paradigma epistemologi Barat yag rasionalistik-positivistik ini, terjadilah sekularisme ilmu pengetahuan yang memandang ilmu netral. Setidaknya kita dapat menolak pandangan demikian dan menyatakan ilmu tidak bisa berkembang secara mandiri tanpa dipengaruhi nilai-nilai budaya da agama, bahkan oleh situasi politik dan ekonomi.

Sedikit banyak, orientasi, penekanan, corak, bahkan perkembangan ilmu dipengaruhi keyakinan pribadi ilmuwan-ilmuwannya.  Karena perkembangan ilmu kini didominasi orang-orang Barat yang memiliki corak sekular, maka pengembangannya pun terkait erat dengan latar belakang budaya mereka yang sekular tersebut. Ini tantangan epistemologi Islam.  Karena itu perkembangan epistemologi Barat tersebut perlu diarahkan dengan melakukan Islamisasi sains.  Namun Islamisasi  bukan hanya dalam bentuk pelabelan sains dengan ayat-ayat Al-Quran atau hadis, melainkan adaptasi dan asimilasi kembali masuk ke dalam nilai-nilai budaya religius Islam.
READ MORE [...]

Dari Gerakan Ke Peradaban

Gelombang budaya Barat yang kerap disebut modernisme mulanya mencerminkan gaya hidup elitis dan tak mampu mengubah konsep sejarah secara agresif. Ia hanya mampu mengubah sikap orang terhadap agama justru semakin menjadi skeptis.

Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari kebudayaan yang maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah meminjam konsep-konsep penting dalam Islam.

Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri yang disebut dengan worldview (pandangan hidup).

Suatu kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain karena memiliki pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak dapat meminjam sepenuhnya (mengadopsi) konsep-konsep kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan identitasnya.

Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan mengharuskan adanya proses integrasi dan internalisasi konseptual. Namun dalam proses itu, unsur-unsur pokoknya berperan sebagai filter yang menentukan diterima tidaknya suatu konsep. Hal ini berlaku dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, yaitu ketika Islam meminjam khazanah pemikiran Yunani, India, Persia, dan lain-lain. 

Pelajaran yang penting dicatat dalam hal ini bahwa ketika para ulama meminjam konsep-konsep asing, mereka berusaha mengintegrasikan konsep-konsep asing ke dalam pandangan hidup Islam dengan asas pandangan hidup Islam. Memang, proses ini tidak bisa berlangsung sekali jadi. Perlu proses koreksi-mengoreksi dan itu berlangsung dari generasi ke generasi.

Di era modern dan post-modern sekarang ini, pemikiran dan kebudayaan Barat mengungguli kebudayaan-kebudayaan lain, termasuk peradaban Islam. Namun tradisi pinjam-meminjam yang terjadi telah bergeser menjadi proses “adopsi”, yakni mengambil penuh konsep-konsep asing, khususnya Barat, tanpa proses adaptasi atau integrasi. Apa yang dimaksud dengan konsep di sini bukan dalam kaitannya dengan sains dan teknologi yang bersifat eksak, tetapi lebih berkaitan dengan konsep keilmuan, kebudayaan, sosial, dan bahkan keagamaan.

Disinilah letak urgensi dari sebuah peradaban, bagaimana kita sebagai gerakan mahasiswa mencita-citakan sebuah peradaban Islam, tentunya hal ini berangkat dari sebuah konsep dan startegi pencapaian. Setidaknya disini kita akan berbicara dari aspek epistemologi gerakan, ontologi dan aksiologi gerakan kita dalam mewujudkan sebuah konsep peradaban Islam.
READ MORE [...]